Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 30 Juli 2021: “Nazareth”

Yesus kembali ke Nazareth, kampung asalnya. Ia kembali bukan sebagai orang asal kampung, tapi sebagai nabi bersama murid-murid-Nya.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Jumat 30 Juli 2021: “Nazareth” (Mat 13: 54-58) 

POS-KUPANG.COM - Yesus kembali ke Nazareth, kampung asalnya. Ia kembali bukan sebagai orang asal kampung, tapi sebagai nabi bersama murid-murid-Nya.

Tata adat kebiasaan agama Yahudi, seorang rabbi biasa melakukan perjalanan bersama murid-murid-Nya untuk mengajar.

Nazareth menduduki tempat yang sama dengan wilayah lain dalam konteks sebagai seorang nabi.

Orang-orang kampung Nazareth tentu saja heran karena seorang guru biasanya menempuh pendidikan formal untuk mencapai kapasitas sebagai pengajar.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 30 Juli 2021: Nazaret Menolak

Orang kampung tahu, Yesus tidak pernah mengikuti jalur pendidikan formal sebagaimana tuntutan bagi seseorang yang hendak menjadi guru.

Meski dalam hati, orang-orang Nazareth mengakui bahwa Yesus tampil sebagai pengajar penuh wibawa dan mengajar dengan sangat berkuasa yang membuat-Nya memiliki pengaruh lebih besar dari kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat.

Orang-orang Nazareth melihat Yesus sebatas dari pengalaman hidup di kampung kecil itu. Mengerti ajaran Yesus saja susah, apalagi mau paham “asal” Yesus sebenarnya.

Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat yang sekolah hampir meraba langit saja tidak mengerti apalagi percaya bahwa Yesus adalah Mesias, utusan Allah.

Mereka mengenal Yesus sebagai seorang pekerja atau tukang. Santo Yosef, ayahnya adalah seorang tukang kayu.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 30 Juli 2021: Menilai Sesama, Seperti Apa Takaranmu?

Tukang berasal dari kata Yunani tekton yang berarti orang yang terampil mengolah kayu, batu dan logam.

Tukang kayu berarti seorang yang ahli membuat pekerjaan tangan dari kayu. Seorang tukang kayu adalah ahli dalam pekerjaan yang menggunakan bahan baku kayu dan dapat membuat perabot rumah tangga atau bahkan membangun sebuah rumah.

Penolakan orang-orang dari kampungnya sendiri juga didasarkan pada relasi kekerabatan dan kekeluargaan. Yesus memang lahir dari rahim Bunda Maria.

Bahkan setelah Yesus lahir, Yosef dan Maria melahirkan anak-anak hasil relasi biologisnya dan mereka semua ada bersama orang-orang Nazareth.

Orang-orang kampung rupanya juga sangat terbatas dalam cara pandang yang mengidentikkan perkembangan seseorang yang mungkin kebetulan lahir di kampung dengan keadaan mereka di kampung saat ini.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 29 Juli 2021: Jaring

Orang bisa saja berkembang dalam hidup karena pengalaman bersentuhan dengan “dunia lain” di luar daerah asal.

Kalau lahir sampai mati hanya mendekam di urat kampung, maka perkembangan otak juga hanya sekitar batok kepala. Mereka tidak pernah akan tahu bahwa batok kepalanya sangat terbatas dibandingkan dengan orang lain.

Alasan penolakan orang-orang Nazareth kepada Yesus sangat artifisial, primordial dengan basis argumentasi yang sangat dangkal. Semua alasan itu menjadi tembok yang menutup hati mereka untuk menerima Yesus dan ajaran-Nya.

Padahal hati mereka sangat merindukan ajaran dan mukjizat dari Yesus sebagaimana yang mereka dengar dan bahkan saksikan di Kapernaum.

Orang-orang kampung Nazareth ini sesungguhnya sangat terpesona dengan kewibawaan Yesus dalam menyampaikan ajaran-Nya. Namun hati mereka telah kehilangan kepercayaan kepada Yesus.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 28 Juli 2021: Harta Terpendam

Iman hilang ketika hal-hal yang berbau primordialisme dan kepicikan cara pandang hadir. Yesus tidak dapat melakukan mukjizat-mukjizat besar di kampungnya.

Yesus lalu meninggalkan Nazareth.  Warta keselamatan menjauh dari hidup keagamaan dan pergulatan iman orang-orang Nazareth.

Kita paham bahwa sebagai manusia, Yesus pasti kecewa. Mungkin sangat sakit hati. Tapi Yesus tidak berhenti pada ranah sentimental dangkal itu. Yesus justru menerima itu sebagai bagian utuh dari rencana sejarah keselamatan Allah.

Warta keselamatan harus terus disampaikan kepada bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Sabda Bahagia harus terus diwartakan kepada semua orang tanpa batas-batas atas nama suku, agama, keluarga, status sosial, kekayaan dan sebagainya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 27 Juli 2021: Musim Menuai

Justru warta keselamatan harus meruntuhkan batas-batas tradisional itu agar rahmat Allah merasuki hati semua orang dan menggenangi seluruh alur hidup.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita menjadi orang-orang Nazareth zaman ini yang angkuh di tengah kemajuan teknologi lalu menyepelekan bahkan menghilangkan Tuhan dari ruang terdalam hati kita?

Kita menjadi pengikut-Nya sejak dahi kita disiram air permandian oleh pastor. Kita hanya menangis karena air dingin mengaliri dahi dan wajah kita.

Iman kita tumbuh seiring perkembangan hidup. Kita mesti membuka hati kita agar Tuhan menemukan ruang tinggal di dalamnya. Kita singkirkan cara pikir picik dan cara pandang dangkal yang mengerangkeng kita dalam keterasingan akut terhadap sentuhan warta keselamantan dari Tuhan Yesus.

Kita menerima Yesus dalam hati kita agar Ia mengerjakan mukjizat dalam diri, hidup dan karya kita.

Kesaksian hidup Kristiani yang benar dan baik tidak akan membuat Yesus kecewa dan meninggalkan “Nazareth” hati kita. *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved