KATA SEINDAH BUNGA, Narasi Servulus Isaak SVD

Bahagia di surga, Pater Servulus. Saya dan kami adik-adikmu di sini sedang terjerembab dalam peradaban

Editor: Agustinus Sape
zoom-inlihat foto KATA SEINDAH BUNGA, Narasi Servulus Isaak SVD
Foto pribadi
Pater Servulus Isaak SVD, alm.

Baiklah, lihat e Bibang, saking enaknya zamanmu ini, kebanyakan kamu-kamu manusia tidak mau berpikir atau minimal banyak di antara kamu yang tidak menggunakan akal. Karena kemalasan mengolah logika dan sistem ratio.

Aduh ngeri benar nasibku, Tuhan.

Iya tentu saja, itulah akibat dari kemalasan! Kamu-kamu ini menyangka dunia dan akhirat itu dua hal yang berpolarisasi, berjarak dan bahkan bertentangan. Kamu pun takut bersikap kritis terhadap dunia karena mengira kalau mencari akhirat maka tak mendapatkan dunia. Kamu ini mengira kalau tidak habis-habisan kejar uang maka kamu tidak memperoleh uang.

Ta Mori (=Oh Tuhan), saya masih di dunia kan. Masih butuh makan minum dan uang, rumah, cinta dan senang-senang.

Toe manga sala’n ghau ta Bibang (=kamu gak salah, Bibang). Pengiraanmu itu yang AKU gak suka. Ini AKU kasih tahu lagi: mengejar uang adalah pekerjaan dunia, pekerjaan paling rendah. Tapi bekerja keras adalah pekerjaan akhirat, di mana dunia adalah salah satu tahap persinggahannya untuk diolah. Orang yang fokusnya bekerja keras memperoleh lebih banyak uang dibanding orang yang fokusnya adalah mengejar uang. Orang yang mencari dunia, mungkin mendapatkan dunia, mungkin tidak. Orang yang mengerjakan akhirat, ia pasti dapat akhirat dan pasti memperoleh dunia.

Saya harus bagaimana, Mori (=Tuhan)

Aeh, tinggal kau pilih toh. AKU sudah memberimu kebebasan dan akal budi. Itulah sebabnya ilmu yang kau baca dari buku-buku atau dengar dari orang-orang yang anggap diri pintar itu, bilang: hidup ini adalah pilihan. Pake itu otak!

Rinci dan Teliti

Bersama bekas- bekas air mata yang sudah kering, mengenang kepergian Pater Servulus seperti memutarkan lagi sebuah film berdurasi tiga dekade di mana saya merasa sangat bersyukur boleh berjumpa dan mengenalinya.

Di Ledalero, bukit mentari, tiga dekade lalu, ketika memulai novisiat SVD tahun ’81. Dari kakak-kakak tingkat, kami diberitahu bahwa dia seorang ekseget. Kami hafal saja istilahnya tanpa mengerti. Sampai akhirnya dia mengajar kami Kitab Suci, entah apa judulnya, sudah lupa di tahun pertama novisiat.

Beberapa istilah dan frase yang dia gunakan, sangat mengena. Misalnya, dengan membaca kitab suci, kita akan merasa bebas dan ringan (Befreiung dan Erleichterung). Membaca Kitab Suci selayaknya seperti berbicara dengan sahabat, saling mendengarkan. Satu lagi istilah yang saat itu disebutkan dan tak akan pernah saya lupa: Sabda adalah kekuatan (=Word is power). Hampir pasti setiap kali pertemuan selalu ada istilah atau terminologi baru. Sejak saat itu, Pater Servulus, bagi saya, selalu identik dengan kebaruan (=novelty).

Kebaruan demi kebaruan saya alami ketika mulai tingkat dua, saat secara serius belajar filsafat dan teologi. Di sini dia antara lain mengajar Pengantar Ktab Suci, kuliah gabung tiga angkatan sekaligus. Bukan tentang materi kuliah yang ingin saya ceritakan tapi periksa ujiannya yang begitu rinci dan teliti.

Seumur hidup saya, belum pernah saya mengalami seorang guru yang begitu rinci memeriksa pekerjaan muridnya. Dia tunjukkan di mana salahnya dan mana yang seharusnya. Dia menulis lengkap. Bukan dalam bentuk sketsa atau coretan. Tanda baca dan susunan kalimat juga dia periksa teliti. Caranya sama: mana salahnya dan mana seharusnya.

Coba bayangkan. Kertas ujian ratusan mahasiswa dikalikan minimal tiga halaman, sudah berapa itu jumlahnya. Ini yang tak terlupakan: dia selalu menulis emosinya. Misalnya, bagus sekali, kau hebat, masih kurang pembahasaannya.Teman saya Pit Sambut sampai sekarang malah masih ingat persis kalimat-kalimat pujian di kertas ujiannya dan seringkali berkisah kembali kalau kami berjumpa.

Bisakah hal-hal kecil ini diabaikan? Bisa! Bisakah hal-hal sederhana ini dilibas oleh kewenangan seorang guru? Bisa! Begitulah umumnya dosen-dosen pada tahun-tahun itu. Hasil ujian dibagikan dengan nilai lengkap tapi kurangnya di mana, kita tidak tahu. Hanya menerka-nerka. Bahkan ada yang tidak pernah mengembalikan kerjas ujian, tidak ingin saya sebutkan di sini, tapi tiba-tiba saja nongol nilai tanpa kami tahu apa sih proses kerja kami sehingga mendapat nilai demikian.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved