Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Senin 5 Juli 2021: Kekuatan Harapan

Perempuan menduduki posisi terendah dalam struktur sosial keagamaan bangsa Yahudi. Warga yang paling marjinal dalam dunia Semitis.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Senin 5 Juli 2021: Kekuatan Harapan (Mat 9:18-26)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Yesus menunjukkan wajah belas kasih kepada dua perempuan bangsa Yahudi. Perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun dan anak perempuan dari pemimpin Sinagoga.

Perempuan menduduki posisi terendah dalam struktur sosial keagamaan bangsa Yahudi. Warga yang paling marjinal dalam dunia Semitis.

Anak perempuan itu berada dalam posisi sangat marginal karena dia adalah seorang anak yang masih hidup dalam rumah ayahnya.

Maka ayahnya, seorang pemimpin Sinagoga, golongan elite dalam agama Yahudi yang datang kepada Yesus.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 5 Juli 2021: Percaya

Perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun dipinggirkan karena aliran darah di dalam tubuh jasmaninya telanjur distigma kotor membuat dirinya najis atau tidak bersih secara permanen di bawah hukum Yahudi.

Perempuan najis tidak boleh “hidup” dalam struktur sosial dan keagamaan (Im 15:25-30).

Menurut catatan Penginjil Markus dan Lukas, nama kepala rumah ibadat itu adalah Yairus dengan lokasi Sinagoga di Galilea (Mrk 5:22); (Luk 8:21).

Penyebutan nama dari kedua penulis Injil ini terkait dengan peristiwa mukjizat  Yesus membangkitkan anak perempuannya yang mati (Mrk 5:21–43; Mat 9:18–26; Luk 8:40-56). 

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 5 Juli 2021: Iman, Amin, Aman

Injil Matius memang mencatat peristiwa Yesus membangkitkan anak perempuan kepala rumah ibadat tetapi tidak menyebutkan nama Yairus.

Beberapa ahli menduga bahwa Injil Matius ini ditulis pertama-tama untuk orang-orang Yahudi dan Matius tidak ingin keluarga Yairus ini mendapatkan sorotan yang kurang baik.

Narasi Injil menginformasikan kepala Sinagoga dan perempuan pendarahan datang kepada Yesus dengan iman. Pemimpin sinagoga adalah golongan elite agama Yahudi.

Dia pasti mendengar, melihat dan tahu siapa itu Yesus. Tentu tidak mudah juga karena Yesus sangat keras mengkritik praktik agama Yahudi khususnya dalam rumah-rumah ibadat.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 4 Juli 2021: Terbuka

Tapi dia mengakui ke-Allah-an Yesus dengan memohon agar Yesus mau meletakkan tangan-Nya atas anak perempuannya sehingga hidup kembali (Mat 9:18).

Pemimpin Sinagoga ini memiliki mata iman untuk melihat bahwa hanya Allah yang dapat melakukan mukjizat yang terbahasakan dalam diri Yesus.

Perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun ini datang kepada Yesus dengan gerakan iman yang sama.

Ia datang dengan diam-diam karena dia tahu dan percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkannya (Mat 9: 21).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 2 Juli 2021: Panggilan Tuhan

Dengan mendekati Yesus dari belakang dan menyentuh jumbai jubah-Nya, perempuan itu mengungkapkan disposisi hatinya.

Ketiga Injil Sinoptik sama-sama menggunakan kata “menjamah” diartikan juga “menyentuh.” Ada proses komunikasi yang tidak lazim.

Sebagai perempuan yang najis, ia merasa enggan untuk berbicara dan memohon langsung kepada Yesus untuk menyembuhkannya.

Pakaian Yesus sungguh identik dengan Yesus. Pakaian dapat menjadi lambang jati diri pemakainya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 2 Juli 2021: Inovasi

Menurut hukum Yahudi, Yesus menjadi najis jika disentuh perempuan yang mengalami pendarahan yang dianggap najis, sekurang-kurangnya selama sehari yaitu sampai matahari terbenam dan harus membersihkan diri sebelum dapat menyentuh orang lain.

Namun, karena perempuan itu mengakui bahwa ia tidak lagi mengalami pendarahan saat menyentuh jubah Yesus, maka ia tidak lagi najis dan Yesus pun tidak menjadi najis.

Fakta Yesus menyembuhkan dan memulihkan kedua perempuan itu menjadi bukti bahwa nilai yang diutamakan oleh Yesus memang berbeda dengan nilai-nilai yang menjadi anutan artifisial dalam pandangan masyarakat dan agama Yahudi.

John Donahue dan Daniel Harrington dalam buku The Gospel of Mark (2005) mengatakan peristiwa ini menunjukkan bahwa "iman kepercayaan, khususnya yang dimiliki oleh perempuan yang mengalami pendarahan itu, dapat muncul dalam keadaan yang tampaknya tanpa harapan".

Baca juga: Renungan Harian Katolik 1 Juli 2021: Bangunlah, Angkatlah Tempat Tidurmu dan Pulanglah ke Rumahmu

Kombinasi cerita ini merupakan contoh "intercalation", yaitu satu insiden dimasukkan ke dalam insiden lain, dan membandingkan seorang perempuan tua yang sakit selama 12 tahun dengan seorang anak perempuan yang berusia 12 tahun.

Michael Keene dalam St Mark's Gospel and the Christian faith (2002) mengatakan ada hubungan antara Yairus dengan perempuan yang mengalami pendarahan itu, yaitu iman percaya yang besar kepada Yesus.

Kita diingatkan, betapa menderitanya perempuan tersebut selama 12 tahun menanggung penyakit pendarahan. Suatu penantian yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan luar biasa untuk mempertahankan dan merawat harapannya untuk sembuh dan bagaimana ia menjaga imannya tetap percaya kepada Allah.

Yesus mampu menghidupkan harapan yang sudah mati. Yesus tidak bisa tinggal diam di hadapan harapan yang besar dan kepercayaan yang tinggi dari manusia.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 30 Juni 2021: Kuasa Atas Setan

Yesus memberikan perhatian yang nyata. Kasih. Inilah yang menyembuhkan, yang menghidupkan. Itulah dahsyatnya berharap pada-Nya. Di situlah letak mukjizatnya.

Maka, asal saja kita datang kepada Yesus dan memohon pertolongan-Nya, sekalipun kita merasa diri atau dianggap (orang lain) tidak layak, Yesus akan memenuhi harapan hati kita. Tuhan mencintai kita sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana seharusnya. *

Renungan Harian Katolik lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved