Rezim Machiavelisme Ala Sang Rektor
Sikap dan perilaku Sang Rektor telah mengebiri angin demokrasi yang telah lama hidup dalam dunia pendidikan.
Machiavelli kemudian menggambarkan politik itu sendiri sebagai sebuah pertarungan menuju kekuasaan.
Dalam analisis politiknya, secara radikal dia memisahkan antara kekuasaan politik dan moral. Moral adalah musuh bebuyutan dari kekuasaan politik.
Bagi Machiavelli kekuasaan bukanlah personifikasi dari keutamaan-keutamaan moral. Ia malah menganjurkan sang penguasa untuk berbuat apa saja, termasuk hal-hal yang dianggap jahat demi kebaikan negara.
Sang penguasa harus menanamkan dan memelihara perasaan takut warganya terhadap dirinya.
Karena moral dan kuasa dipisahkan maka dalam rangka mencapai kekuasaan politik, seseorang bisa saja menghalalkan segala cara, yang di dalamnya semuanya diizinkan.
Di Indonesia konsep politik menghalalkan segala cara ala Machiavelli tersebut dapat direduksi ke dalam rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto.
Kekuasaan Soeharto yang pada awalnya berlandaskan asas hukum perlahan-lahan menjurus ke negara yang berdasarkan kekuasaan.
Secara faktual Soeharto mempunyai beberapa doktrin sentral yang menandai kebijaksanaan dan watak politiknya.
Dalam ekonomi nasional doktrinnya adalah pertumbuhan ekonomi.
Dalam kebudayaan doktrin utamanya adalah kebudayaan nasional; dalam kependudukan doktrin utama adalah pembatasan jumlah penduduk.
Dalam politik doktrin utamanya adalah penyederhanaan partai politik dan partisipasi politik terbatas.
Dalam kehidupan pers diberlakukan doktrin kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam pendidikan tinggi doktrinnya adalah pemisahan kemampuan akademis-analitis dari keterlibatan politik praktis, sedangkan dalam bidang keamanan diberlakukan doktrin stabilitas nasional.
Semua konsep ini mempunyai hubungan yang relatif logis dan konsisten.
Stabilitas nasional dibutuhkan untuk menjamin adanya ketenangan dan stabilitas politik, yang tidak boleh diganggu oleh partisipasi politik yang terlalu luas dan tak terkendali.