Sesalkan Warga Satu Desa di Labuan Bajo Minum Air Kali, Ketua DPRD Mabar Nilai Pemerintah Lengah
Sesalkan Warga Satu Desa di Labuan Bajo Minum air kali, Ketua DPRD Mabar nilai pemerintah lengah
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
"Kondisi ini sangat memprihatikan," keluhnya.
Saat masih tergabung dalam desa induk, Desa Macang Tanggar, krisis air bersih ini dinilai tidak diperhatikan.
Pihak pemerintah desa tidak memiliki anggaran, sehingga ia pun telah mengupayakan pengadaan air bersih menggunakan anggaran aspirasi seorang anggota DPRD Kabupaten Mabar pada 2020 lalu, namun hal tersebut urung dilakukan karena pandemi Covid-19.
"Karena recofusing anggaran karena Covid-19, tidak jadi dikerjakan," ungkapnya.
Yoseph menuturkan, pada 2004 silam melalui Dinas Kimpraswil Provinsi NTT dalam program Pamsimas, warga sempat mendapatkan air bersih yang bersumber dari mata air Wae Rae.
Namun demikian, kondisi tersebut hanya terjadi selama sepekan, sehingga warga kembali mengonsumsi air kali Wae Rae.
Sejumlah warga, lanjut Yoseph, sering mengalami diare setiap tahunnya dikarenakan mengonsumsi air kali yang diduga telah tercemar dan terkontaminasi pestisida.
"Diare karena itu memang dampak dari air itu karena konsumsi Air tidak layak. Faktor utamanya dari air minum," bebernya.
Pemerintah desa, saat ini tidak memiliki anggaran karena recofusing anggaran, sehingga ia berharap, pemerintah dapat memperhatikan masyarakat Desa Persiapan Golo Tanggar, sebab krisis air bersih telah dialami warga puluhan tahun.
"Seandainya pemerintah belum ada anggaran untuk air bersih, prioritas lah air bersih jangan lain-lain, jangan sumbang makan dan lainnya, sumbang saja air minum itu, sehingga dapat digunakan untuk masyarakat, karena itu adalah kebutuhan pokok masyarakat untuk minum, masak, mencuci dan mandi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), masih terbelit persoalan sulitnya mengakses air bersih untuk kebutuhan hidup, Rabu 2 Juni 2021.
Hal ini terjadi di Desa Persiapan Golo Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar.
Ratusan warga yang bermukim di area transmigrasi lokal (translok) yang berjarak sekitar 10 km dari Labuan Bajo masih mengonsumsi air kali dari kali Wae Rae.
Ironisnya, mereka harus berbagi air dengan ternak kerbau milik warga sekitar yang diikat di pinggir kali. Aktivitas ini dilakukan belasan tahun terakhir.
Sesekali, ternak kerbau itu masuk ke dalam air kali dan berendam. Aliran air dari hasil rendaman kerbau ini mau tidak mau ditimba oleh warga.
Warga yang tiba di pinggir kali dan tidak memiliki alternatif lain untuk mendapatkan air bersih, dengan pasrah menimba air kali yang terlihat keruh dan berbau saat dicium.
Ratusan warga dari translok blok D menggunakan jeriken berbagai ukuran dan menempuh perjalanan sejauh 300 meter.
"Harapan kami, mau minum air bersih," kata Bernadus Sandur (65), warga RT 17 RW 06 Desa Persiapan Golo Tanggar, saat ditemui Senin (31/5/2021).
Dikisahkannya, sebanyak 70 kepala keluarga di blok tersebut telah menggunakan air kali tersebut sejak tahun 1998.
Hal tersebut juga dialami ratusan warga translok lainnya di Blok A, Blok B dan Blok C yang tergabung dalam 1 dusun di Desa itu.
"Kalau warga lainnya di Blok A, itu paling ujung, bisa jalan sampai 500 meter," jelasnya.
Awalnya, kisah Bernadus, warga masih mendapatkan air dari sumber mata air Wae Rae melalui jaringan perpipaan yang berjarak sekitar 7 km dari perkampungan pada 1997.
Namun demikian, warga hanya 1 tahun mendapatkan layanan air bersih, warga akhirnya dalam keadaan terpaksa menggantungkan hidup pada air kali Wae Rae.
Aktivitas warga menimba air kali dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 Wita hingga pukul 09.00 Wita, dilanjutkan paa sore hari pukul 16.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.
Air kali biasanya akan didiamkan beberapa saat agar lumpur mengendap, lalu digunakan untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci dan kamar mandi.
Namun, bagi sebagian masyarakat lainnya, air kali yang telah dibawa ke rumah langsung digunakan untuk memasak, tanpa menunggu hingga lumpur dalam air mengendap.
Kesulitan warga untuk mendapatkan air bersih semakin parah saat memasuki musim hujan. Warga terpaksa menggunakan air yang telah bercampur lumpur karena banjir.
Warga dalam keadaan itu memanfaatkan air hujan, sembari menunggu berhentinya banjir di kali Wae Rae.
Warga lainnya, Yakobus Jehadi (30) mengaku pasrah dengan keadaan tersebut, sembari berharap perhatian pemerintah.
Pasalnya, sudah puluhan tahun terkesan pemerintah tidak memperdulikan kebutuhan air bersih bagi warga.
Akibat mengonsumsi air kali, anaknya pernah dirawat intensif di RSUD Komodo Labuan Bajo selama 5 hari karena terserang diare.
"Saya punya anak pernah kena diare karena minum air ini. Padahal, air sudah kami masak. Anak sakit tahun 2018 lalu, kami bawa ke RSUD Komodo Labuan Bajo rujukannya dari Puskesmas Benteng 5 hari perawatan," keluhnya.
Persoalan kesulitan air telah disampaikan kepada setiap jenjang pemerintahan di Kabupaten Mabar, Namun hingga saat ini kebutuhan air bersih bagi warga tidak terpenuhi.
"Hanya janji" ketusnya.
Menurutnya, air kali tersebut juga dimanfaatkan beberapa desa lainnya untuk mengairi sejumlah lahan pertanian.
Sehingga, pihaknya menduga air dari Kali Wae Rae juga telah terkontaminasi pestisida.
Sementara itu, warga lainnya, Endang (13) mengaku, sejak usia 6 tahun telah menimba air di Kali Wae Rae.
"Saya timba air dari setiap pagi dan sore pakai jeriken untuk bantu orang tua. Kalau timba biasanya kami rame-rame," kata Endang.
Endang berharap, pemerintah dapat membantu masyarakat di desanya sehingga persoalan kesulitan air bersih dapat teratasi.
Sementara itu, penelurusan POS-KUPANG.COM, beberapa ternak kerbau milik warga sengaja diikat di pinggir kali sehingga dapat bebas berendam di dalam kali.
Kali Wae Rae juga menjadi batas antara Desa Persiapan Golo Tanggar dengan Desa Compang Longgo, tepat pada batas desa ini, banyak kendaraan bermotor roda dua dan roda empat terparkir untuk dicuci. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)