Ratusan Warga Dari 2 Kampung di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali
Sebanyak 2 desa di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) mengonsumsi air kali
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Sebanyak 2 desa di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) mengonsumsi air kali, Minggu (16/5/2021).
Kedua kampung yang berjarak sekitar 5 km dari Kota Labuan Bajo itu di antaranya, Kampung Lobohusu dan Kampung Mbembe.
"Kampung Lobohusu itu di Dusun Marombok dan Kampung Mbembe itu di Dusun Capi," kata Kepala Desa Golo Bilas, Paulus Nurung.
Diakuinya, total masyarakat dari kedua kampung itu lebih dari 300 jiwa.
"Terbanyak di Kampung Lobohusu sebanyak 55 kk (kepala keluarga) dengan jumlah jiwa lebih dari 250 jiwa dan di Kampung Mbembe ada 10 kk dengan jumlah jiwa lebih dari 50 kk," ujarnya.
Baca juga: Dinkes TTS Belum Terima Laporan Kejadian Susulan Pasca Penggunaan Vaksin Astrazeneca
Baca juga: Lakmas CW Pertanyakan Mutasi ASN, Bupati TTU: Saya Berpedoman pada Surat Komisi ASN
Paulus menuturkan, jarak yang ditempuh untuk menimba air dari kedua kampung tersebut sekitar 1 km.
Sumber air, lanjut Paulus, berasal dari kali Wae Mese, yang diakuinya tidak layak konsumsi dan diduga tercemar pestisida.
"Mereka juga Keluhkan ke kami terkait air. Sama sumber air dari Kali Wae Mese, timba air kali dari kampung jauhnya kurang lebih sama, yakni 1 km lebih," tandasnya.
Namun demikian, pihaknya belum mendapatkan laporan warga yang mengalami sakit atau dampak dari mengonsumsi air kali selama turun temurun.
Baca juga: BPOM RI Hentikan Vaksin Astra Zeneca Batch CTMAV547, Ini Tanggapan Kepala BPOM Kupang
Baca juga: Pospera TTS Gandeng Mahasiswa Bali Bantu Penyandang Distabilitas Korban Siklon Tropis Seroja
"Kami berharap pemerintah bisa merespon kebutuhan masyarakat ini," katanya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan warga di Kampung Lobohusu Dusun Marombok Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), sudah puluhan tahun mengonsumsi air dari Kali Wae Mese.
Hal tersebut disampaikan Kepala Desa Golo Bilas, Paulus Nurung saat ditemui di kediamannya, Sabtu (15/5/2021).
Dijelaskannya, kebiasaan warga mengkonsumsi air tersebut sejak direlokasi dari kampung sebelumnya, di Lengkong Pau, pada tahun 1969 silam.
Bahkan, di kampung lama tersebut, warga juga telah mengkonsumsi air kali.
"Memang sangat prihatin, mengingat negara kita sudah lebih dari 70 tahun merdeka, mereka belum mendapatkan air minum bersih," katanya.
Warga direlokasi dari Lengkong Pau karena terdampak bencana banjir, bahkan tidak sedikit korban meninggal.
Dampak warga yang mengonsumsi air kali, aku Paulus, banyak warga yang terkena penyakit ginjal, diare bahkan kanker ganas.
Hal tersebut diduga karena air yang tidak layak konsumsi dan diduga tercemar oleh pestisida.
"Karena masyarakat Lobohusu selalu mengonsumsi air dari sungai (kali), yang notabene air itu mengalir dari sawah-sawah sekitar dan sudah tercemar pestisida. Sehingga, tidak heran ada masyarakat di sana ada yang terkena penyakit ginjal, ada yang diare, bahkan ada anak yang terkena kanker, anak safir yang kelas 5 SD itu, yang sudah diekspos oleh media," jelasnya.
Menurut Paulus, pihaknya selalu mengusulkan pemenuhan air bersih bagi warga Kampung Lobohusu di Musrembang.
Selanjutnya, pihak Perumda Wae Mbeliling merespon dengan baik, sehingga direncanakan pada 2022 mendatang, warga akan mendapatkan layanan air bersih.
"Kepada pemerintah, tolong cepat, segeralah. Itu sudah berapa puluh tahun," katanya.
Menurutnya distribusi air bersih akan lebih mudah, sebab melalui anggaran dana desa 2017 lalu, telah dibuka akses jalan ke Kampung Lobohusu.
"Dana desa 2017 saya sudah prioritaskan ke sana," katanya.
Diberitakan sebelumnya, warga satu kampung di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), selama puluhan tahun mengonsumsi air kali yang diduga telah tercemar pestisida, Sabtu (15/5/2021).
Warga satu kampung itu tinggal di Kampung Lobohusu Dusun Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo Kabupaten Mabar.
Sehari-hari, sebanyak 55 kepala keluarga (KK), menimba air sejauh 1 kilometer di kali Wae Mese.
Aktivitas warga ini dilakukan setiap pagi dan sore hari, karena di kampung itu tidak terdapat sumber air maupun layanan air bersih dari pemerintah.
Warga biasanya menggunakan jeriken berbagai ukuran untuk menimba air kali yang terlihat keruh, bahkan terlihat berlumut.
Mereka menyusuri perumahan warga, areal persawahan, kebun milik warga hingga sampai di bibir kali.
Kali Wae Mese merupakan kali besar, yang juga mengairi sejumlah lahan sawah milik warga desa sepanjang aliran sungai.
Sementara itu, Kampung Lobohusu terletak di arah selatan Labuan Bajo, berjarak kurang dari 5 kilometer dari ibukota Kabupaten Mabar.
Ketua RT 008 RW 004 Kampung Lobohusu, Aco Jafar mengatakan, kebiasaan warga mengonsumsi air kali sejak 1969 lalu.
Sebelumnya, warga Kampung Lobohusu tinggal di Lengkong Pou, namun karena banjir bandang dan banyak korban jiwa, mereka direlokasi di Kampung Lobohusu.
Aco menuturkan, air kali tidak hanya digunakan untuk konsumsi warga, namun untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga hingga pembangunan.
Walaupun air terlihat keruh dan tak layak konsumsi, warga yang berjumlah lebih dari 200 jiwa tidak punya pilihan lain.
Kondisi semakin parah saat memasuki musim hujan, air semakin keruh dan kotor karena bercampur lumpur.
Masyarakat terbantu pada 2018 lalu, karena adanya sumur bor dari Dinas PUPR Provinsi NTT.
Namun demikian, air dari sumur bor sedalam 34 meter itu menghasilkan air payau, yang tidak layak konsumsi.
Sumur bor bantuan itu juga rusak pada Agustus 2020 lalu, karena mesin pemompa air yang rusak, akibatnya warga pun kembali mengonsumsi air kali.
Air kali Wae Mese, menurut Aco, diduga telah terkontaminasi pestisida karena sepanjang kali terdapat areal sawah petani.
Dampak mengonsumsi air kali itu, sejumlah warga termasuk dirinya terkena penyakit ginjal. Bahkan, mertua Aco yang meninggal 2 tahun lalu karena penyakit ginjal, diduga kuat karena mengonsumsi air kali.
Selain itu, terdapat juga sejumlah warga yang mengalami diare, setelah mengonsumsi air kali.
"Keluhan ada penyakit kena batu ginjal, karena dari medisnya air ini ada zat kapurnya, lalu diare. Sudah ada korban, termasuk mertua saya," tutur Aco.
Aco menuturkan, penyakit ginjal yang dideritanya diketahui setelah berobat di salah satu klinik di Labuan Bajo.
Kepada Aco, dokter klinik mendiagnosa penyakit dideritanya karena mengonsumsi air yang memiliki kadar kapur sangat tinggi, sehingga ia disarankan untuk mengonsumsi air mineral.
Sepulangnya ke rumah, ia pun berkeyakinan bahwa sang mertua meninggal dunia karena penyakit ginjal dikarenakan mengonsumsi air kali, seperti yang dilakukannya.
Warga kampung sedikit terbantu karena terdapat penjual air galon yang berjualan air. Namun, hal itu tidak dirasakan warga lainnya karena faktor ekonomi.
Belum lagi, kata Aco, penjual air galon yang datang hanya beberapa kali dalam sebulan.
Pihaknya berharap, perhatian pemerintah agar membantu air bersih bagi masyarakat di Kampung Lobohusu.
"Kalau bisa secepatnya, ini prioritas," tegasnya.
Warga Kampung Lobohusu, Nurijah (40) mengaku sejak dulu mengonsumsi air kali.
Pihaknya sedikit terbantu dengan adanya penjualan air galon, namun jika penjualan air galon mandeg, ia pun kembali mengonsumsi air kali.
Nurijah menuturkan, jika terjadi hujan dan air sangat keruh, warga pun terpaksa menimba dan menggunakan air kali tersebut.
"Masih juga (kalau banjir), kalau tidak ada air mau bilang apa, ditimba, dimasak diminum, tapi yang direbus," kata nurijah diamini sejumlah warga lainnya saay ditemui di pinggir kali Wae Mese.
Dikesempatan yang sama, warga lainnya, Hamida (40), hanya pasrah dengan keadaan tersebut.
"Saya timba pakai 3 jeriken, lalu taruh di dalam baskom dan pikul, capek," kaluhnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)