Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 21 Juni 2021: Lihatlah Titik Putih
Ini dongeng tentang Yesus. Suatu kesempatan Ia bepergian dengan para murid-Nya.
Renungan Harian Katolik, Senin 21 Juni 2021: Lihatlah Titik Putih (Matius 7:1-5)
Oleh: RD. Fransiskus Aliandu
POS-KUPANG.COM - Ini dongeng tentang Yesus. Suatu kesempatan Ia bepergian dengan para murid-Nya. Di perjalanan, terlihat seekor anjing yang telah mati. Seorang murid menginjak kaki anjing itu dan menyatakan kejijikannya.
Di mata khalayak ramai, anjing adalah binatang kotor, najis. Tetapi Yesus berhenti sejenak. Lalu sambil melihat ke anjing naas itu, Ia berkata, "Coba lihat! Giginya putih banget seperti mutiara". Yesus melihat sesuatu yang indah pada anjing yang mati itu.
Dongeng itu setidaknya mengajarkan bahwa betapa pun buruknya seseorang, kita tetap harus bisa melihat sesuatu yang baik pada dirinya, meskipun tinggal senoktah kecil yang ada padanya. Biar bagaimana pun ia juga tetap adalah citra Tuhan.
Seluruh hidup seorang manusia adalah pencampuradukan antara yang baik dan yang buruk. Pada yang terbaik akan diketemukan juga yang buruk dan pada yang terburuk akan diketemukan juga yang baik. Barangkali pada yang terburuk akan lebih nampak keburukannya, tapi cahaya kebaikan tetap ada meski tinggal berkedip-kedip nyalanya.
Tapi sayangnya peribahasa lama tetap berlaku, "Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak". Maksudnya jelas, manusia lebih mudah menilai orang lain daripada menilai diri sendiri. Kayaknya orang merasa paling mengerti tentang diri orang lain. Padahal, apakah orang bisa benar dan utuh membaca pikirannya dan mengukur kedalaman hati orang lain?
Kabar buruknya, manusia itu lebih mudah melihat hal-hal yang buruk pada diri orang lain daripada kebaikannya. Diakui atau tidak, itulah fakta yang ada. Orang memang lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada kebaikannya. Jika orang lain melakukan kesalahan sedikit saja, orang akan dengan mudah menilai dan menghakiminya dengan cara dan pola pikir dirinya sendiri. Orang seakan lupa mengenai semua kebaikannya.
Memang kelihatannya mudah melihat kesalahan orang lain dan terasa seperti ada kenikmatan tersendiri menyalahkan orang lain. Apalagi saat orang tertimpa hal-hal buruk. Padahal menyalahkan orang lain itu jarang menyelesaikan masalah; pasti sulit untuk bisa memperbaiki orang lain.
"Seseorang merasa gatal di pantatnya. Dia menggaruk-garuk kepalanya. Gatalnya tidak akan hilang". Itulah cara Ajahn Chah, guru para biksu, menggambarkan orang yang menyalahkan orang lain. Ibarat gatalnya di pantat, tapi yang digaruk justru di kepala.
Yesus mengajak kita untuk sejenak bermenung, pun introspeksi, "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu" (Mat 7:3-5).
Ada 2 (dua) hal bisa muncul dalam permenungan pribadi kita. Pertama, Yesus mengajarkan begitu, karena belum pernah ada seorang, dan tidak akan ada seorang yang jatuhnya sekian dalam sehingga Tuhan tidak dapat menjangkaunya lagi, dan cinta Tuhan tidak dapat merangkulnya lagi. Ia membuktikan itu dalam hidup-Nya. Kita ingat kata-kata-Nya, "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Luk 5:32).
Kedua, kalau kita hanya melihat sisi gelap pada diri orang lain, termasuk juga hanya fokus pada kelebihan diri kita sendiri; maka kita justru tak akan pernah membantunya berdiri tegak, malah kita akan menghancurkannya. Ini tak berarti kita tak boleh kritis terhadap orang lain. Tetapi aksentuasinya lebih pada perhatian yang terfokus hanya pada kesalahan dan mencari-cari kesalahan orang lain.
Orang bijak berpesan, "Janganlah mencakar-cakar di dalam abu api, tetapi carilah dengan segera arang yang masih berapi, betapa pun kecilnya api itu, dan mulailah meniup, dan terus-menerus meniup, sampai kelihatan suatu nyala api".*
Artikel renungan harian katolik lainnya DI SINI