Kompetensi Lulusan MBKM Perlu Dukungan Suprastuktur yang Terintegrasi
Kompetensi Lulusan MBKM Perlu Dukungan Suprastuktur yang Terintegrasi. Tulisan ini untuk membaca kualitas lulusan di tanah air Indonesia.
Kompetensi Lulusan MBKM Perlu Dukungan Suprastuktur yang Terintegrasi
Oleh: Ade Erlangga Masdiana (Sekretaris LLDIKTI XV NTT)
POS-KUPANG.COM - Siapa lulusan yang dianggap berhasil oleh Masyarakat? Ada yang menjawab, pasti yang kuliahnya rajin dan mendapatkan Prestasi Akademik (PA) tinggi dan lulusnya dengan predikat summa cumlaude. Sebagian lain menjawab prestasi akademik amat subyektif. Kalau dalam ilmu eksakta mungkin masuk kategori terukur, atau faktor subyektifitas dosen bisa direduksi.
Namun, dalam ilmu sosial, variabel keberhasilan atau prestasi akademiknya amat banyak. Obyek yang diteliti/dipelajari amat situasional. Ukuran nilai, tingkat variabilitasnya tinggi. Bahkan value/nilai, dan obyek yang dinilai pun amat tentatif. Ternyata, kesuksesan orang yang ada di masyarakat lebih ditentukan oleh mereka yang mampu memecahkan masalahnya secara kreatif. Berbagai problem yang harus dihadapi oleh seseorang di masyarakat tidak hanya bisa dijawab oleh kebiasaan (habits), budaya dan cara klasik menyelesaikan masalah.
Tapi harus ada kemampuan berpikir (kognitif) yang relevan dengan kebutuhan dan realitas masalah yang dihadapi di lingkungannya.Daya tahan untuk eksis atau hidup dan berkesinambungan adalah pada bagaimana lingkungan itu sendiri harus dapat ditaklukkan oleh dirinya yang memiliki kemampuan kognitif (kreatif, soluvable).
Kita dapat melihat bagaimans orang Jepang bisa lepas dari kekalahan PD II menjadi super power ekonomi di Asia. Korea Selatan juga pernah dijajah Jepang. Masyarakat dan industrinya bisa bersaing mengalahkan Jepang. Kekuatan penggunaan kognitif (selain budaya) menggeser mereka ke arah modernity.
Baca juga: Sekertaris LLDikti XV Kupang NTT Sambangi Pos Kupang
Korea menyadari, jika mau bersaing dengan Jepang, maka harus mempunyaisumber daya manusia (SDM), karena dua negara itu sama-sama tidak memiliki sumber daya alam. Korea Selatan menerapkan sistem pendidikan karakter (contohnya , anak-anak didik disiapkan dengan mental bekerja 12 jam sejak dini.
Anak anak didik digenjot dengan kemampuan daya tahan belajar lama, hingga larut malam. Selain itu, dibekali dengan pembelajaran yang menekankan ketrampilan kognitif. Transformasi pengetahuan benar-benar disiapkan. Para sarjana dikirim ke Eropa dan Amerika untuk bisa menyerap teknologi.
Di sisi lain, para lulusan disiapkan industri-industri yang menampung mereka dari luar negeri. Tidak heran, dalam waktu yang tidak lama, Korea bisa mengalahkan beberapa produk teknologi yang selama ini didominasi Jepang. Misal, untuk barang-barang elektronik, Korea bisa mendominasi pasar dunia.
Itu terjadi pada level antar negara atau internasional. Pada level mikro, bahwa karakter ulet kompetensi kognitif dan ketrampilan berpikir kreatif akan memudahkan setiap individu untuk mencari jalan keluar atau meraih sukses di masa depan. Kita lihat banyak sosok atau tokoh menjawab kesulitan hidup mereka dengan karakter. Seperti: karakter sabar, konsisten, pandai bergaul, dinamis, pantang menyerah.
Karakter pantang menyerah tersebut memang modal penting, namun perlu dukungan ketrampilan kognitif akan memperkuat dorongan untuk mencapai visi mereka. Ada studi menunjukkan, kemampuan memecahkan masalah melalui ketrampilan kognitif dan kemampuan manajerial sumber daya (28 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan dengan kemampuan teknis (12 persen) atau ketrampilan penguasaan konten/bidang yang dikuasainya (10 persen), apalagi jika dibandingkan dengan ketrampilan fisik, Ketrampilan fisik hanya 4 persen mampu menyumbangkan terhadap penyelesaian masalah.
Baca juga: LLDIKTI XV Kupang Gelar Bimtek SPMI, Simak Beritanya
Chairul Tanjung, Prayogo Pangestu, DL Sitorus, adalah para pengusaha yang berasal dari kelompok masyarakat biasa. Ketrampilan kognitif, karakter kuat, dan kemampuan manajerial di bidang sumber daya (manusia dan lingkungan) yang konsisten, serta mampu berkomunikasi secara baik menjadikan mereka menjadi orang sukses.
Fenomena makro dan mikro di atas perlu kita relevansikan dengan proses pendidikan yang ada di sekolah atau perguruan tinggi. Proses belajarnya perlu kita evaluasi bersama, cara mengevaluasinya harus terukur. Kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) membuka tameng pendidikan yang selama ini.
MBKM melicinkan jalan kepada penguatan ketrampilan kognitif, system, konten, proses dan ketrampilan pemecahan masalah.Tameng itu seperti jumlah kelulusan makin meningkat, namun tingkatinflasi pendidikan makin tinggi. Artinya, meningkatnya strata Pendidikan tidak seiring dengan kualitas mutu yang siap masuk ke dunia kerja. Karena, daya serap dunia kerja (sektor industri manufaktur)makin terbatas.
Oleh karena itu, harus dijawab dengan relevansi pendidikan dengan dunia kerja dan bisnis. Tidak semua bisa masuk ke sektor industry. Semestinya mereka bisa menciptakan alternatif pekerjaan melalui pengembangan kemampuan bisnis.
MBKM meminta dunia kampus untuk melakukan evaluasi, menganalisis proses pembelajaran dengan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak agar siap menghadapi dunia nyata. Dunia nyata harus dibekali dengan kurikulum yang relevan. Kurikulum tersebut berisi konten penyelesaian masalah dan pemanfaatan potensi lingkungan.
Baca juga: Mangadas Lumban Gaol : LLDIKTI XV Kupang Layani 56 PTS
Lulusan seharusnya berkompeten menjadi penyelesai masalah (problem solver). Mereka yang bisa menghasilkan bisnis baru, menyerap tenaga kerja. Kebijakan MBKM saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah, walaupun konsep link and match menjadi titik tekan untuk meningkatkan keberhasilan lulusan dalam menghadapi realita hidup. Namun perlu ada kebijakan supra-struktur lain yang mengarahkan seluruh sektor terintegrasi dengan kebijakan MBKM.