Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 30 Juli 2021: “Nazareth”

Yesus kembali ke Nazareth, kampung asalnya. Ia kembali bukan sebagai orang asal kampung, tapi sebagai nabi bersama murid-murid-Nya.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Orang bisa saja berkembang dalam hidup karena pengalaman bersentuhan dengan “dunia lain” di luar daerah asal.

Kalau lahir sampai mati hanya mendekam di urat kampung, maka perkembangan otak juga hanya sekitar batok kepala. Mereka tidak pernah akan tahu bahwa batok kepalanya sangat terbatas dibandingkan dengan orang lain.

Alasan penolakan orang-orang Nazareth kepada Yesus sangat artifisial, primordial dengan basis argumentasi yang sangat dangkal. Semua alasan itu menjadi tembok yang menutup hati mereka untuk menerima Yesus dan ajaran-Nya.

Padahal hati mereka sangat merindukan ajaran dan mukjizat dari Yesus sebagaimana yang mereka dengar dan bahkan saksikan di Kapernaum.

Orang-orang kampung Nazareth ini sesungguhnya sangat terpesona dengan kewibawaan Yesus dalam menyampaikan ajaran-Nya. Namun hati mereka telah kehilangan kepercayaan kepada Yesus.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 28 Juli 2021: Harta Terpendam

Iman hilang ketika hal-hal yang berbau primordialisme dan kepicikan cara pandang hadir. Yesus tidak dapat melakukan mukjizat-mukjizat besar di kampungnya.

Yesus lalu meninggalkan Nazareth.  Warta keselamatan menjauh dari hidup keagamaan dan pergulatan iman orang-orang Nazareth.

Kita paham bahwa sebagai manusia, Yesus pasti kecewa. Mungkin sangat sakit hati. Tapi Yesus tidak berhenti pada ranah sentimental dangkal itu. Yesus justru menerima itu sebagai bagian utuh dari rencana sejarah keselamatan Allah.

Warta keselamatan harus terus disampaikan kepada bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Sabda Bahagia harus terus diwartakan kepada semua orang tanpa batas-batas atas nama suku, agama, keluarga, status sosial, kekayaan dan sebagainya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 27 Juli 2021: Musim Menuai

Justru warta keselamatan harus meruntuhkan batas-batas tradisional itu agar rahmat Allah merasuki hati semua orang dan menggenangi seluruh alur hidup.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita menjadi orang-orang Nazareth zaman ini yang angkuh di tengah kemajuan teknologi lalu menyepelekan bahkan menghilangkan Tuhan dari ruang terdalam hati kita?

Kita menjadi pengikut-Nya sejak dahi kita disiram air permandian oleh pastor. Kita hanya menangis karena air dingin mengaliri dahi dan wajah kita.

Iman kita tumbuh seiring perkembangan hidup. Kita mesti membuka hati kita agar Tuhan menemukan ruang tinggal di dalamnya. Kita singkirkan cara pikir picik dan cara pandang dangkal yang mengerangkeng kita dalam keterasingan akut terhadap sentuhan warta keselamantan dari Tuhan Yesus.

Kita menerima Yesus dalam hati kita agar Ia mengerjakan mukjizat dalam diri, hidup dan karya kita.

Kesaksian hidup Kristiani yang benar dan baik tidak akan membuat Yesus kecewa dan meninggalkan “Nazareth” hati kita. *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved