Maria Loka dan Perjuangan Memberantas Kekerasan Anak dan Perempuan di Lembata

Maria Loka dan Perjuangan Memberantas Kekerasan Anak dan Perempuan di Lembata

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Maria Loka dan Perjuangan Memberantas Kekerasan Anak dan Perempuan di Lembata
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Maria Loka dan Suaminya Thomas Enga Lampo di rumah mereka di Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat, Kota Lewoleba dan sejumlah kegiatan pemberdayaan bersama LSM Permata.

Sosok Maria Loka dan Perjuangan Memberantas Kekerasan Anak dan Perempuan di Lembata

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA-Pada tahun 2020 silam, ada dua orang anak yang jadi korban kekerasan seksual oleh ayah tiri mereka. Keduanya telantar karena ibu mereka, selain tak punya pekerjaan tetap, juga sedang hamil besar.

Ayah tiri mereka langsung dijebloskan ke dalam Rutan Polres Lembata. Maria Loka, Ketua LSM Permata, langsung membawa kedua korban di bawah umur itu ke rumahnya di Waikomo, Kota Lewoleba yang juga merupakan Sekretariat LSM Permata.

Selama lima bulan, kedua korban bersama ibunya tinggal di rumah Maria Loka dan mendapat pendampingan langsung dari LSM Permata.

Pendukung Tepuk Tangan dan Teriak Sah Saat Hery-Heri Dilantik Jadi Bupati dan Wakil Bupati Manggarai

LSM Permata berdiri pada 2018 dan jadi salah satu lembaga non profit yang getol menyuarakan kepentingan perempuan dan anak di Kabupaten Lembata.

Dari kasus kekerasan seksual kepada dua orang anak itu, Maria Loka kemudian menyimpulkan, akar dari kebanyakan kasus perempuan dan anak di Lembata terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang tidak dipersiapkan sejak awal dan tidak ada pendampingan untuk mereka.

Lima Bupati dan Wakil Bupati Telah Dilantik, Ahmad Atang : Perlu Penyamaan Persepsi

Maria berpandangan bahwa seharusnya pemerintah dan lembaga agama seperti gereja bisa melakukan pendampingan khusus kepada keluarga-keluarga muda yang 'terpaksa' menikah karena sudah punya anak.

Jika tidak, katanya, kekerasan-kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi di tengah lingkungan keluarga semacam ini. Baginya, 'lingkaran setan' kekerasan ini harus diputuskan.

"Kalau korban di bawah umur ini tidak didampingi maka mereka juga akan menghasilkan anak anak yang rentan menjadi pelaku atau korban kekerasan," papar mantan Guru Agama ini saat ditemui di Sekretariat LSM Permata, Jumat (26/2/2021).

Untuk memutus lingkaran kekerasan ini, kata Maria, butuh kerja kolaboratif lintas sektor, antara pemerintah, lembaga agama, lembaga swadaya masyarakat dan semua elemen masyarakat.

"Jadi butuh kerja keras. Harus ada psikolog, kalau tidak mental mereka jelek," urainya.

Lebih jauh, Maria Loka menuturkan tingkat perkawinan anak di Kabupaten Lembata juga cukup tinggi.

Fenomena ini tentu sangat berpengaruh pada generasi Lembata di masa mendatang yang tidak dipersiapkan dengan baik.

Saat ini, Maria bersama lembaga swadaya lainnya sering keluar masuk desa di Lembata untuk melakukan advokasi perlindungan perempuan dan anak.

"Makanya mereka harus didampingi dengan hal-hal yang mendukung hidup rumah tangga mereka," katanya.

Seturut data LSM Permata, pada tahun
2018 ada 29 kasus kekerasan perempuan dan anak, tahun 2019 ada 29 kasus, tahun 2020 ada 85 kasus dan tahun 2021 sudah terdata 6 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Mantan Guru Agama Katolik

Maria Loka berkuliah di Sekolah Tinggi Pastoral (Stipas) di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Dia sempat mengajar sebagai guru agama Katolik di di SD Ile Ape, SDK Belang, SDK Don Bosko, dan SD Santa Theresia.

Dia sudah terjun ke dunia aktivisme perlindungan perempuan dan anak sejak tahun 2016 di tengah aktivitas mengajar di sekolah.

"Saya sudah terlibat di dunia anak dan perempuan saat bergabung di Yayasan Sedon Senaren Lembata bersama Mama Bibiana Rianghepat," katanya.

Saat itu Yayasan Sedon Senaren sedang bekerja sama dengan Pemda Lembata mengelola Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Selain itu, bersama Yayasan Plan Indonesia, yayasan yang sama juga melakukan advokasi memperkuat kapasitas Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Desa. Ibu tiga orang anak ini juga mengikuti pelatihan manajemen kasus untuk memperkuat komisi ini.

Di akhir tahun 2016, Pemda Lembata membentuk P2TP2A tanpa melibatkan Yayasan Sedon Senaren lagi. Dia pun lolos seleksi untuk menjadi personil P2TP2A atau semacam tenaga honorer di lembaga tersebut.

Namun, dia dan ketujuh orang tenaga honorer ini hanya bekerja selama setahun saja di lembaga milik pemerintah ini pada tahun 2017.

Meski begitu, kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan masih mereka tangani meski sudah tak bekerja lagi di P2TP2A Kabupaten Lembata.

Maria dan beberapa jebolan honorer P2TP2A yakni Hengki Keraf dan Parnis Langoday pun bekerja sebagai relawan yang terus mengurus kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak hingga tuntas di pengadilan.

Mereka membentuk relawan Peduli Perempuan dan Anak Lembata (Permata) yang sah berbadan hukum pada 28 Mei 2018.

"Saya fokus ke dunia ini karena prihatin dengan kasus-kasus di Lembata. Kita tidak harapkan pemerintah sendiri bekerja untuk menekan angka-angka kekerasan perempuan dan anak di Lembata," kata Maria yang baru berhenti menjadi guru di SD Santa Theresia medio Juni 2020.

Suami Dukung Penuh

Maria Loka bersyukur suami dan anak-anaknya sangat mendukung dirinya terjun ke dunia aktivisme perempuan dan anak.

Suaminya, Thomas Enga Lampo sangat setia dan berkorban mendampingi Maria bertemu dengan perempuan dan anak yang jadi korban kekerasan sampai di pelosok-pelosok desa.

"Awalnya keluarga besar menolak pekerjaan saya. Mereka tidak suka saya jadi guru karena kerja begini mereka anggap uang tidak ada. Namun semakin lama mereka paham juga dan mereka sadar ini perjuangan yang luar biasa. Bahkan mereka mendukung secara finansial juga," katanya.

"Saya tetap komitmen dengan kerja-kerja saya ini. Apalagi di gereja saya juga selalu membawakan materi untuk kekerasan rumah tangga saat kursus persiapan pernikahan," tambah Maria.

Thomas Enga Lampo, suami dari Maria, sendiri mengakui kalau pekerjaan istrinya itu sangat mulia dan justru sesuai dengan jiwa sosialnya juga.

Oleh sebab itu, Thomas tidak punya alasan untuk mempermasalahkan pekerjaan istrinya itu.

"Saya dukung karena saya juga tidak bisa lihat orang susah. Saya suka tolong orang yang susah, cepat prihatin. Sehingga istri kerja seperti ini saya dukung dan tidak protes banyak," ungkap Thomas yang berprofesi sebagai tukang ojek ini.

"Prinsipnya, saya tidak dapat sesuatu di dunia, kita tidak punya tabungan di dunia tapi tabungan di akhirat itu yang kita siapkan," pesannya.

"Memang Tuhan panggil kita untuk laksanakan tugas-tugas perlindungan perempuan dan anak seperti ini," pungkasnya.

Biodata

Nama: Maria Loka
TTL: 8 Desember 1977 di Desa Mahal, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata
Suami: Thomas Enga Lampo
Anak: Yohanes Daton Lampo, Ursula Yuliana Lampo dan Andreas Wayan Lampo. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved