BEM UI Sebut Jokowi The King Of Lip Service, Pria Ini Langsung Pasang Badan Bela Presiden, Siapa?

Presiden Jokowi diterpa kritikan yang luar biasa. Orang nomor satu ini di Indonesia ini dicap sebagai The King Of Lip Service.

Editor: Frans Krowin
Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai The King of Lip Service. Kritikan itu dilontarkan BEM UI melalui ciutan di akun @BEMUI_Official. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi diterpa kritikan yang luar biasa. Orang nomor satu ini di Indonesia ini dicap sebagai The King Of Lip Service.

Kritikan nan pedas tersebut dilontarkan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).

Kritikan itu disampaikan melalui akun @BEMUI_Official, organisasi kampus tersebut.

Dalam akun tersebut terungkap blakblakan bagaimana BEM UI mencap Presiden Jokowi sebagai the king of lip service. 

Baca juga: Muhammad Qodari Langgar Konstitusi, Serukan Dukungan Presiden Jokowi 3 Periode & Prabowo Jadi Wapres

Dalam postingan tersebut Presiden Jokowi menggunakan mahkota berwarna merah.

Hingga sore tadi, postingan tersebut mendapatkan 19 ribu likes dengan ribuan komentar dari nitizen.

Ketika dikonfirmasi, Fathan Mubina nama penghubung yang tertera dalam postingan itu mengungkapkan bahwa pernyataan itu memang sesuai dengan fakta yang ada di masyarakat.

Bahwa apa yang disebut Presiden Jokowi selama ini, sesungguhnya tidak sesuai dengan realita yang terjadi di masyarakat.

Baca juga: Duh, Ganjar Pranowo Tiba-tiba Dapat Peringatan Keras Dari Presiden Jokowi Saat Kunker, Soal Apa?

“Dari bidang sosial dan politik ada banyak isu yang perlu disikapi sesuai tupoksi BEM."

"Bahkan dari sejumlah hal, beberapa diantaranya yang memperlihatkan ada keterlibatan dengan presiden ,” ujar Fathan pada TribunJakarta lewat sambungan telepon, Minggu 27 Juni 2021.

Disebutkan pula bahwa dari pemberitaan media, sesungguhnya apa yang dinyatakan (Presiden Jokowi) tidak sesuai dengan fakta.

"Ada cenderung menunjukan tidak adanya keseriusan dalam merealisasikan pernyataan."

Baca juga: 39 Ribu KK Eks Timor Timur di Provinsi NTT Minta Keadilan Presiden Jokowi 

Jadi pernyataan BEM UI itu berangkat dari keresahan itu,” tandas Fathan yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI.

Fathan mengatakan, unggahan yang kini tengah viral itu pun tidak dimaksudkan untuk menyikapi isu tertentu, melainkan ‘review’ dari berbagai pernyataan Presiden Jokowi terhadap isu-isu yang ada.

“Pun sebenarnya postingan kita tidak diniatkan sebagai menyikapi isu tertentu, yang beredar sekarang kan KPK dan sebagainya."

"Di sini kita hanya mereview ulang, tentang bagaimana presiden itu menyikapi berbagai isu, dan sifatnya juga sejenis kompilasi semata dari berita yang beredar seperti yang kita tampilkan di referensi, untuk kami tanggapi, jadi untuk postingan konsepnya gitu,” ungkapnya.

Baca juga: Pasca Ditelepon Presiden Jokowi, Kapolri Cokok Pelaku Pungli di Tanjung Priok, Sebulan Rp 16 Miliar

Fathan juga mengungkapkan bahwa sudah sejak lama konten yang diunggah pihaknya di sosial media akan viral ketika menyinggung pihak tertentu.

“Polanya begitu dari dulu kalau kita menyinggung pihak tertentu, publik itu kadang tidak bisa membedakan antara personal dan tanggung jawabnya."

BEM UI, katanya, tidak berniat memojokkan Pak Jokowi sebagai suatu orang gitu, sebagai personalnya, tapi lebih pada tanggung jawabnya sebagai presiden,” tuturnya.

“Cuma karena mungkin situasi perpolitikan Indonesia, dan juga lingkungan media sosial aktivitas digital seperti itu, maka viralnya tak terelakkan gitu meskipun kita tidak berniat seperti itu,” imbuhnya.

Baca juga: Gibran Rakabuming Disebut Layak Pimpin KNPI, M Qodari Bilang Putra Presiden Jokowi Sangat Pantas

Terakhir, Fathan berujar bahwa viralnya unggahan tersebut cukup baik untuk menjadi perhatian masyarakat luas.

“Jadi tanggapannya sebenarnya ini baik untuk sekiranya menjadi perhatian untuk masyarakat, karena kita tuh sudah banyak eskalasi isu, dengan berbagai macam, yang substantif pun tidak dihiraukan, dan tanggapannya tidak terlalu baik, maksudnya tidak dikonsumsi dengan baik lah oleh publik,” ucapnya.

“Dan mungkin ini visualnya juga memang ada beberapa hal yang mungkin tidak bisa diterima beberapa golongan, cuma memang arahnya lebih ke penyikapan dari pemberitaan yang beredar di media,” pungkasnya

Terhadap pernyataan BEM UI tersebut, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman enggan memberikan respon.

Baca juga: Kader PAN Ini Gugat Presiden Jokowi 2,6 Triliun, Sekretaris Jenderal PAN Angkat Bicara, Kasus Apa?

Ia hanya mengatakan bahwa aktivitas BEM UI merupakan tanggungjawab institusi Universitas Indonesia.

"Segala aktivitas kemahasiswaan di Universitas Indonesia termasuk BEM UI menjadi tanggungjawab pimpinan Universitas Indonesia," kata Fadjroel kepada Tribunnews.com, Minggu 27 Juni 2021.

Sementara itu Tenaga Ahli Utama Kedeputian Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan kritikan yang dilontarkan BEM UI tersebut merupakan ekspresi mahasiswa.

Hanya saja ia menegaskan ekspresi tersebut harus disertai dengan data dan fakta.

Baca juga: Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila Diikuti Presiden Jokowi Secara Virtual

"Itu ekspresi dari adik adik mahasiwa dan tentu ekspresi harus mengandung data dan fakta yang harus direspon dengan data dan fakta juga" kata Donny Gahral Adian saat dihubungi Tribunnews.com.

Menurut Donny, pemerintah tidak anti kritik. Tapi jika disertai data dan fakta, maka dapat didiskusikan dengan pemerintah.

"Karena itu apabila ada data data kita berdisksi. Tetapi bahwa saya harus tegaskan pemerintah tidak anti kritik, asal kritik bisa dipertanggungjawabkan pasti akan direspon," katanya.

Dalam cuitannya di twitter, BEM UI mencontohkan pernyataan Jokowi soal tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK dan rindu di demo, yang pada kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan yang diucapkan.

Baca juga: Polemik TWK, Ini Permintaan Fahri Hamzah kepada Presiden Jokowi 

Terkait TWK tersebut Donny mengatakan bahwa presiden Jokowi sudah mengeluarkan pendapat dan opini.

Namun kata dia, keputusan ada di KPK karena lembaga antirasuah tersebut merupakan lembaga independen.

"Presiden kan sudah berpendapat dan beropini yang tentu saja KPK ini kan independen body sehingga akhir semua ini berpulang pada keputusan kolektif. Tapi presiden sudah berpendapat," tuturnya.

Sementara itu, terkait kritikan bahwa demonstran banyak yang ditangkap apabila melakukan aksi unjukrasa, menurut Donny, hal tersebut tidak bisa digeneralisir.

"Kalau soal demo, kita tidak bisa generalisir, harus dilihat satu persatu, case per case, apakah demonya mengandung unsur pidana sehingga ditangkap. Pada intinya pemerintah tidak antikritik asal kritik tersebut sesuai data dan fakta dan kita meresponnya dengan data dan fakta juga," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi Diminta DPR Tolak Proposal Alpalhankam Senilai Rp 1,7 Kuadriliun

Jokowi dan Iriana Saat berada di rumah beberapa waktu lalu di Solo
Jokowi dan Iriana Saat berada di rumah beberapa waktu lalu di Solo (Kompas.com)

Covid Jangan Jadi Alasan

Pandemi Covid-19 dinilai tak bisa menjadi alasan untuk memperpanjang atau menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati.

Khoirunnisa justru balik mempertanyakan kualitas kinerja penanganan pandemi Covid-19 sampai harus menambah masa jabatan Presiden.

“Masyarakat awam kemudian justru bertanya apakah kita membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengendalikan pandemi ini, sehingga masa jabatannya harus diperpanjang?”

Baca juga: Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila Diikuti Presiden Jokowi Secara Virtual

Pernyataan ini dilontarkan Khoirunnisa dalam diskusi daring bertajuk Keadilan Pemilu Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden.

Pernyataan ini disiarkan di Channel Youtube PUSaKO FHUA, Minggu 27 Juni 2021.

Ada pula usulan yang menyebut masa jabatan presiden ditambah tiga tahun dari yang seharusnya berakhir pada 2024.

 “Sekarang tahun 2021, seharusnya selesai di 2024, lalu kalau diperpanjang lagi tiga tahun. Artinya kan enam tahun lagi. Apakah artinya butuh enam tahun lagi untuk bisa menyelesaikan pandemi ini?” ujarnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Beri Peringatan Keras Soal Ini, Janji Tidak akan Tolerir pada Pelaku Pelaggaran

“Padahal masyarakat menginginkan pandemi ini bisa ditangani dalam waktu yang cukup singkat, karena masyarakat sudah cukup berat hidupnya dalam situasi seperti ini,” jelasnya.

Karena itu, gagasan penambahan masa jabatan presiden itu perlu ditolak.

Selain itu, dia menegaskan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan amanat reformasi.

“Gagasan ini perlu ditolak karena bertentangan dengan amanat reformasi,” ujarnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Bantu 5 Unit Combine Harvester untuk Sumba Tengah 

Khoirunnisa mengingatkan semangat reformasi 1998 atas pemerintahan Orde Baru adalah membatasi masa jabatan presiden.

Pembatasan masa jabatan presiden ini ditujukan agar tidak kembali terjerumus ke pemerintahan absolut atau otoriter.

“Pada saat itu, saya rasa, ketika pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pun, juga tidak ada menolak gagasan masa jabatan presiden yang hanya dua periode ini,” jelas Khoirunnisa.

Baca juga: Fahri Hamzah Minta Presiden Jokowi Berikan Kepercayaan Kepada Pimpinan KPK Perbaiki dari Dalam

Pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode, kata dia, ditujukan agar tidak mengulang kisah pada Orde Baru, yakni Presiden tidak terbatas masa jabatan dan kekuasaannya.

“Kepala negara itu juga manusia. Kekuasaan itu membuat terlena dan nyaman, sehingga bikin orang ingin terus berada dalam posisi itu. Justru itulah harus dibatasi,” ujarnya.

Berita Lain Terkait Presiden Jokowi

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perludem Sebut Pandemi Covid-19 Tak Bisa Jadi Alasan Tambah Masa Jabatan Presiden Jadi Tiga Periode

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BEM UI Sebut Jokowi King of Lip Service, Ini Respons Istana

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved