Cerita Pengungsi Afganistan di Kupang NTT, Bertahun-tahun Nasib Terkatung-katung hingga Depresi

Cerita Pengungsi Afganistan di Kupang NTT, Bertahun-tahun Terkatung-katung hingga Alami Depresi

Editor: Gordy Donofan
(KOMPAS.COM/SIGIRANUS MARUTHO BERE)
Para pengungsi asal Afghanistan saat berada di penginapan Kupang Inn, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur 

Menurut Rasikh, mereka ingin pindah ke sejumlah negara seperti Australia, Selandia Baru, Inggris, Amerika Serikat, atau Canada.

Rasikh mengatakan, mereka tidak bisa bekerja di Indonesia.

Lapangan pekerjaan tak tersedia buat pencari suaka.

Ia bersama pengungsi lainnya, hanya tinggal di tempat penginapan tanpa ada masa depan yang pasti.

"Banyak anak-anak kami yang tidak sekolah. Apalagi kami setiap bulan hanya dikasih uang oleh IOM sebesar Rp 1,5 juta bagi yang sudah berkeluarga dan Rp 500.000 bagi yang masih muda," ujar dia.

Ia berharap, IOM bisa memperhatikan tuntutan mereka untuk segera pindah ke negara ketiga.

Pengungsi lainnya, Kubra Hasani mengaku, ingin segera pindah dari Indonesia menuju negara rujukan yang telah disepakati badan pengungsi dunia.

"Harapan kami, ingin pindah ke negara tujuan yang aman, karena kita pengungsi sehingga harus pindah. Kami juga belum tahu negara mana yang jadi rujukan karena masih dalam proses," ungkap Kubra di lokasi, Rabu.

Baca juga: Curhatan Pengungsi Afganistan, Kami Seperti Burung Dalam Sangkar Tolong Buka Hatimu IOM & UNHCR

Kubra mengaku sudah tinggal di Kupang selama tujuh tahun.

Ia butuh kepastian untuk menentukan masa depan anak-anaknya.

Ia menuturkan, akibat belum adanya kepastian, banyak pengungsi asal Afganistan yang mengalami gangguan mental.

"Banyak laki-laki muda di sini yang terganggu masalah mental dan setiap hari minum obat saraf. Tidak makan, minum dan tidak tidur hanya minum obat. Mereka semuanya hampir gila. Itu harus segera direspons IOM untuk segera tangani mereka dengan membawa mereka ke negara rujukan,"ujar dia.

Kubra mengaku, mereka tidak akan berhenti berjuang dan terus menggelar aksi sampai mendapatkan hasil.

"Yang pasti, kami akan terus gelar aksi demo, sampai tuntutan kami dipenuhi," ujar dia.

Dihubungi melalui email, National Media and Communications Officer IOM Ariani Hasanah Soejoeti menjelaskan, semua orang, termasuk migran (pengungsi) memiliki hak atas kebebasan berbicara.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved