Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Sabtu 17 Juli 2021: Buluh dan Sumbu

Buluh mudah patah karena batangnya tipis dan kosong di bagian dalam. Buluh yang patah biasanya tidak bisa dipergunakan lagi dan dibuang.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik Sabtu 17 Juli 2021: Buluh dan Sumbu (Matius 12:14-21)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Buluh adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di pinggir sungai. Buluh bisa dipergunakan sebagai bahan anyaman atau bahan untuk membuat seruling. Bisa juga untuk mengalirkan air dari sumber.

Tapi buluh mudah patah karena batangnya tipis dan kosong di bagian dalam. Buluh yang patah biasanya tidak bisa dipergunakan lagi dan dibuang.

Sumbu itu bagian dari sebuah pelita. Sumbu terbuat dari benang, sehingga mudah menyerap minyak dan mudah dinyalakan. Sumbu akan bernyala terang sejauh masih tersedia minyak di dalam pelita.

Tanpa adanya minyak, sumbu menjadi kering, bernyala sesaat dan kemudian pudar serta meninggalkan asap yang bisa membuat sesak napas. Sumbu yang pudar membuat pelita juga tidak berguna.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 17 Juli 2021: Belajar dari “Hamba Yahwe”

Buluh dan Sumbu adalah 2 (dua) benda yang dipakai Yesaya dan dikutip Yesus dalam firman-Nya, "Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya" (Mat 12:20).

Buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya merupakan dua benda atau barang yang tidak lagi banyak berguna; dua barang yang akan dibuang atau disingkirkan.

Namun ternyata keduanya tidak dicampakkan. Buluh yang sudah patah itu tak diputuskan dan sumbuh yang sudah berkedip-kedip nyalanya tak dipadamkan. Keduanya masih tetap dianggap baik, tetap dipertahankan dan dipergunakan.

Membaca kata-kata firman itu, saya bermenung, bukankah kedua hal ini juga bisa menjadi gambaran diri dan kehidupan saya?

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 16 Juli 2021: Salus Animarum

Ada kalanya, saya merasakan dan mengalami kenyataan seperti buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyala. Artinya saya merasa diri saya seakan tak lagi berguna, pantas dibuang dan tidak dipergunakan lagi. Kehidupan saya sepertinya meredup, nyala semangat tinggal berkedip-kedip.

Bisa saja saya merasa dibuang karena setelah bertahun-tahun terlibat dalam kepengurusan organisasi, atau terlibat aktif dalam aneka pelayanan, kini tidak dilibatkan lagi.

Bisa jadi saya mengalami hilang gairah hidup, merasa disingkirkan, karena tak lagi dipilih dan menduduki jabatan tertentu. Saya merasa shock, terguncang, nyaris kalah dengan kehadiran dan keterlibatan orang baru.

Saya terjerumus jadi seorang yang ‘sensi’ dan "baper", karena tak lagi didengarkan pendapat, bahkan tak lagi diperhitungkan dalam forum apapun.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 16 Juli 2021: Ibadat Sejati

Kegagalan dalam usaha dan perjuangan, konflik dalam keluarga yang tak pernah berujung, "ditelikung" teman sendiri dalam pekerjaan, dan sebagainya, bisa membuat saya seperti buluh yang patah terkulai.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved