Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Rabu 18 Agustus 2021: Orang Upahan yang Tahu Bersyukur

Renungan harian katolik Rabu 18 Agustus 2021 Pater Steph Tupeng Witin mengulas perumpamaan tentang pekerja berjudul Orang Upahan yang Tahu Bersyukur.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Rabu 18 Agustus 2021: Orang Upahan yang Tahu Bersyukur (Mat 20: 1-16a)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Yesus mengajarkan Kerajaan Allah dengan bahasa simbolik. Perumpamaan, kiasan, gambaran dan metafor.

Tradisi perumpamaan telah ada dalam bangsa Yunani, Roma dan dalam cerita dan karya tulis orang Israel.

Para nabi juga memakai perumpamaan untuk menjelaskan dan mempertahankan tafsiran atas Taurat.

Yesus menggunakan perumpamaan untuk mempermudah pemahaman pendengar atas pengajaran-Nya pada zamannya.

Perumpamaan tentang orang upahan di kebun anggur menggambarkan “kedekatan” antara Yesus dan pendengar dengan realitas alam sekitar.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 18 Agustus 2021: Iri Hatikah Engkau Karena Aku Murah Hati?

“Kebun anggur” sarat dengan pesan moral keagamaan yang sangat kaya. Yesus bercerita bahwa ada beberapa orang yang bekerja seharian dan berharap mendapatkan upah satu dinar.

Selain pekerja yang bekerja sejak pagi, pemilik kebun anggur sepanjang hari berjalan mencari pekerja sekitar jam 9, jam 12, jam 3 sore dan terakhir jam 5 sore.

Semua menerima upah yang sama. Akal sehat manusia pasti langsung menuding ini tindakan pemilik kebun anggur tidak adil.

Ukuran manusiawi yang dipakai adalah rentang waktu kerja. Pemilik kebun anggur memperlakukan semua pekerja sama dengan takaran “kemurahan hati.”

Apalagi semua pekerja yang dipanggil pemilik kebun anggur pun tidak diketahui latar belakang profesi dan pendidikannya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 18 Agustus 2021: Upah dan Bonus

Joachim Jeremias, Profesor University of Gurtingen di Jerman dengan karya besarnya The Parables of Jesus (Perumpamaan-perumpamaan Yesus) memandang bahwa perumpamaan ini berbicara tentang kebaikan Allah.  “Ataukah matamu menjadi jahat, karena aku baik?”

Di sini Jeremias memandang bahwa penekanan utama dari perumpamaan ini adalah tentang kebaikan Allah terhadap orang-orang yang kekurangan, kebaikan terhadap mereka yang berada di tempat paling rendah dan terhadap mereka yang datang terakhir ke kebun anggur itu.

John Sung, pengkhotbah dari tanah China menyimpulkan bahwa perumpamaan ini mengajarkan kita untuk bekerja tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Orang mencari pekerjaan tanpa imbalan apa pun.

Orang pergi bekerja tanpa pamrih karena pekerjaan itu atas dasar kasih kepada Allah. Pandangan John Sung ini menyentuh karena memang benar bahwa kita seharusnya mesti melayani Tuhan tanpa pamrih.

Kesediaan kita dalam melayani Tuhan seharusnya tidak didasari oleh imbalan apapun. Kesediaan kita melayani Tuhan seharusnya tanpa pamrih.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 17 Agustus 2021: Dipanggil untuk Kemerdekaan

Tidak seorang pun yang bisa menyangkal bahwa memang benar kita harus siap untuk melayani Tuhan tanpa mengharap imbalan. Sebab, Tuhan sebenarnya sudah memberikan segalanya buat kita. Bahkan Tuhan sudah memberikan kepada kita anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus.

Perumpamaan ini juga menerangkan perihal keterbukaan Allah mencari “pekerja kebun anggur” di segala waktu.

Tuhan tidak pernah menanyakan latar belakang pendidikan dan profesinya. Semua orang diundang untuk datang kepada-Nya.

Berpartisipasi dengan Gereja menyadari itu sehingga membuka ruang bagi semua umat Allah untuk berpartisipasi dalam rencana keselamatan Allah.

Konsili Vatikan II menegaskan itu dalam dekrit “Apostolicam Actuositatem tentang” (Kerasulan Awam). Dokumen ini merupakan sebuah terobosan berkaitan dengan peran kaum awam dalam Gereja.

“Dalam Gereja terdapat keanekaan pelayanan, tetapi kesatuan perutusan. Para Rasul serta para pengganti mereka oleh Kristus diserahi tugas mengajar, menyucikan dan memimpin atas nama dan kuasa-Nya. Sedangkan kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap Umat Allah dalam Gereja dan di dunia” (AA, 2) (Bdk. “Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja, 31).

Dokumen AA ini juga mengatakan: “Kristus yang diutus oleh Bapa menjadi sumber dan asal seluruh kerasulan Gereja. Maka jelaslah kesuburan kerasulan awam tergantung dari persatuan mereka dengan Kristus yang memang perlu untuk hidup, menurut sabda Tuhan: ‘Barang siapa tinggal dalam aku dan Aku dalam dia, ia menghasilkan buah banyak, sebab tanpa aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa ” (Yoh 15:5; AA,4) (Sang Sabda: 2010).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 16 Agustus 2021: Lepaskan yang Suka Buat Nyaman

Kita semua telah dipanggil dan diberdayakan untuk memberitakan Injil Yesus Kristus, berdoa untuk beragam kepentingan, menyampaikan ajaran-ajaran Yesus, dan menegakkan nilai keadilan dan kedamaian di masyarakat di mana kita tinggal.

“Bagaimana aku menanggapi undangan ini?” Mungkin kita meragukan panggilan kita, merasa tidak pantas, kurang berpendidikan atau tidak kompeten.

Tercipta jarak yang lebar dan jurang yang dalam antara kaum tertahbis dan kaum awam. Memang ada pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh imam tertahbis, tidak dapat digantikan oleh seorang awam.

Namun, panggilan kita sebagai umat awam juga tidak dapat digantikan oleh orang lain. Allah tidak memanggil orang-orang yang terbatas pada pribadi-pribadi yang sangat terdidik.

Para rasul Yesus sendiri pada awalnya hanyalah orang-orang biasa tanpa latar belakang pendidikan yang tinggi.

Bahkan orang-orang kudus dalam gereja pun berasal dari latar belakang hidup yang tidak ideal sebagai orang suci. Mereka hidup sederhana, biasa dan apa adanya sebagai manusia biasa.

Namun rahmat Allah mengubah mereka dari manusia biasa menjadi manusia Allah yang istimewa. Santo Paulus menyebut dirinya orang “yang paling berdosa” (1 Tim 1:15).

Seperti orang-orang upahan dalam perumpaman Yesus tersebut di atas, Allah tidak memanggil orang-orang yang profesional, berkualitas sesuai bidang keahlian, melainkan Ia memanggil orang-orang sederhana dan biasa lalu mengubah mereka menjadi profesional dan berkualitas dengan rahmat-Nya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 15 Agustus 2021: Sebab Ia Telah Memperhatikan Kerendahan Hamba-Nya

Kita semua dipanggil Allah. Tidak ada yang tidak dipanggil Allah. Kita melayani Allah, berpartisipasi dalam kerja agung rencana keselamatan Allah melalui pekerjaan kita yang sederhana setiap hari. Roh Kudus akan menuntun kita asal kita setia pada tuntunan-Nya.

Mari kita bekerja Bersama Allah dengan semangat rendah hati. Abaikan sikap menuntut seolah kita merasa begitu penting dan utama.

Allah kita sangat murah hati melebihi pikiran dan takaran hasrat manusiawi kita. Orang upahan yang bekerja sejak pagi dalam Injil menuntut keadilan tetap sesungguhnya ia sedang mengekspresikan sikap iri hatinya yang egoistis ketika berhadapan dengan kemurahatian Allah yang berada di luar jangkauan akal manusia.

Sikap syukur yang merupakan ekspresi dengan kerendahan hati adalah tanda manusia beradab di hadapan Tuhan. *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved