Peneliti Militer Ini Berani Sebut Bukan Andika Perkasa Atau Yudo Margono Jadi Panglima TNI, Cek Ini
Hingga saat ini belum ada kepastian nama menyangkut figur yang bakal menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
POS-KUPANG.COM – Hingga saat ini belum ada kepastian nama menyangkut figur yang bakal menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
Padahal belakangan ini sudah disebut-sebut dua nama yang berpeluang mengemban jabatan tersebut.
Dua nama yang selalu disebut punya peluang menjadi Panglima TNI, yakni Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana Yudo Margono.
Sementara saat ini, muncul nama Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Fadjar Prasetyo, yang juga punya peluang untuk jabatan tersebut.
Baca juga: KSAD Andika Perkasa Paling Kaya Tapi KSAL Yudo Margono Berpeluang Tinggi Jadi Panglima TNI, Kenapa?
Meski nama-nama ini selalu menjadi bahan pergunjingan, namun sampai sekarang belum ada keputusan soal itu.
Untuk menjawabi hal ini, Peneliti Militer dan Keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengungkap fakta terbaru.
Hal terbaru yang diungkap Khairul Fahmi, adalah soal masa jabatan dari tiga kandidat yang disebut-sebut layak jadi Panglima TNI itu.
Disebutkan, Jenderal Andika Perkasa dan KSAL Laksanama Yudo Margono, memang menjadi calon kuat Panglima TNI.
Baca juga: Kapolri, Panglima TNI, dan Menkes Kunjungi Lokasi Vaksin, LDII Tuai Apresiasi
Namun, Jenderal Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun tahun 2022 dan Laksamana Yudo Margono pensiun tahun 2023.
Begitu pula dengan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo yang akan segera pensiun.
Berangkat dari kondisi ini, maka tidaklah berlebihan kalau sampai sekarang nama-nama calon Pangima TNI belum diserahkan ke legislatif.
Soalnya, kandidat Panglima TNI itu akan memasuki masa pensiun sebelum tahun 2024.
Baca juga: LGBT Pernah Coreng Nama TNI,Calon Panglima TNI Laksamana Yudo Beri Peringatan Keras,Ancamannya Tegas
Padahal di tahun 2024 mendatang stabilitas keamanan negara bakal terganggu lantaran agenda Pemilu Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pilpres 2024.
Khairul Fahmi mengatakan, sesuai ketentuan undang-undang, Presiden Jokowi tetap saja harus memilih salah satu dari ketiga staf matra TNI tersebut.
Kecuali jika tiba-tiba ada pergantian salah satu kepala staf, maka kemungkinan akan muncul kandidat baru.
"Kecuali dalam waktu dekat ada penggantian di jajaran kepala staf sehingga memungkinkan munculnya kandidat baru di luar tiga nama yang ada saat ini," kata Khairul kepada KOMPAS TV, Senin 26 Juli 2021.
Baca juga: Bursa Calon Panglima TNI Memanas, Andika Perkasa & Yudo Margono Berpeluang, DPR RI Pilih Siapa?
Menurut dia, menjadikan tahun penyelenggaraan hajatan demokrasi sebagai variabel yang seolah-olah sangat penting dalam penentuan calon Panglima TNI, adalah residu masa Orde Baru.
"Masa di mana TNI memiliki peran dominan dan sangat penting dalam agenda sosial politik negara dan pengelolaan pemerintahan," ujarnya.
Ia menyebut, agenda reformasi adalah menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional dan mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional dengan membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara.
"Apalagi dalam urusan-urusan politik sektoral bahkan elektoral. Saat ini, netralitas TNI mestinya adalah harga mati," katanya.
Baca juga: Begini Sepak Terjang dan Profil Dari 3 Kandidat Yang Berpeluang Ganti Panglima TNI
Meski begitu, kata Anam, kepentingan politik itu niscaya tak terhindarkan.
Karena pergantian pucuk pimpinan di TNI merupakan sebuah proses politik.
Yang tidak patut adalah jika para bakal calon ini kemudian menggunakan instrumen atau kekuatan politik tertentu untuk memperkuat peluang untuk dipilih.
"Sulit membayangkan hal itu akan bisa terbebas dari komitmen-komitmen transaksional bahkan kontraktual," kata dia.
Baca juga: Heboh Mantan Panglima TNI Ini Bocorkan Pasukan Setan Pembasmi KKB Papua Ganas Tapi Tak Ampuh, Siapa?
Khairul Singgung Urusan LGBT
Sebelumnya, Khairul Fahmi juga sempat memberikan imbauan terhadap siapapun pengganti Hadi nanti.
Salah satunya adalah memberantas praktik lesbian, gay, biseksual, atau transgender (LGBT) di dalam tubuh prajurit TNI.
"Panglima TNI yang baru harus mampu menjawab tantangan bagaimana membangun pola pembinaan personel yang tak membuka peluang terjadinya praktik disorientasi seksual dalam kehidupan prajurit," kata Khairul kepada Kompas TV, Minggu 27 Juni 2021.
Menurut dia, muncul praktik disorientasi seksual itu merupakan sebuah risiko dari sistem pendidikan berasrama.
Baca juga: Heboh Mantan Panglima TNI Ini Bocorkan Pasukan Setan Pembasmi KKB Papua Ganas Tapi Tak Ampuh, Siapa?

Oleh sebab itu, Panglima TNI nanti harus mencari solusi terbaik agar persoalan itu tak ada lagi, karena konsep tinggal berasrama akan selalu melekat di TNI.
"Karena bagaimanapun, konsep pendidikan berasrama tak mungkin dihindari di lingkungan TNI," ujarnya.
Ia mengapresiasi sikap dari KASAL, Laksamana Yudo Margono yang mengingatkan secara terbuka ihwal bahaya LGBT di dalam kehidupan prajurit dan bila ada anggotanya yang terbukti, maka akan menerima sanksi berupa pemecatan.
"Namun alangkah baiknya peringatan dan ancaman sanksi tegas itu juga ditekankan pada jajaran pimpinan lembaga/satuan, perwira tinggi dan perwira menengah.
Baca juga: Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Kirim Paket Sembako untuk Korban Bencana di NTT dan NTB
Ia berharap kasus ini tak terjadi lagi di Lingkungan TNI, karena itu mencoreng sebuah nama baik dari sebuah lembaga negara.
"Namun tentu saja tak boleh lengah dan abai, apalagi sampai menutup-nutupi jika memang terjadi," kata dia.
Berita Lain Terkait Panglima TNI
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Kemungkinan Munculnya Kandidat Baru Panglima TNI Selain Jenderal Andika Perkasa dan Laksamana Yudo