Sesalkan Warga Satu Desa di Labuan Bajo Minum Air Kali, Ketua DPRD Mabar Nilai Pemerintah Lengah

Sesalkan Warga Satu Desa di Labuan Bajo Minum air kali, Ketua DPRD Mabar nilai pemerintah lengah

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Ketua DPRD Mabar, Martinus Mitar saat ditemui di Kantor DPRD Kabupaten Mabar, Jumat (4/6/2021). 

Sesalkan Warga Satu Desa di Labuan Bajo Minum air kali, Ketua DPRD Mabar nilai pemerintah lengah

POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Ribuan warga dalam satu desa di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), kesulitan mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup, Jumat 4 Juni 2021.

Bahkan, warga di Desa Persiapan Golo Tanggar itu tidak jarang warga berebut air bersih dengan ternak kerbau yang membuat kubangan pada aliran air dari kali Wae Rae.

Ketua DPRD Kabupaten Mabar, Martinus Mitar mengaku menyesal atas keadaan masyarakat yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut.

Baca juga: Pemuda Hikong-Sikka Tewas di Pohon Nangka, Ini Kisahnya

Baca juga: Lima Calon Jemaaah Haji Asal Ende Meninggal Dunia

"Pertama sekali cukup menyesal kalau desa itu belum menikmati air bersih. Jujur, saya baru menjadi Anggota DPRD tahun 2019, dan saya merasa berterima kasih aspirasi masyarakat yang mengeluh air minum bersih yang sampai sekarang belum terpenuhi," ungkapnya saat ditemui di Kantor DPRD Kabupaten Mabar.

Martinus Mitar juga menilai, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lengah.

"jika sejak tahun 1998 Sampai sekarang, saya kira ini kesulitan dari pihak pemerintah kenapa sampai lengah, padahal desa Golo Tanggar yang mekar dari desa Macang Tanggar adalah desa yang cukup dekat dengan kota (Labuan Bajo), mestinya menjadi skala prioritas untuk semua wilayah-wilayah di sekitar Kota Labuan Bajo, mestinya penyediaan air bersih dimaksimalkan," tegasnya.

Pihaknya juga mengingatkan pemerintah agar memenuhi kebutuhan air minum bersih, sebab konsumsi air kali yang tidak layak akan menggangu kesehatan masyarakat. Pemerintah harus hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat, lebih khusus terkait pemenuhan air bersih.

Baca juga: 66 Calon Jamaah Haji di Kabupaten Mabar Batal Diberangkatkan ke Tanah Suci

Baca juga: Kepala LLDIKTI XV Kupang-NTT  Bersama Para Profesor  Kunjungi Universitas Nusa Nipa Indonesia

"Semoga dalam tahun anggaran 2022, pemerintah bersama DPRD akan melihat ini sebagai persoalan prioritas untuk bisa dijawab di tahun anggaran 2022," katanya.

Pihaknya memastikan agar tahun anggaran 2022, kebutuhan air minum segera diatasi pemerintah.

"semestinya sudah ada 2020 tahun sudah ada prasarana untuk peningkatan air minum bersih di wilayah itu, tapi karena recofusing anggaran kita harus maklumi juga, tapi kami pastikan tahun anggaran 2022," ujarnya.

Pihaknya juga mendorong Perumda Wae Mbeliling Mabar agar menjangkau Desa Macang Tanggar dan Desa Persiapan Golo Tanggar masuk dalam kawasan pengelolaan jaringan air bersih dari. Hal ini merupakan langkah cepat pemerintah.

"Kami mendorong agar langkah alternatif meminta bantuan PDAM (Perumda Wae Mbeliling Mabar), dalam kondisi yang sangat Kritis ini PDAM dapat mengambil untuk bisa Menangani air minum bersih bagi Desa Macang Tanggar melalui kebijakan penambahan jaringan dari Direktur PDAM untuk kedua desa tersebut, karena dekat dengan daerah kota," jelasnya.

Pihaknya juga meminta agar Direktur Perumda Wae Mbeliling Mabar segera melakukan survei di desa tersebut.

"Saya kira PDAM dapat melakukan survei ke sana dan saya akan berkomunikasi dengan Direktur PDAM Untuk dapat survei wilayah Golo Tanggar untuk bisa dialiri jaringan air minum bersih dari PDAM," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia juga mendorong Dinas Kesehatan Kabupaten Mabar untuk melakukan uji laboratorium demi mengecek kelayakan air kali yang dikonsumsi warga.

"Penting sekali, karena terkait konsumsi air yang bisa beresiko pada kesehatan manusia maka dinas kesehatan mengambil langkah proaktif ke situ (pemeriksaan laboratorium). Karena apa, kalau kita biarkan masyarakat mengkonsumsi air minum bersih di kali yang secara teknis tidak memenuhi syarat, maka pemerintah harus bisa ambil langkah proaktif untuk menghindari resiko-resiko (kesehatan) lebih jauh terhadap manusia.

Diberitakan sebelumnya, kesulitan mengakses air bersih mengakibatkan ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), mengonsumsi air dari saluran irigasi pertanian, Kamis 3 Juni 2021.

Aktivitas ini dilakukan warga sejak dulu karena tidak ada alternatif akses air bersih.

Ironisnya, warga sering menemukan tinja (feses), yakni kotoran hasil pencernaan manusia.

Demikian disampaikan warga Kampung Weor Dusun Bancang, Desa Persiapan Golo Tanggar, Agustina ilut (24) didampingi rekannya Maria Nasti (20), saat ditemui usai menimba air irigasi.

"Kadang kami timba air masuk (tinja) dalam ember," keluh Maria Nasti diamini Agustina ilut.

Sebagai ibu rumah tangga, aktivitas menimba air irigasi yang bersumber dari kali Wae Rae dilakukan pada pagi dan sore hari. 

"Kami ambil air dari selokan untuk keperluan memasak, minum, cuci, mandi kami semua ambil air untuk keperluan," jelas Agustina ilut.

Dijelaskannya, air yang ditimba tidak langsung digunakan, namun didiamkan beberapa saat agar lumpur dalam air dapat mengendap.

Akses air baku semakin sulut saat memasuki musim penghujan, sebab banjir yang terjadi mengakibatkan warga terpaksa menggunakan air yang bercampur lumpur.

"Kalau banjir air tidak bisa timba, kami tunggu 2 hari, paling pakai air hujan," bebernya.

Sebagai ibu rumah tangga, keduanya merasa sedih karena menggunakan air yang tidak layak untuk memenuhi kebutuhan anak serta anggota keluarga lainnya.

Sehingga, warga berharap agar Pemerintah Kabupaten Mabar dapat membantu akses air bersih bagi warga desa.

Kondisi masyarakat yang sering menemukan feses dibenarkan Pjs Sekdes Desa Persiapan Golo Tanggar, Fredirikus Ponce.

"Iya, setiap hari, kadang kalau pagi atau malam hari kita timba pasti muncul (tinja), karena sebagian warga di sana (hulu sungai), juga gunakan untuk mandi dan kebetulan buang air besar di kali. Hal ini membuat kami tidak bisa elakan lagi, karena ini (air irigasi) kebutuhan kami sehari-hari," ungkapnya.

Air irigasi tersebut mengairi sedikitnya 25 hektare lahan pertanian warga di Kampung Weor. Kampung ini berjarak sekitar 12 km dari Kota Labuan Bajo.

Sulitnya akses air bersih, lanjut Ponce, juga dialami seluruh warga di tiga dusun di Desa Persiapan Golo Tanggar.

Air irigasi yang berasal dari kali Wae Rae digunakan warga untuk semua kebutuhan masyarakat yakni untuk pertanian, minum, mandi cuci dan kakus.

"Rata-rata di Desa Golo Tanggar menggunakan (air) untuk penyemprotan (pestisida), mandi cuci, pokoknya untuk kebutuhan hidup. Kalau orang baru yang baru, minum air ini mengeluh sakit perut," katanya.

Pihaknya juga menduga, air tersebut telah tercemar dan terkontaminasi pestisida.

Senada dengan warga lainnya, Ponce berharap agar Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dapat membantu masyarakat agar mudah mengakses air bersih.

Sebelumnya, ribuan warga dalam satu desa di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), kesulitan mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup.

Bahkan, tidak jarang warga berebut air bersih dengan ternak kerbau yang membuat kubangan pada aliran air dari kali Wae Rae, kali yang menjadi tumpuan pemenuhan air baku.

Hal tersebut diakui Penjabat Kades Golo Tanggar, Yoseph Tala saat ditemui di Labuan Bajo, Rabu (2/5/2021).

"Jadi mereka selama ini konsumsi air dengan kerbau, jadi kalau kerbau duluan, untuk kubang di sana, maka mereka tidak dapat air bersih. Tapi, kalau kerbau belum kubang di sana duluan, berarti mereka bisa dapat air bersih," kata Yoseph.

Dijelaskannya, kondisi tersebut dialami ratusan jiwa di Dusun Laing Bakok dan Dusun Wae Bue. Warga 2 dusun ini terbagi dalam 4 blok dan menempati area tersebut sejak 1997 dalam program transmigrasi lokal.

Sementara itu, krisis air bersih juga dialami di dua kampung di Dusun Bancang yakni Kampung Bancang dan Kampung Weor. 

Sehingga, total warga yang mengalami kesulitan air bersih di desa tersebut mencapai 1.152 jiwa.

Masyarakat, aku Yoseph, hanya pasrah dengan keadaan tersebut, sebab selama ini minim perhatian dan sejak puluhan tahun lalu mengonsumsi air kali.

"Kondisi ini sangat memprihatikan," keluhnya.

Saat masih tergabung dalam desa induk, Desa Macang Tanggar, krisis air bersih ini dinilai tidak diperhatikan.

Pihak pemerintah desa tidak memiliki anggaran, sehingga ia pun telah mengupayakan pengadaan air bersih menggunakan anggaran aspirasi seorang anggota DPRD Kabupaten Mabar pada 2020 lalu, namun hal tersebut urung dilakukan karena pandemi Covid-19.

"Karena recofusing anggaran karena Covid-19, tidak jadi dikerjakan," ungkapnya.

Yoseph menuturkan, pada 2004 silam melalui Dinas Kimpraswil Provinsi NTT dalam program Pamsimas, warga sempat mendapatkan air bersih yang bersumber dari mata air Wae Rae.

Namun demikian, kondisi tersebut hanya terjadi selama sepekan, sehingga warga kembali mengonsumsi air kali Wae Rae.

Sejumlah warga, lanjut Yoseph, sering mengalami diare setiap tahunnya dikarenakan mengonsumsi air kali yang diduga telah tercemar dan terkontaminasi pestisida.

"Diare karena itu memang dampak dari air itu karena konsumsi Air tidak layak. Faktor utamanya dari air minum," bebernya.

Pemerintah desa, saat ini tidak memiliki anggaran karena recofusing anggaran, sehingga ia berharap, pemerintah dapat memperhatikan masyarakat Desa Persiapan Golo Tanggar, sebab krisis air bersih telah dialami warga puluhan tahun.

"Seandainya pemerintah belum ada anggaran untuk air bersih, prioritas lah air bersih jangan lain-lain, jangan sumbang makan dan lainnya, sumbang saja air minum itu, sehingga dapat digunakan untuk masyarakat, karena itu adalah kebutuhan pokok masyarakat untuk minum, masak, mencuci dan mandi," katanya.

Diberitakan sebelumnya, ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), masih terbelit persoalan sulitnya mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup, Rabu 2 Juni 2021.

Hal ini terjadi di Desa Persiapan Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.

Ratusan warga yang bermukim di area transmigrasi lokal (translok) yang berjarak sekitar 10 km dari Labuan Bajo masih mengonsumsi air kali dari kali Wae Rae.

Ironisnya, mereka harus berbagi air dengan ternak kerbau milik warga sekitar yang diikat di pinggir kali. Aktivitas ini dilakukan belasan tahun terakhir.

Sesekali, ternak kerbau itu masuk ke dalam air kali dan berendam. Aliran air dari hasil rendaman kerbau ini mau tidak mau ditimba oleh warga.

Warga yang tiba di pinggir kali dan tidak memiliki alternatif lain untuk mendapatkan air bersih, dengan pasrah menimba air kali yang terlihat keruh dan berbau saat dicium.

Ratusan warga dari translok blok D menggunakan jeriken berbagai ukuran dan menempuh perjalanan sejauh 300 meter.

"Harapan kami, mau minum air bersih," kata Bernadus Sandur (65), warga RT 17 RW 06 Desa Persiapan Golo Tanggar, saat ditemui Senin (31/5/2021).

Dikisahkannya, sebanyak 70 kepala keluarga di blok tersebut telah menggunakan air kali tersebut sejak tahun 1998.

Hal tersebut juga dialami ratusan warga translok lainnya di Blok A, Blok B dan Blok C yang tergabung dalam 1 dusun di Desa itu.

"Kalau warga lainnya di Blok A, itu paling ujung, bisa jalan sampai 500 meter," jelasnya.

Awalnya, kisah Bernadus, warga masih mendapatkan air dari sumber mata air Wae Rae melalui jaringan perpipaan yang berjarak sekitar 7 km dari perkampungan pada 1997.

Namun demikian, warga hanya 1 tahun mendapatkan layanan air bersih, warga akhirnya dalam keadaan terpaksa menggantungkan hidup pada air kali Wae Rae.

Aktivitas warga menimba air kali dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita, dilanjutkan paa sore hari pukul 16.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.

Air kali biasanya akan didiamkan beberapa saat agar lumpur mengendap, lalu digunakan untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci dan kamar mandi.

Namun, bagi sebagian masyarakat lainnya, air kali yang telah dibawa ke rumah langsung digunakan untuk memasak, tanpa menunggu hingga lumpur dalam air mengendap.

Kesulitan warga untuk mendapatkan air bersih semakin parah saat memasuki musim hujan. Warga terpaksa menggunakan air yang telah bercampur lumpur karena banjir.

Warga dalam keadaan itu memanfaatkan air hujan, sembari menunggu berhentinya banjir di kali Wae Rae.

Warga lainnya, Yakobus Jehadi (30) mengaku pasrah dengan keadaan tersebut, sembari berharap perhatian pemerintah.

Pasalnya, sudah puluhan tahun terkesan pemerintah tidak memperdulikan kebutuhan air bersih bagi warga.

Akibat mengonsumsi air kali, anaknya pernah dirawat intensif di RSUD Komodo Labuan Bajo selama 5 hari karena terserang diare.

"Saya punya anak pernah kena diare karena minum air ini. Padahal, air sudah kami masak. Anak sakit tahun 2018 lalu, kami bawa ke RSUD Komodo Labuan Bajo rujukannya dari Puskesmas Benteng 5 hari perawatan," keluhnya.

Persoalan kesulitan air telah disampaikan kepada setiap jenjang pemerintahan di Kabupaten Mabar, Namun hingga saat ini kebutuhan air bersih bagi warga tidak terpenuhi.

"Hanya janji" ketusnya.

Menurutnya, air kali tersebut juga dimanfaatkan beberapa desa lainnya untuk mengairi sejumlah lahan pertanian.

Sehingga, pihaknya menduga air dari Kali Wae Rae juga telah terkontaminasi pestisida.

Sementara itu, warga lainnya, Endang (13) mengaku, sejak usia 6 tahun telah menimba air di Kali Wae Rae.

"Saya timba air dari setiap pagi dan sore pakai jeriken untuk bantu orang tua. Kalau timba biasanya kami rame-rame," kata Endang.

Endang berharap, pemerintah dapat membantu masyarakat di desanya sehingga persoalan kesulitan air bersih dapat teratasi.

Sementara itu, penelurusan POS-KUPANG.COM, beberapa ternak kerbau milik warga sengaja diikat di pinggir kali sehingga dapat bebas berendam di dalam kali.

Kali Wae Rae juga menjadi batas antara Desa Persiapan Golo Tanggar dengan Desa Compang Longgo, tepat pada batas desa ini, banyak kendaraan bermotor roda dua dan roda empat terparkir untuk dicuci. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved