Opini Pos Kupang
Kisah Pilu Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Terasa sejuk hembusan udara di Kampung Ndora, Kabupaten Nagekeo-Flores-NTT-Indonesia
Oleh: Yohanes Mau, Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe
POS-KUPANG.COM - Terasa sejuk hembusan udara di Kampung Ndora Kabupaten Nagekeo-Flores-NTT-Indonesia. Sandiwara realitas hari ini tidak mengalir seperti kemarin. Masih ada sisa-sisa nuansa kemarin tentang canda dan tawa ria bersama di antara kita.
Namun hari ini bersama hangat mentari engkau pergi jauh untuk selamanya. Pergi dengan cara yang tak lazim. Pergi tinggalkan anak-anak negeri hingga keabadian. Napasmu selesai di ujung runcing sebuah pisau.
Pisau itu mengalirkan hasrat binatang dari binatang yang berakal budi yang berakal binatang. Ratap dan tangis air mata anak negeri meleleh basahi pipi tak tertahankan.
Mengenang akan kisah yang telah terpoles di setiap lembaran sejarah hidup anak negeri. Terlalu sedih. Mau bilang apa lagi. Itulah kisah pilu yang menghujani awal kemarau di Ndora-Nagekeo-Flores-NTT.
Baca juga: Prediksi Portugal Vs Jerman, Cristiano Ronaldo Cs Diunggulkan di EURO 2020, Cek Klasemen Euro 2020
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Jumat 18 Juni 2021: Menjadi Berkat
Kata-kata sejukmu masih dambaan hati anak negeri namun kini segalanya tinggal cerita. Engkau tenggelam bersama senja sebelum saat itu tiba. Cerita ini akan abadi bersama musim dan waktu yang pergi melebur dalam menenun tahun dan abad.
Ibu Delviana Azi cara pergi meninggalkan anak-anak didikmu adalah pedih yang menyayat hati insan berhati. Aku tahu rindu hati terdalammu. Pasti energi cinta untuk hidup seribu tahun lagi itu masih ada. Energi cinta untuk menjadi suluh jalan menuju bahagia masa depan anak masih ada. Namun sayangnya guru napasmu selesai di ujung runcing pisau.
Membaca kisah tragismu lewat berbagai media terkini menghentak laraku. Aku termenung di sunyi hidupku. Aku bertanya, "Mengapa mesti terjadi demikian?" Ternyata mata dan hati manusia tertutup oleh luapan rasa emosi. Tiada lagi ruang untuk hati meliarkan dan sebarkan aroma kebajikan kepada sesama sebagai representasi dari akun yang lain.
Baca juga: Dulu Bela Ahok, Kini Nusron Wahid Kritik BTP yang Hapus Kartu Kredit Direksi Pertamina Rp 30 Miliar
Baca juga: Sr.Esto Mengaku Anak-Anak Korban Eksploitasi Ingin Pulang
Lantas ini salah siapa? Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan ini tak perlu mengklaim siapa salah dan siapa yang benar. Jawaban itu hanyalah pemuas dahaga rasa ingin tahu dari sebuah persoalan.
Sebuah aturan ada dan diadakan oleh manusia dari manusia dan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ada aturan di dalam keluarga, sekolah, perusahaan, masyarakat dan aturan pribadi. Muara dari aturan itu adalah menuju bahagia besok yang lebih baik dari masa-masa silam.
Aturan ada agar terjadi keseimbangan dalam melakonkan hidup. Aturan menata hidup menjadi indah kalau dihargai dan dihormati bahwa di balik aturan itu makna indah terselubung.
Menaati dan menjalani sebuah aturan di lembaga sekolah itu tidak lain Anda membiarkan gelap hidup pergi. Menaati aturan sekolah adalah membuka relung hati yang gelap kepada dunia.
Menaati aturan sekolah adalah cara terbaik menggenggam dunia dalam hangat cinta yang membias tanpa kalkulasi. Tapi persoalan dan musuh terbesar yang sulit dikalahkan oleh manusia di bumi ini adalah emosi.
Manusia tak mampu mengelolah emosi secara baik. Manusia membiarkan hati digerogoti oleh virus emosi hingga tenggelamkan kebajikan yang terpancar dari lubuk hati terdalam.
Kisah piluh meninggalnya Ibu Delviana Azi Kepala Sekolah SDK Ndora-Nagekeo-Flores ini adalah korban ketidakmatangan emosi dari orangtua wali. Peristiwa naas ini menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk mengenal hati secara baik dan benar. Mengenal hati artinya mampu menjaga dan merawat hati dari aneka tawaran virus zaman.