Berita Manggarai Barat

WVI Temukan Kekerasan Terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi Covid-19 di NTT

Kekerasan fisik dan kekerasan verbal terhadap anak-anak mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19 di Provinsi NTT

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Tangkapan layar Zonal Manager WVI NTT, Eben Ezer Sembiring dalam Webinar bertema "Tantangan Pemenuhan Hak Anak di Masa Pandemi di Provinsi NTT' yang diselenggarakan oleh Wahana Wahana Visi Indonesia, ChildFund International di Indonesia bersama Pos Kupang, Jumat 13 Agustus 2021. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana

POS-KUPANG.COM, LABUAN BAJO - Kekerasan fisik dan kekerasan verbal terhadap anak-anak mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19 di Provinsi NTT, Jumat 13 Agustus 2021.

Hal tersebut disampaikan Zonal Manager WVI NTT, Eben Ezer Sembiring dalam Webinar bertema "Tantangan Pemenuhan Hak Anak di Masa Pandemi di Provinsi NTT' yang diselenggarakan oleh Wahana Wahana Visi Indonesia, ChildFund International di Indonesia bersama Pos Kupang. 

"Kekerasan fisik khususnya dalam masa pandemi, berdasarkan survei yang kami lakukan," katanya. 

Diakuinya, kepolisian, pemerintah desa, RT/RW, KPAD dan institusi lainnya merupakan layanan yang paling banyak digunakan masyarakat dalam menangani jika terjadi persoalan tersebut.

Baca juga: Maria Loka dan Perjuangan Memberantas Kekerasan Anak dan Perempuan di Lembata

Dalam kesempatan itu, lanjut dia, sebanyak 17 anak akan menyampaikan pemikiran, temuan dan rekomendasi kepada Ketua DPRD NTT, Emi Nomleni serta perwakilan Pemprov NTT. 

Sehingga, temuan yang didapat WVI serta para anak-anak diharapkan dapat memberikan gambaran terkini kondisi anak-anak dan perspektif di masa pandemi Covid-19

"Diharapkan menjadi referensi untuk bisa meninjau dan melahirkan kebijakan pembangunan yang berspektif anak dan fokus memenuhi kebutuhan hak anak serta perlindungan anak. Momentum hari anak 23 Juli 2021 dan HUT RI menjadi semangat bagi kita untuk memberikan ruang bagi anak sehingga keaslian pemikiran anak-anak dapat disampaikan kepada pemerintah dalam rangka menyusun program pembangunan yang mendukung mereka," tegasnya. 

Dalam kesempatan itu, Sembiring juga menjelaskan, semua pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut memiliki misi yang sama untuk memperjuangkan pemenuhan hak dan perlindungan anak dalam masa Pendemi Covid-19 di NTT.

Baca juga: Soal Kasus Kekerasan Anak di Kabupaten Ende, Kadis Sosial : Fren Dorong Desa Layak Anak

WVI dalam kerjanya saat ini di tengah pandemi merubah bentuk program sesuai keadaan dari program rutin pengembangan ke program respon darurat.

"Karena memang kita dalam situasi darurat. Kerentanan bukan hanya bagi kita orang dewasa, tapi kerentanan itu juga didapatkan anak-anak tingkat kesejahteraan kita menurun, pembangunan lambat karena kita harus menemukan pola yang tepat dalam situasi saat ini dan ini berdampak kepada kesejahteraan kita secara umum, begitu juga kerentanan terhadap anak," katanya. 

Dijelaskannya, WVI sudah melakukan kajian kerentanan anak di seluruh area pelayanan di 9 Provinsi dan 50 kabupaten kota. 

"Khusus di NTT, kami telah melakukan kajian Dari survei kerentanan anak di masa pandemi Covid-19 2021. Beberapa indikator kesejahteraan anak mengalami penurunan yang cukup signifikan dan memerlukan perhatian kita semua," paparnya. 

Ia menuturkan, WVI telah melakukan survei terhadap 929 responden baik keluarga dan anak, dan sebanyak 75 persen anak yang terdaftar dalam program WVI, selebihnya bukan anak terdaftar sehingga mewakili ana-anak lain 

"Dari sisi kesehatan, ada hal baik karena promosi, kampanye 5 M menjadi lebih menolong bagaimana kita untuk sehat dan akses air bersih semakin meningkat lalu akses kepada layanan kesehatan lebih berkurang, kalau kita lihat kunjungan ke RS sebelum dan sesudah pandemi menurun dari 83.4 persen ke 66.2 persen," urainya. 

Ia juga menemukan kunjungan ke pusat kesehatan seperti klinik dan puskesmas menurun. 

Selain itu, pada sisi pendidikan, terdapat kendala di mana sekolah pada umumnya tidak melakukan KBM tatap muka lalu bagi anak-anak yang sekolah online, hanya bisa diakses anak-anak di kota. 

"Anak-anak di desa alami kesulitan. Akses terhadap perangkat kecil, sehingga ketika ada kebijakan anak belajar di rumah atau mandiri, itu berarti sama seperti tidak belajar. Kekurangan materi pembelajaran, buku, tidak kondusif belajar di rumah, tidak memahami materi pelajaran, kendala teknologi kurangnya bimbingan guru, sulit atur waktu. Tatap muka dilakukan di zona hijau, namun masih pandemi jadi agak sulit," katanya. (*)

Berita Manggarai Barat Lainnya

Sumber: Pos Kupang
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved