Rezim Machiavelisme Ala Sang Rektor
Sikap dan perilaku Sang Rektor telah mengebiri angin demokrasi yang telah lama hidup dalam dunia pendidikan.
Edward Said, profesor literatur dari University of Colombia, dalam bukunya Representation of the Intellectual menulis bahwa kaum cendekiawan ialah seorang yang berpikir dan menyumbangkan gagasannya secara demokratis.
Ia menggunakan ilmu dan ketajaman pikirannya untuk mengkaji, menganalisis, merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia demi sebuah kebenaran.
Martabat seorang cendekiawan idealnya terikat dengan sense of morals and ethics. Ia harus memperjuangkan the common good, ranah kebenaran, kejujuran, keadilan, cinta kasih, pemerdekaan, dan perdamaian.
Hal serupa pernah diungkapkan oleh Mohammad Hatta. Ketika berbicara di Universitas Indonesia pada tahun 1957, Mohamad Hatta menunjukkan kedudukan dan peranan kaum cendekiawan (disebutnya inteligensia) yang justru mengimplikasikan tanggung jawabnya, yaitu mencari dan membela kebenaran.
Para cendekiawan memikul tanggung jawab besar karena kualitasnya sebagai kelompok terpelajar.
Mereka memiliki kemampuan menguji yang benar dan yang salah, berdasar argumentasi keilmuannya.
Ilmu, secara intrinsik mengandung nilal moral, dan oleh karena itu maka kaum cendekiawan juga memiliki tanggung jawab moral, selain intelektual.
Pesan seperti ini mungkin terdengar klise. Namun, justru di situlah kuncinya. Cersei Lannister dalam salah satu episode akhir The Game of Thrones, berkata kepada Eddard: “Dalam sebuah demokrasi (pertarungan), kau akan menang atau mati. Tidak ada jalan tengah.”
Demokrasi layak diperjuangkan justru karena sistem ini membuka kemungkinan bagi kehidupan bersama yang damai, bersaing dalam perbedaan, dengan garis batas yang jelas tentang benar dan salah, fakta dan fiksi, adil dan tidak adil, dan semacamnya.
Itulah yang menjadi jiwanya setiap masyarakat demokratis. Tanpa itu, kematian demokrasi di tangan kaum Machiavelianisme atau kelompok lainnya, hanya tinggal menunggu waktu.
Hal ini, menurut saya, perlu direnungkan bukan hanya oleh Sang Rektor, melainkan juga kita semua.*