Ketua LPA NTT Veronika Ata: Pelajar yang Hamil Harus Tetap Sekolah

Kata Ketua LPA NTT Veronika Ata: Pelajar yang lagi Hamil harus tetap Sekolah

Penulis: Edy Hayong | Editor: Kanis Jehola
PK/VEL
Veronika Ata, SH, MH 

Kata Ketua LPA NTT Veronika Ata: Pelajar yang lagi Hamil harus tetap Sekolah

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pelajar atau siswa yang hamil diharapkan bisa tetap bersekolah sampai tamat. Pelajar yang menghadapi masalah perlu juga dilakukan pendampingan oleh sekolah.

Hal ini disampaikan Ketua LPA NTT, Veronika Ata, S.H, M.H, Senin (7/10/2019). Menurut Veronika, LPA NTT selalu memberi imbauan kepada semua lembaga pendidikan agar memahami dan melaksanakan UU No: 35/ tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan Peraturan Daerah NTT no. 7/ 2012 tentang Perlindungan anak.

Puskesmas Batakte Tarik Peredaran Produk Ranitidin, Puskesmas Tarus Tunggu Petunjuk

"Kita harapkan, jika ada anak atau perempuan yang bermasalah atau mengalami kekerasan ,maka lembaga pendidikan harus memberi ruang kepada anak untuk menyelesaikan pendidikannya. Misalnya ada yang hamil, maka harus diberi kesempatan yang bersangkutan untuk selesaikan pendidikannya," kata Tory sapaan Veronika Ata.

Dia mengharapkan, agar Lembaga Pendidikan memiliki tata tertib dan kode etik terkait kekerasan terhadap anak terutama kekerasan seksual. Karena itu, perlu mata pelajaran yang relevan dan upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak.

Dinas PUPR Butuh Tambahan Rp 6,5 Miliar Selesaikan Kantor Bupati Sikka

Bahkan, lanjut Tory dalam amanat Perda NTT No 7 tahun 2012 tentang Perlindungan Anak mengatur tentang hal tersebut, khususnya pada Pasal 31 menyebutkan 'Anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang mengalami kehamilan di luar pernikahan dan anak korban penularan HIV/AIDS dilindungi hak-haknya guna memperoleh pendidikan' .

Dikatakan, ada beberapa sekolah sudah menerapkannya, namun masih terdapat satu atau dua sekolah yang memindahkan anak , bahkan mengeluarkan dari sekolah dengan alasan menjaga nama baik sekolah.

"Sesungguhnya kita mengutamakan perlindungan anak, bukan demi nama baik sekolah dan mengorbankan anak yang sesungguhnya sudah menjadi korban," katanya.

Menurut Tory, apabila ada anak (murid) perempuan yang menghadapi masalah, sebaiknya guru perempuan yang bertugas dalam memberi layanan konseling maupun bimbingan. Hal ini untuk melakukan tindakan pencegahan terjadi kekerasan seksual.

Sedangkan tindakan penanganan melalui menindak pelaku dengan tegas dan memberi perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan sexual dan memberi ruang kepada anak untuk menyelesaikan pendidikannya.

Selama ini LPA NTT mendampingi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) termasuk didalamnya anak yang menjadi korban. Ada Siswi SMP dan SMA yang menjadi korban kekerasan seksual bahkan terdapat anak SD yang menjadi korban bahkan sampai ada yang hamil.

"Kami pernah mendampingi dua puluhan anak yang menjadi korban kekerasan seksual di sekolah. Hal ini sangat disesalkan dan menjadi prihatin karena anak yang mestinya dilindungi dan sedang mengalami masa tumbuh kembang namun dicederai dengan berbagai peristiwa kekerasan yang melukai bathin dan fisik," katanya.

LPA NTT juga mengimbau kepada orang tua untuk serius memperhatikan dan melindungi hak anak.

Karena itu LPA NTT mengecam segala bentuk kekerasan terhadap anak baik di rumah, di komunitas, di sekolah maupun ranah lainnya.

"Menyerukan kepada semua kepala sekolah dan para guru untuk lebih ramah terhadap anak. Sangat ironis, pada saat Pemerintah menggalakan Sekolah Ramah Anak, Kabupaten, Kota Layak Anak bahkan Provinsi Layak Anak namun kekerasan terutama kekerasan seksual terus terjadi," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved