Berita NTT Terkini
Penutur Bahasa Beilel Hanya Tiga Orang, Bahasa Daerah NTT Terancam Punah
Penutur bahasa beilel hanya tiga orang, bahasa daerah NTT terancam punah
"Apabila jumlah penutur bahasa dibawah 1.000 orang, bahasa tersebut sudah masuk kategori hampir punah," jelas Lubis.
Bahasa yang paling banyak masuk pada kategori hampir punah, berada di Kabupaten Alor, sebab jumlah bahasa daerah juga paling banyak di kabupaten tersebut.
Lubis mengajarkan, bila penutur bahasa tinggal 3 orang dan tidak ada lagi penutur muda, bahasa ini masuk pada tahap sangat kritis. Keadaan tersebut sebagai "sakratul maut" untuk bahasa tersebut.
"Untuk itu, selagi masih ada penuturnya, harus secepatnya diselamatkan. Penyebab bahasa itu punah karena penuturnya tidak menuturkan lagi. Mereka beralih pada bahasa tetangga atau bahasa sekitarnya. Kaum muda tidak mau lagi menggunakannya. Bisa jadi karena kurang percaya diri atau mungkin karena terlindas bahasa tetangga yang lebih dominan," tambahnya.
Lanjut Lubis, bahasa disebut punah jika tidak ada lagi penuturnya. Jika belum sempat diinventarisasi, seperti direkam, maka bahasa tersebut hanya akan jadi kenangan.
"Kalau yang terancam punah sudah (diinventarisasi) dan masih terus disempurnakan dan dilengkapi. Makanya kami terus ke lapangan," ungkap Lubis.
Menurut Lubis, bahasa daerah sangat penting karena banyak "harta karun" di sana. Ada ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan budaya, pengobatan, kesehatan, kearifan lokal, pertanian, perikanan, dan banyak lagi.
"Bila punah sebuah bahasa, maka banyak ilmu pengetahuan juga hilang dan tidak mungkin lagi ditemukan. Makanya, jangan sampai sebuah bahasa hilang atau punah," beber Lubis seraya menambahkan, NTT memiliki 72 bahasa daerah. 25 diantaranya berasal dari Kabupaten Alor.
Jadi Bahasa Pengantar
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu, Jonisius R. Mali menegaskan, pemerintah Kabupaten Belu tidak melarang siswa menggunakan bahasa daerah di sekolah. Bahasa daerah tetap digunakan sesuai situasi dan kondisi yang biasa terjadi di kalangan siswa selama ini.
Menurut Joni, upaya pelestarian bahasa daerah secara sistematis dan terencana harus dibuat dalam bentuk kurikulum muatan lokal. Saat ini dalam kalangan internal pendidikan sering mendiskusikan hal itu namun belum sampai pada suatu kebijakan.
Karena belum menjadi mulok, pemerintah tidak mewajibkan sekolah memberikan pelajaran bahasa daerah kepada siswa dan sebaliknya siswa tidak dilarang. Diharapkan penggunaan bahasa daerah bisa terjadi dalam percakapan sehari-hari kalangan keluarga, khususnya masyarakat perkotaan.
"Pelestarian bahasa daerah itu penting agar masyarakat terutama masyarakat perkotaan bisa menggunakan bahasa daerah disampingi bahasa Indonesia. Harapannya, masyarakat perkotaan budayakan percakapan bahasa daerah dalam rumah", kata Joni.
Menurut Joni, untuk Kabupaten Belu ada beberapa bahasa daerah yaitu, Bahasa Bunak, Tetun, Kemak dan Marae. Bahasa daerah ini masih digunakan masyarakat Belu. Sejauh ini, belum ada bahasa daerah di Belu yang punah karena penuturnya masih ada, hanya saja masyarakat perkotaan ada yang sudah tidak lancar lagi menggunakan bahasa daerah tersebut.
Joni menambahkan, perbedaan penggunaan bahasa Inggris lebih penting dibandingkan bahasa daerah karena bahasa Inggris masuk dalam kurikulum pelajaran dan merupakan bahasa internasional. Akan tetapi bahasa daerah juga tidak kalah pentingnya untuk dipelajari dan dikuasi.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngada, Vinsensius Milo meminta, supaya bahasa daerah dapat diterapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah terutama untuk kelas bawah. Oleh karena itu, secara formal, penerapan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di lingkungan sekolah harus diatur sistemnya terlebih dahulu.