Warga Desa di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali, Marselinus Jeramun:Catatan Merah Perumda Wae Mbeliling
Warga 1 Desa di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali, Marselinus Jeramun: Catatan Merah Bagi Perumda Wae Mbeliling
Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
Warga 1 Desa di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali, Marselinus Jeramun: Catatan Merah Bagi Perumda Wae Mbeliling
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Wakil Ketua II DPRD Manggarai Barat (Mabar), Marselinus Jeramun menilai, fakta satu desa di Labuan Bajo yang mengonsumsi air kali merupakan paradoks, Sabtu 5 Juni 2021.
Ribuan warga yang mengonsumsi air kali tersebut berada sekitar 10 km dari Labuan Bajo, terletak di Desa Persiapan Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.
"Ini sebuah paradoks yang kita hadapi, saat label begitu banyak ke daerah kita ini masalah kebutuhan dasar ini belum tercukupi dengan baik. Kalau saya dulu mengatakan ini catatan merah bagi unit kerja (Perumda Wae Mbeliling Mabar), yang menangani ini, unit kerja yang menangani urusan air minum," tegasnya.
Marselinus menuturkan, Pemda Mabar dalam 3 tahun terakhir ini sudah menyerahkan sepenuhnya urusan pemenuhan air dalam kota maupun daerah penyangga kepada Perumda Wae Mbeliling.
Menurutnya, peranan Perumda Wae Mbeliling sebagai BUMD ini tidak serta merta menghilangkan fungsi pelayanan pemerintah, badan ini harus lebih mengutamakan kepentingan pemenuhan air bagi masyarakat.
"Dia (BUMD) harus ambil peran fungsi pelayanan. Ini yang belum dijalankan. Ini juga menjadi catatan merah untuk manajemen Perumda Wae Mbeliling, karena sangat tidak mungkin, sangat tidak masuk akal masyarakat secara turun-temurun Itu mempunyai hak penguasaan air minum, tiba-tiba pada akhirnya tidak bisa menikmati airnya sendiri," katanya.
"Tadi disebutkan Lobohusu, yang paling lama masyarakat di Melo, itu sudah menjerit, sudah minta berkali-kali, tidak banyak kok. Tapi Perumda Wae Mbeliling belum bisa menjawabi secara baik dan benar," tambahnya.
Politisi Partai PAN ini menegaskan, pemerintah harus secepatnya mengurai masalah krisis air tersebut dan jangan dibiarkan berlarut-larut.
"Masyarakat ini tidak boleh tidak mendapatkan air yang layak untuk dikonsumsi. Kalau bicara terkait anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar ini, saya kira terlalu luar biasa oleh pemerintah," katanya.
"Hanya kembali pada instansi teknis kurang terlalu serius menerjemahkan visi besar baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, bupati dan wakil bupati dalam hal ini. Oleh karena itu saran saya ke depan harus cari orang-orang yang betul-betul tahu bagaimana mengelola air, dan tahu untuk siapa air itu diperuntukkan," katanya.
"Jangan hanya berpikir profit, berpikir bisnis, sampai sekarang belum jelas berapa keuntungannya kok. Dua-duanya tidak dapat, profit tidak dapat, fungsi pelayanan tidak dapat, ini yang saya kira catatan penting yang saya soroti Unit layanan pemerintah yang menangani air," jelasnya.
Marselinus meminta, Perumda Wae Mbeliling secepatnya merespon persoalan air di desa tersebut.
Menurutnya, Perumda Wae Mbeliling memiliki infrastruktur, pada jangka menengah Perumda Wae Mbeliling menyiapkan pipanisasi air bagi masyarakat yang membutuhkan
Selanjutnya, untuk saat ini harus dilakukan suplai air untuk warga melalui mobil tanki air.
"Emergensi menggunakan mobil-mobil tanki yang mereka miliki, daripada hanya menjual kepada yang punya uang saja, sesekali ya memenuhi kebutuhan masyarakat itu juga menurut saya penting, (daripada) mengejar keuntungan yang juga tidak jelas apakah untung atau tidak kita ini," ujarnya.
Pihaknya pun akan meminta Perumda Wae Mbeliling untuk segera turun ke desa untuk melakukan survei.
"Saya sampaikan kepada pak bupati sebentar, ya secepatnya turun langsung ke lapangan, kita punya banyak mobil tanki baik di Perumda Wae Mbeliling, bencana alam karena tidak ada alasan. Pemerintah jangan menunda-nunda, tepatnya turun langsung, saya kira ini jauh lebih berdampak," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, kesulitan mengakses air bersih mengakibatkan ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), mengonsumsi air dari saluran irigasi pertanian, Kamis 3 Juni 2021.
Aktivitas ini dilakukan warga sejak dulu karena tidak ada alternatif akses air bersih.
Ironisnya, warga sering menemukan tinja (feses), yakni kotoran hasil pencernaan manusia.
Demikian disampaikan warga Kampung Weor Dusun Bancang, Desa Persiapan Golo Tanggar, Agustina ilut (24) didampingi rekannya Maria Nasti (20), saat ditemui usai menimba air irigasi.
"Kadang kami timba air masuk (tinja) dalam ember," keluh Maria Nasti diamini Agustina ilut.
Sebagai ibu rumah tangga, aktivitas menimba air irigasi yang bersumber dari kali Wae Rae dilakukan pada pagi dan sore hari.
"Kami ambil air dari selokan untuk keperluan memasak, minum, cuci, mandi kami semua ambil air untuk keperluan," jelas Agustina ilut.
Dijelaskannya, air yang ditimba tidak langsung digunakan, namun didiamkan beberapa saat agar lumpur dalam air dapat mengendap.
Akses air baku semakin sulut saat memasuki musim penghujan, sebab banjir yang terjadi mengakibatkan warga terpaksa menggunakan air yang bercampur lumpur.
"Kalau banjir air tidak bisa timba, kami tunggu 2 hari, paling pakai air hujan," bebernya.
Sebagai ibu rumah tangga, keduanya merasa sedih karena menggunakan air yang tidak layak untuk memenuhi kebutuhan anak serta anggota keluarga lainnya.
Sehingga, warga berharap agar Pemerintah Kabupaten Mabar dapat membantu akses air bersih bagi warga desa.
Baca juga: Waspada dan Hati-Hati, Soal Prediksi Cuaca di Wilayah Provinsi NTT, Begini Penjelasan BMKG
Kondisi masyarakat yang sering menemukan feses dibenarkan Pjs Sekdes Desa Persiapan Golo Tanggar, Fredirikus Ponce.
"Iya, setiap hari, kadang kalau pagi atau malam hari kita timba pasti muncul (tinja), karena sebagian warga di sana (hulu sungai), juga gunakan untuk mandi dan kebetulan buang air besar di kali. Hal ini membuat kami tidak bisa elakan lagi, karena ini (air irigasi) kebutuhan kami sehari-hari," ungkapnya.
Air irigasi tersebut mengairi sedikitnya 25 hektare lahan pertanian warga di Kampung Weor. Kampung ini berjarak sekitar 12 km dari Kota Labuan Bajo.
Sulitnya akses air bersih, lanjut Ponce, juga dialami seluruh warga di tiga dusun di Desa Persiapan Golo Tanggar.
Air irigasi yang berasal dari kali Wae Rae digunakan warga untuk semua kebutuhan masyarakat yakni untuk pertanian, minum, mandi cuci dan kakus.
Baca juga: Pelatih Timas Indonesia Shin Tae-yong Jujur Katakan Pengalaman Pemain Indonesia Tidak Banyak
"Rata-rata di Desa Golo Tanggar menggunakan (air) untuk penyemprotan (pestisida), mandi cuci, pokoknya untuk kebutuhan hidup. Kalau orang baru yang baru, minum air ini mengeluh sakit perut," katanya.
Pihaknya juga menduga, air tersebut telah tercemar dan terkontaminasi pestisida.
Senada dengan warga lainnya, Ponce berharap agar Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dapat membantu masyarakat agar mudah mengakses air bersih.
Sebelumnya, ribuan warga dalam satu desa di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), kesulitan mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup.
Bahkan, tidak jarang warga berebut air bersih dengan ternak kerbau yang membuat kubangan pada aliran air dari kali Wae Rae, kali yang menjadi tumpuan pemenuhan air baku.
Hal tersebut diakui Penjabat Kades Golo Tanggar, Yoseph Tala saat ditemui di Labuan Bajo, Rabu (2/5/2021).
"Jadi mereka selama ini konsumsi air dengan kerbau, jadi kalau kerbau duluan, untuk kubang di sana, maka mereka tidak dapat air bersih. Tapi, kalau kerbau belum kubang di sana duluan, berarti mereka bisa dapat air bersih," kata Yoseph.
Dijelaskannya, kondisi tersebut dialami ratusan jiwa di Dusun Laing Bakok dan Dusun Wae Bue. Warga 2 dusun ini terbagi dalam 4 blok dan menempati area tersebut sejak 1997 dalam program transmigrasi lokal.
Sementara itu, krisis air bersih juga dialami di dua kampung di Dusun Bancang yakni Kampung Bancang dan Kampung Weor.
Sehingga, total warga yang mengalami kesulitan air bersih di desa tersebut mencapai 1.152 jiwa.
Masyarakat, aku Yoseph, hanya pasrah dengan keadaan tersebut, sebab selama ini minim perhatian dan sejak puluhan tahun lalu mengonsumsi air kali.
"Kondisi ini sangat memprihatikan," keluhnya.
Saat masih tergabung dalam desa induk, Desa Macang Tanggar, krisis air bersih ini dinilai tidak diperhatikan.
Pihak pemerintah desa tidak memiliki anggaran, sehingga ia pun telah mengupayakan pengadaan air bersih menggunakan anggaran aspirasi seorang anggota DPRD Kabupaten Mabar pada 2020 lalu, namun hal tersebut urung dilakukan karena pandemi Covid-19.
"Karena recofusing anggaran karena Covid-19, tidak jadi dikerjakan," ungkapnya.
Yoseph menuturkan, pada 2004 silam melalui Dinas Kimpraswil Provinsi NTT dalam program Pamsimas, warga sempat mendapatkan air bersih yang bersumber dari mata air Wae Rae.
Namun demikian, kondisi tersebut hanya terjadi selama sepekan, sehingga warga kembali mengonsumsi air kali Wae Rae.
Sejumlah warga, lanjut Yoseph, sering mengalami diare setiap tahunnya dikarenakan mengonsumsi air kali yang diduga telah tercemar dan terkontaminasi pestisida.
"Diare karena itu memang dampak dari air itu karena konsumsi Air tidak layak. Faktor utamanya dari air minum," bebernya.
Pemerintah desa, saat ini tidak memiliki anggaran karena recofusing anggaran, sehingga ia berharap, pemerintah dapat memperhatikan masyarakat Desa Persiapan Golo Tanggar, sebab krisis air bersih telah dialami warga puluhan tahun.
"Seandainya pemerintah belum ada anggaran untuk air bersih, prioritas lah air bersih jangan lain-lain, jangan sumbang makan dan lainnya, sumbang saja air minum itu, sehingga dapat digunakan untuk masyarakat, karena itu adalah kebutuhan pokok masyarakat untuk minum, masak, mencuci dan mandi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), masih terbelit persoalan sulitnya mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup, Rabu 2 Juni 2021.
Hal ini terjadi di Desa Persiapan Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.
Ratusan warga yang bermukim di area transmigrasi lokal (translok) yang berjarak sekitar 10 km dari Labuan Bajo masih mengonsumsi air kali dari kali Wae Rae.
Ironisnya, mereka harus berbagi air dengan ternak kerbau milik warga sekitar yang diikat di pinggir kali. Aktivitas ini dilakukan belasan tahun terakhir.
Sesekali, ternak kerbau itu masuk ke dalam air kali dan berendam. Aliran air dari hasil rendaman kerbau ini mau tidak mau ditimba oleh warga.
Warga yang tiba di pinggir kali dan tidak memiliki alternatif lain untuk mendapatkan air bersih, dengan pasrah menimba air kali yang terlihat keruh dan berbau saat dicium.
Ratusan warga dari translok blok D menggunakan jeriken berbagai ukuran dan menempuh perjalanan sejauh 300 meter.
"Harapan kami, mau minum air bersih," kata Bernadus Sandur (65), warga RT 17 RW 06 Desa Persiapan Golo Tanggar, saat ditemui Senin (31/5/2021).
Dikisahkannya, sebanyak 70 kepala keluarga di blok tersebut telah menggunakan air kali tersebut sejak tahun 1998.
Hal tersebut juga dialami ratusan warga translok lainnya di Blok A, Blok B dan Blok C yang tergabung dalam 1 dusun di Desa itu.
"Kalau warga lainnya di Blok A, itu paling ujung, bisa jalan sampai 500 meter," jelasnya.
Awalnya, kisah Bernadus, warga masih mendapatkan air dari sumber mata air Wae Rae melalui jaringan perpipaan yang berjarak sekitar 7 km dari perkampungan pada 1997.
Namun demikian, warga hanya 1 tahun mendapatkan layanan air bersih, warga akhirnya dalam keadaan terpaksa menggantungkan hidup pada air kali Wae Rae.
Aktivitas warga menimba air kali dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita, dilanjutkan paa sore hari pukul 16.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.

Air kali biasanya akan didiamkan beberapa saat agar lumpur mengendap, lalu digunakan untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci dan kamar mandi.
Namun, bagi sebagian masyarakat lainnya, air kali yang telah dibawa ke rumah langsung digunakan untuk memasak, tanpa menunggu hingga lumpur dalam air mengendap.
Kesulitan warga untuk mendapatkan air bersih semakin parah saat memasuki musim hujan. Warga terpaksa menggunakan air yang telah bercampur lumpur karena banjir.
Warga dalam keadaan itu memanfaatkan air hujan, sembari menunggu berhentinya banjir di kali Wae Rae.
Warga lainnya, Yakobus Jehadi (30) mengaku pasrah dengan keadaan tersebut, sembari berharap perhatian pemerintah.
Pasalnya, sudah puluhan tahun terkesan pemerintah tidak memperdulikan kebutuhan air bersih bagi warga.
Akibat mengonsumsi air kali, anaknya pernah dirawat intensif di RSUD Komodo Labuan Bajo selama 5 hari karena terserang diare.
"Saya punya anak pernah kena diare karena minum air ini. Padahal, air sudah kami masak. Anak sakit tahun 2018 lalu, kami bawa ke RSUD Komodo Labuan Bajo rujukannya dari Puskesmas Benteng 5 hari perawatan," keluhnya.
Persoalan kesulitan air telah disampaikan kepada setiap jenjang pemerintahan di Kabupaten Mabar, Namun hingga saat ini kebutuhan air bersih bagi warga tidak terpenuhi.
"Hanya janji" ketusnya.
Menurutnya, air kali tersebut juga dimanfaatkan beberapa desa lainnya untuk mengairi sejumlah lahan pertanian.
Sehingga, pihaknya menduga air dari Kali Wae Rae juga telah terkontaminasi pestisida.
Sementara itu, warga lainnya, Endang (13) mengaku, sejak usia 6 tahun telah menimba air di Kali Wae Rae.
"Saya timba air dari setiap pagi dan sore pakai jeriken untuk bantu orang tua. Kalau timba biasanya kami rame-rame," kata Endang.
Endang berharap, pemerintah dapat membantu masyarakat di desanya sehingga persoalan kesulitan air bersih dapat teratasi.
Sementara itu, penelurusan POS-KUPANG.COM, beberapa ternak kerbau milik warga sengaja diikat di pinggir kali sehingga dapat bebas berendam di dalam kali.
Kali Wae Rae juga menjadi batas antara Desa Persiapan Golo Tanggar dengan Desa Compang Longgo, tepat pada batas desa ini, banyak kendaraan bermotor roda dua dan roda empat terparkir untuk dicuci. (ii).
