Berita Timor Leste
Kini Sudah Merdeka, Mengapa Warga Timor Leste Ngaku Lebih Baik Mati Daripada Menderita? Ini Jawabnya
Kini Sudah Merdeka, Mengapa Warga Timor Leste Ngaku Lebih Baik Mati Daripada Menderita? Ini Jawabnya
POS-KUPANG.COM- Kini Sudah Merdeka, Mengapa Warga Timor Leste Ngaku Lebih Baik Mati Daripada Menderita? Ini Jawabnya
Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia.
Namun melalui jajak pendapat tahun 1999, Timor Leste akhirnyua berdiri sendiri menjadi negara merdeka.
• Saling Unjuk Kekuatan di Laut China Selatan, Senjata Siapakah yang Paling Canggih, China atau AS?
• RAMALAN Zodiak Besok Selasa 2 Maret 2021, Cancer Jadi Pusat Perhatian, Virgo Ide Banyak Sore Hari
• Perpres Investasi Miras di NTT, Ini Kata Ketua Fraksi Hanura
• Ngaku WA SBY Tapi Tak Dibalas, Marzuki Ali Bongkar Borok Ayah AHY, Tak Diduga Ternyata Begini, Apa?
• Harga Termurah Rp 50 Juta Mobil Bekas Murah Daihatsu Gran Max, Cek Varian Spesifikasi dan Harganya
• Harga Termurah Rp 50 Juta Mobil Bekas Murah Daihatsu Gran Max, Cek Varian Spesifikasi dan Harganya
Setelah belasan tahun merdeka, Timor Leste dulu ngotot pisah dari indonesia, warganya kini malah ada yang ngaku lebih baik mati daripada hidup menderita di negeri sendiri.
Tahun 2002, Timor Leste secara resmi dinyatakan merdeka setelah referendum menyatakan banyak rakyat Timor Leste yang memilih melepaskan diri.
Namun tak berselang lama sejak saat itu, sebuah krisis hebat melanda Bumi Lorosae di mana rakyatnya marah dan ngamuk pada pemerintah.
Menukil Reliefweb, antara tahun 2006-2007, penduduk Timor Leste terlibat bentrokan dengn polisi dan pasukan militer bersenjata Timor Leste.
Pada saat itu situasi politik di ibu kota Dili sangat mencekam, Februari 2007, gelombang kemarahan publik terjadi secara besar-besaran.
Penduduk sipil marah besar pada pemerintah Timor Leste hingga melakukan aksi perlawanan terhadap pemerintah.
Semuanya semakin buruk, ketika Perdana Menteri Xanana Gusmao memerintahkan untuk menangkap Alfredo Reinano.
Krisis tersebut terjadi pada pertengahan 2006 hingga 2007, semua berawal dari perkara yang cukup sepele, yaitu masalah pangan.
Pemeritah Timor Leste, dipandang gagal menyediakan beras bagi rakyat Timor Leste, sehingga memicu gelombang kekerasan.
Penduduk Dili yang marah berusaha menjarah 700 ton beras di gundang di ibu kota Dili.
Penangkapan Alfredo Reinado ditambah kekurangan beras, memicu babak baru kekerasan di Dili.
Penduduk Dili dan anggota partai oposisi menuduh pemerintah menahan beras dari pasar.