Kasus Eksploitasi Anak di Maumere, Veronika Ata : Perlu Dilakukan Sidak
merupakan pelanggaran hak anak karena mempekerjakan anak dan mengeksploitasi anak.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Kasus Eksploitasi Anak di Maumere, Veronika Ata : Perlu Dilakukan Sidak
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Terkait kasus eksploitasi anak yang terjadi di Maumere, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT), Veronika Ata mengatakan perlu dilakukan sidak.
"Perlu dilakukan monitoring bahkan perlu sidak pada THM (Tempat Hiburan Malam)" kata Tory, Rabu, 16 Juni 2021.
Kasus tersebut, kata dia, merupakan pelanggaran hak anak karena mempekerjakan anak dan mengeksploitasi anak.
" Kami mengapresiasi Polda NTT yang sigap terhadap informasi terkait THM yang mempekerjakan anak. Sangat disesali karena karena masih banyak pihak yang menjebak anak, mempekerjakan dan mengeksploitasi anak. Mestinya tidak boleh menempatkan dan membiarkan anak tereksploitasi," sesal Tory.
Baca juga: Biodata dan Profil Veronika Ata, SH,M.Hum, Ketua LPA NTT
Dia melanjutkan, kita memiliki regulasi yang memberikan perlindungan terhadap anak. Sesuai pasal 6 ayat 3, UU no. 35/2014 tentang Perlindungan anak diatur bahwa : Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Selanjutnya dalam pasal 88 UU Perlindungan Anak diatur: Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Baca juga: Harapan Ketua LPA NTT Veronika Ata untuk Julie Sutrisno Laiskodat
"Karena itu kami mengharapakan agar Polda NTT menindaklanjuti temuan ini, melakukan penyidikan terhadap para pemilik Tempat Hiburan Malam yang mengeksploitasi anak-anak," ujarnya.
Menurut dia, 17 anak dari 25 orang yang ditemukan dalam kasus ini, merupakan jumlah yang besar.
"68 persen adalah anak. Ini adalah pelanggaran hak anak. Semoga Polda NTT tetap proses kasus ini, dan juga patut memberikan perlindungan bagi anak yang sedang menjadi korban," katanya.
Tory juga berharap agar pemerintah lebih selektif dalam memberi izin kepada pihak yang membuka tempat hiburan dan harus ada syarat bahwa tidak dapat mempekerjakan anak.
Baca juga: Ketua LPA NTT Veronika Ata: Pelajar yang Hamil Harus Tetap Sekolah
"Jika diketahui ada yang melanggar, maka mestinya ditutup, tidak bisa didiamkan saja," ujarnya.
Sementara terkait data anak yang dipekerjakan, Tory mengatakan, LPA NTT belum memiliki data yang lengkap.
"Gampang-gampang susah didapat. Kita harus minta dari Dinas Sosial," pungkasnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi)