Opini Pos Kupang

Penguatan Sinergisitas Pemerintah dan Komunitas Relawan serta NGO

Menjadi Relawan, memang tidaklah mudah. Butuh kejelian mengamati konteks agar setiap isu strategis yang hendak ditindaklanjuti

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Penguatan Sinergisitas Pemerintah dan Komunitas Relawan serta NGO
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh : Albertus Muda Atun, Relawan Komunitas Kerja Kemanusiaan Lembata-NTT

POS-KUPANG.COM - Menjadi Relawan, memang tidaklah mudah. Butuh kejelian mengamati konteks agar setiap isu strategis yang hendak ditindaklanjuti, diputuskan dengan bijak agar implementasinya tepat sasaran.

Demikian juga, dibutuhkan waktu yang intensif, untuk melalui tahapan-tahapan yang mesti dilewati. Besar harapan, tahapan-tahapan itu, memenuhi ekspektasi yang dikunjungi untuk dilayani maupun yang mengunjungi untuk memberikan layanan bantuan. Ini semacam tuntutan Kepekaan Sosial.

Sebuah komunitas yang dibentuk, tidak harus puluhan bahkan ratusan orang. Demikian juga responnya tidak mesti dilakukan secara serentak. Kita bisa ambil bagian dengan memilih dari sekian alternatif bantuan yang mesti kita berikan sesuai dengan konteks kita sebagai relawan dalam komunitas masing-masing.

Baca juga: Pria Sukses dengan Perempuan Setia

Baca juga: Live Streaming Semifinal Liga Champions Rabu Dini Hari Nanti, Chelsea Vs Madrid, Ini Prediksinya

Kita semua tahu bahwa tindakan peduli para relawan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dan pihak-pihak yang ikut ambil bagian di dalamnya, seperti donatur, distributor, tenaga harian di lapangan, tukang masak, koordinator lapangan, sopir, penjaga pasien, dll) adalah para relawan yang siap memberi diri kapan pun dan di mana pun.

Kerap kita merasa bukan bagian dari relawan, ketika kita tidak ikut ambil bagian secara langsung di lokasi bencana pada saat terjadi bencana. Padahal, dengan menyumbang dan selanjutnya mendistribusikan ke sasaran yang dituju termasuk bagian dari kerja-kerja relawan.

Ikut ambil bagian dalam memasak dan mengantar ke lokasi untuk membagikan kepada para pihak di lokasi bencana yang sedang giat mencari dan evakuasi adalah juga bagian dari kerja relawan.

Prinsip kerja relawan adalah melayani semua orang tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan. Sekat-sekat primordial mesti diruntuhkan. Prinsipnya, semua orang mesti mendapatkan pertolongan. Orang-orang yang ditolong harus dilihat sebagai saudara sendiri.

Baca juga: 741 Pasien Covid-19 di Kabupaten Sumba Timur Sembuh 

Baca juga: Mengejutkan! Peramal Denny Darko Ramal Jodoh Amanda Manopo, Lengkap dengan Marganya, Siapa Dia?

Hal ini tepat seperti semboyan yang dicetuskan Jean Henri Dunant, Bapak Palang Merah Internasional, "Siamo tutti fratelli" yang artinya kita semua bersaudara. Sebuah prestasi kemanusiaan yang telah diwariskan Dunant kepada kita saat ini.

Konteks kita di NTT tentu berbeda dengan konteks Solferino. Jika konteks kita sekarang adalah bencana alam, maka konteks Solferino adalah bencana perang.

Namun, dalam konteks bencana apa pun, respon dari seluruh anggota masyarakat sangat dibutuhkan. Tentunya, setiap komunitas memiliki cara tersendiri menolong sesama saudara yang sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan.

Menyambangi, menyapa dan perlahan masuk ke ruang batin para korban agar menemukan kegelisahan hingga hal-hal yang paling dibutuhkan para korban menjadi tugas yang mesti dipenuhi para relawan.

Ada banyak hal yang barangkali luput dari perhatian pemerintah, maka komunitas atau NGO yang lainnya yang sudah memutuskan terlibat, mesti mengamati, mencermati dan memfollow up, karena banyaknya orang yang perlu mendapatkan perhatian ekstra, belum tentu ditangani semua oleh pemerintah. Oleh karena itu, sinergi komunitas dan NGO mesti terus terbangun.

Bagi saya, kerja relawan dan wujud bantuannya, tidak semua harus sama persis. Kita mesti berpikir bahwa bantuan yang kita berikan tidak hanya sekedar peduli atau yang penting bisa memberi.

Lebih dari itu, bantuan yang hendak kita berikan, mesti benar-benar membebaskan, mengisi ruang absentia yang tak dipunyai para korban.

Memang semua hal tidak dapat diungkapkan atau tercetus begitu saja dari mulut para korban. Kalau pun tercetus pasti sebatas yang perlu dipenuhi pada saat kondisi darurat, bukan pada hal-hal yang lebih dibutuhkan atau paling dibutuhkan.

Maka, kerja para relawan tidak harus memberi sama rata pada setiap kelompok pengungsi dan korban demi mengisi tenggang waktu yang ditentukan untuk menanggapi bencana alam yang terjadi di masyarakat.

Paling penting dari semua adalah membuat pendataan sehingga pelayanan bagi para korban benar-benar berbasis data. Pelayanan berbasis data yang saya maksudkan di sini adalah mendatangi para korban di posko-posko pengungsian yang disiapkan pemerintah atau posko mandiri di keluarga-keluarga.

Sebagai relawan, kita mesti selalu siap mendengarkan kisah dan menggali kondisi para korban terkini atau apa yang mereka alami. Bagaimama progres kesehatan yang mereka alami dan rasakan, juga pelayanan konsumsi dan medis yang diberikan.

Selanjutnya, kita coba masuk pada apa yang paling mereka butuhkan dan perlukan.
Komunitas Kerja Kemanusiaan yang kami bentuk pada Senin, (12/4) untuk membantu para korban banjir bandang di Lembata, mungkin tergolong komunitas kecil dan biasa-biasa saja.

Namun, setelah kami bentuk, salah satu bentuk aksi yang kami lakukan adalah berkunjung ke rumah sakit, menjumpai para korban, setelah mengantongi informasi keberadaan para korban.

Kami ikut ambil bagian mengevakuasi para korban dari rumah sakit ke posko yang ditentukan pemerintah. Di posko, kami berusaha menginventarisir atau membuat semacam assessment kebutuhan para korban yang bisa dipenuhi.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan para korban seperti makan minum ringan, pakaian seadanya, obat-obatan paten (baik obat oles maupun minum buatan Cina) dan makanan lokal seperti jewawut (wetem, dalam bahasa daerah) juga daun binahon yang dapat mempercepat penyembuhan dari dalam.

Selanjutnya membangun koordinasi dengan para medis untuk bisa membantu merawat korban, setelah memastikan ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan. Ini pun dilakukan melalui konsultasi intensif dengan dokter yang melayani para korban.

Setelah itu, kami menginventarisir kebutuhan korban yang kami pandang penting dan mendesak.

Memang tidak semua kebutuhan dari ratusan bahkan ribuan korban bencana dapat terpenuhi seketika, namun penanganan menjadi akurat, terstruktur, sistematis dan masif apabila pemerintah, khususnya lembaga yang memiliki tupoksi kebencanaan perlu selalu mengupdate keberadaan dan jumlah komunitas relawan dan LSM atau NGO yang sudah terdata.

Demikian juga, yang belum mendaftar agar diinformasikan untuk segera mendaftar. Selanjutnya, komunitas-komunitas yang sudah ada, mesti secara intensif membangun komunikasi dan koordinasi.

Melaluinya, pihak pemerintah memastikan spesifikasi bantuan dari komunitas-komunitas dan membuat pemetaan (mapping) wilayah atau teritori mana yang menjadi lokus sasaran pelayanan komunitas atau NGO.

Dengan demikian, apa yang bisa dilakukan komunitas seperti menggalang dana dan non dana (entah pakaian, makanan, dll) benar-benar menyentuh sasaran dan unsur pemerataan benar-benar mendapat perhatian.

Selain itu, jika item-item lain yang dibutuhkan seperti sembako (beras, minyak goreng, mi instant, dll) dapat dipenuhi dengan berkoordinasi dengan pihak pemerintah yang membidangi penanggulangan bencana di posko utama.

Metode yang dilakukan di atas, akan mempermudah tercapainya pemerataan dalam pelayanan bagi para korban dan warga penyintas lainnya di posko-posko yang disediakan pemerintah dan posko mandiri. Demikian juga, bantuan yang diberikan pun bukan sekedar bantuan, namun diharapkan benar-benar memenuhi apa yang paling dibutuhkan (basic needs) para korban. (*)

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved