IOM Kupang Pastikan Ikuti Regulasi Dalam Penanganan Pengungsi Afghanistan di Kupang NTT
IOM Kupang memastikan telah mengikuti regulasi yang ada dalam penanganan pengungsi afghanistan di Kupang, Provinsi NTT.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Kubra menambahkan, ketika meminta rujukan dari IOM, IOM baru memberikan rujukan ke pengungsi 2 sampai 3 bulan.
“Kita sudah sehat sendiri atau kita harus bayar sendiri baru ada rujukan. Tapi yang penting buat kita, kita tidak bisa percaya lagi. Semua sudah capek,” kata Kubra.

Kubra berterimasih kepada Wagub NTT yang mau meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesah pengungsi. “Saya senang, anda mendengar kita,” kata Kubra.
Kubra mengatakan, untuk meminta surat rekomendasi dari negaranya, pasti tidak akan mereka dapatkan, karena pemerintah disana tidak peduli dengan pengungsi, apalagi mereka adalah kelmpok minoritas suku hazaea.
Terkait demo, Kubra mengatakan, mereka tidak ada pilihan sebab IOM sebagai lembaga yang seharusnya mengurusi pengungsi ternyata tidak mempedulikan mereka selama ini.
“Kita tidak ada pilihan kita minoritas, suku hazara. Pemernitah kita tidak peduli kita. Banyak migran yang punya ada kasus medis bahkan ada yang sudah dapat surat untuk bisa pindah ke kota lain, namun sudah 1 sampai 2 tahun ini tidak juga diproses oleh IOM Kupang," kata Kubra.
Menurut Kubra, Husein dibawa ke rumah sakit setelah 1 tahun sakit dan setelah mereka berdemo 2 minggu di depan kantor IOM Kupang.
"Kita demo baru dia dapat rujukan ke rumah sakit. Apa kita harus begitu baru bisa dapat mereka (IOM) punya urusan buat orang sakit sepeeti itu. Harus semua anak, ibu hamil, bapak demo di depan kantor IOM baru kasih, harus 2 minggu demo buat orang sakit sampai dia meninggal baru kasih rujukan? Itu mereka punya respon terhadap kita?” kritis Kubra sambil menangis.
Kubra berterimaksih kepada Wagub NTT yang mau mencari solusi untuk pengungsi. “Selama ini kita tunggu 6 sampai 7 tahun, kalau 2 minggu itu tidak rasa,” kata Kubra.
Menurut Kubra, jika mengikuti aturan UNHCR dan IOM maka mestinya pengungsi menetap di community house, karena tak ada community house maka fasilitasnya tidak standar.
Kubra mengaku elama berada di Kupang, kehidupan pengungsi Afghanistan ditangani oleh IOM namun mereka tidak bisa bebas dan punya hak yang sama seperti orang pada umumnya karena status mereka sebagai pengungsi.
“Kita seperti burung dalam sangkar. Itu burung mau bebas tapi tidak bisa. Kalau ada di sangkar yang paling baik, banyak fasilitas, tapi tetap sangkar,” kata Kubra sambil menangis.
Hal senada disamapikan Reza Khademi tentang kehidupan mereka yang ada di Kupang saat ini adalah suku Hazara dan kehidupan suku Hazara di Afghanistan ini minoritas dan ada persoalan ras disana.
Mereka dicari dan hendak dibunuh sehingga mereka memilih lari dari Afghanistan ke Iran atau ke luar. Reza Khademi mencontohkan, belum lama ini ratusan anak-anak suku Hazara yang usia 6 sampai 10 tahun tewas karena sekolahnya dibom.
“Pagi masuk sekolah, siang sudah kubur semua. 200-an orang masih di rumah sakit dan bertambah terus. Bapak bisa cari suku Hazara di google, ada banyak kuburan, 1 hari sudah penuh. DI Afghanistan tidak ada tempat aman untuk suku Hazara. Beta hanya mau cari tempat aman aman,” kata Reza Khademi yang memiliki 3 orang anak ini.