Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Jumat 25 Juni 2021: Kemauan
"Di mana ada kemauan di situ ada jalan". Kemauan menjadi penggerak utama. Ia datang dari dalam diri seseorang yang diarahkan oleh pikiran dan perasaan
Renungan Harian Katolik, Jumat 25 Juni 2021: Kemauan (Matius 8:1-4)
Oleh: RD. Fransiskus Aliandu
POS-KUPANG.COM - "Di mana ada kemauan di situ ada jalan". Kemauan menjadi penggerak utama. Ia datang dari dalam diri seseorang yang diarahkan oleh pikiran dan perasaannya.
Olehnya, selama masih ada ’kemauan’, ada hasrat, ada ‘niat baik’, maka akan selalu terbuka jalan, akan terkuak sebuah perspektif baru yang sebelumnya berada di luar kerangka berpikir kita.
Dengan ada kemauan, maka orang akan didorong untuk mengerjakan suatu hal dalam kehidupan nyata.
Kemauan bisa menentukan nilai pribadi seseorang. Kalau seseorang memiliki kemauan, sungguh "mau" menjadi baik, ia pasti dapat mewujudkannya.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Kamis 24 Juni 2021: San Juan
Tetapi kalau seseorang "tidak mau" menjadi baik, tak seorang pun dapat menolongnya.
Kupu-kupu adalah salah satu hewan yang mengalami metamorfose dalam siklus kehidupannya.
Perjuangan ulat bulu berubah menjadi kupu-kupu untuk keluar dari kokon/kepompong (pupa) sungguh merupakan pertaruhan hidup dan mati.
Kupu-kupu itu berjuang luar biasa kerasnya. Bila ada orang yang berusaha membantu untuk mengeluarkannya, maka sesaat sesudah keluar, kupu-kupu itu akan langsung mati, karena ia tak lagi merasa perlu berjuang lagi. "Kemauan"-lah yang membuat dia berjuang untuk hidup.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Rabu 23 Juni 2021: Palsu (Matius 7:15-20)
"Tuan", kata seorang sakit kusta kepada Yesus, "jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku" (Mat 8:2).
Ini adalah ungkapan permohonan yang keluar dari dalam diri seseorang yang memiliki kemauan untuk sembuh.
Bukan sebatas itu! Ungkapan kemauannya itu, terarah kepada Yesus, yang disampaikannya dengan sikap sujud menyembah.
Berarti kemauannya itu sungguh serius, tulus, berbasiskan kepercayaannya kepada Yesus.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Selasa 22 Juni 2021: Anjing dan Babi
Yesus selalu berkemauan untuk berbuat baik. Ia pun berani menuntut dari orang yang datang mengikuti dan minta pertolongan-Nya untuk juga memiliki kemauan berbuat baik.
Ia pasti dapat membaca dengan sangat jelas kemauan yang dimiliki oleh orang kusta itu.
Maka, Yesus langsung mengulurkan tangan-Nya, lalu menyentuh orang itu.
Yesus tidak lebih dulu berkata, "Aku mau, jadilah engkau tahir".
Tetapi Ia lebih dulu bertindak, baru sesudah itu Ia berucap kata.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Senin 21 Juni 2021: Lihatlah Titik Putih
Dengan cara ini Yesus menyatakan bahwa Ia bukan hanya "mau" menyembuhkan si kusta itu, melainkan malah mengasihinya sebagai saudara yang layak diperhatikan dan dikasihi.
Untuk diketahui, kala itu kusta adalah penyakit yang sangat mengerikan.
Seseorang yang menderita kusta, dianggap berbahaya dan terlebih najis, sehingga pasti dijauhkan, disingkirkan oleh orang lain.
Nah, Yesus justru mengulurkan tangan-Nya dan menyentuh orang itu. Dengan segala risiko. Termasuk risiko disebut "najis". Karena Ia mengasihinya dan hendak menyelamatkannya secara tuntas.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Sabtu 19 Juni 2021: MELEPASKAN (Matius 6:24-34)
Dari pengalaman, kita bisa saksikan bahwa orang sering melihat dan memberi apresiasi kepada sesamanya yang memiliki "kemauan" yang baik untuk maju, sembuh, sukses.
Kita pun mengalami bahwa kalau kita mempunyai kemauan, terbuka jalan bagi kita untuk menggapai apa yang kita idamkan.
Kiranya terhadap Tuhan, di hadapan-Nya, kita selalu menunjukkan kemauan kita untuk datang sujud menyembah-Nya, untuk memohon pertolongan-Nya.
Kemauan kita yang tulus, pasti akan membuat Tuhan berbuat lebih daripada apa yang kita minta daripada-Nya.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Kamis 24 Juni 2021: Menjadi Apakah Anak Ini Nanti?
Tapi dalam hidup, kita pun sering berhadapan dengan sesama yang terdorong oleh kemauannya, baik langsung atau tidak langsung, menyampaikan permohonannya, meminta pertolongan.
Apa sikap kita? Apakah ada kemauan kita untuk menanggapinya? Siap menolong? Siap berbagi? Siap mendoakan?
Dan, ini pun penting, "kemauan" kita yang lurus dan tulus, harus juga berani untuk tidak terlalu pusing dengan segala risiko apa pun, berapa pun taruhannya.*