Curiga,Amin Rais Hembuskan Isu Presiden 3 Periode, Istana Bereaksi Keras, Pengamat: Pak Amin Suudzon
Curiga, Amin Rais Hembuskan Isu Liar Presiden 3 Periode, Istana Bereaksi Keras, Pengamat: Pak Amin Suudzon
Curiga,Amin Rais Hembuskan Isu Presiden 3 Periode, Istana Bereaksi Keras, Pengamat: Pak Amin Suudzon
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ketua Partai Ummat yang juga Mantan Ketua MPR RI Amien Rais curiga ada upayta untuk melanggengkan masa jabatan tiga periode untuk presiden.
Kecurigaan Amin Rais itu lantaran adanya usaha dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menguasai semua lembaga tinggi negara.
Curiga, Amin Rais hembuskan isu liar presiden 3 periode. Tak tinggal diam, Istana pun bereaksi keras.
Pengamat pun menilai Amin Rais Suudzon terkait wancana masa jabatan presiden 3 periode.
Amin Rais bahkan mengatakan, rezim Presiden Jokowi akan mendorong adanya sidang MPR untuk melakukan perubahan terhadap dua pasal.
Satu di antara dua pasal itu, Amien mengatakan akan memberikan hak bagi presiden bisa dipilih tiga kali.
Pernyataan Amien sontak menjadi bola liar. Semua pihak, termasuk partai pendukung presiden bahkan pihak istana membantah seraya menolak wacana tersebut.
Namun, terlepas dari itu semua, bagaimana sebenarnya kemungkinan mengubah masa periode presiden berdasarkan aturan yang berlaku di negeri ini?
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan perubahan masa jabatan presiden yang termaktub dalam UUD 1945 bisa terjadi tanpa dilangsungkannya amandemen.
Hal itu disampaikan Yusril menanggapi munculnya isu penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode.
Adapun dalam Pasal 7 UUD 1945 disebutkan bahwa jabatan presiden dibatasi maksimal hanya dua periode.
"Perubahan UUD memang bisa terjadi melalui “konvensi ketatanegaran”. Teks sebuah pasal tidak berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks," kata Yusril lewat pesan singkat, Senin (15/3/2021).
"Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari sistem presidensial ke sistem parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan itu dilakukan tanpa amendemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat," tutur Yusril.
Kendati demikian Yusril mengatakan konvensi ketatanegaraan tersebut sulit dilakukan jika menyangkut perpanjangan masa jabatan presiden.