Workshop Perlindungan Perempuan dan Anak: Nelson Dilema Meski Ada Perdes

Workshop Perlindungan Perempuan dan Anak: Nelson Dilema Meski Ada Perdes

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO
DIrektris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH dalam workshop menggagas pengintegrasian satgas perlindungan perempuan dan anak di desa yang diselenggarakan oleh LBH APIK NTT di Kupang, Kamis (18/2/2021). 

Workshop Perlindungan Perempuan dan Anak: Nelson Dilema Meski Ada Perdes

POS-KUPANG.COM - KONSORSIUM Timor Adil dan Setara menggelar workshop menggagas pengintegrasian Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa, Kamis (18/2/2021) lalu.

Kegiatan digelar di Kupang ini diikuti para kepala desa dan Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak yang berasal dari Kabupaten Kupang. Peserta dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mengikuti secara virtual.

Dari Bukit, Warga Saksikan Presiden Joko Widodo Datang Di Makatakeri, Sumba Tengah

Ada banyak informasi menarik yang terungkap selama pertemuan, termasuk pemerintah desa telah memiliki peraturan desa (Perdes) tentang penanganan, pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak.

Lahirnya perdes dimaksud dilatarbelakangi banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di desa.

Kepala Desa Tunfeu, Martinus Leonard Lely mengaku telah menetapkan perdes tentang penanganan, pemberdayaan, perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Ketua MPR RI Bamsoet dan Obsesi Mobil Listrik: Jakarta-Bali Hanya Perlu Rp 250 Ribu

Pemdes Tunfeu juga telah mengalokasikan anggaran dalam APBDes untuk mensuport perempuan dan anak, seperti pelatihan menjahit, membuat tas, mendaur ulang barang bekas, tenun ikat dan membuat makanan dan camilan.

"Tujuannya menambah penghasilan keluarga agar meminimalisir kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kendalanya masih pada segi pemasaran," kata Martinus.

Selain itu, dialokasikan anggaran meminimalisir stunting, yaitu membeli makanan tambahan, susu, kacang hijau untuk anak dan ibu hamil. Beriktunya, dana transportasi bagi ibu hamil ke puskesmas atau rumah sakit.

"Kami mencari solusi melalui musyarawarah dusun, musyawarah desa lalu menetapkan perdes dan APBDes di bidang pemerintahan, pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan untuk membantu kelompok perempuan dan anak Desa Tunfeu," jelas Martinus.

Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak Desa Tunfeu, Delsi Adelia Bilaut mengungkapkan, ada kasus istri hamil saat suami sedang merantau.

"Saya tidak bicara soal nona-nona hamil, tapi istri atau mama yang sudah bersuami yang notabene suami merantau entah keluar pulau, luar kota, atau keluar negeri. Itu yang sering terjadi di kampung, beberapa perkara suami merantau terus istri tiba-tiba hamil. Perkaranya dibawa ke kepala dusun, ke kades lanjut ke pihak berwajib," beber Delsi.

Kepala Desa Oesena, Nelson F Boymau mngatakan, terjadi penelantaran anak, pernikahan dini, kurang gizi, hamil diluar nikah di desanya. Menurutnya, kasus-kasus tersebut dipicu rendahnya sumber daya manusia (SDM).

Menurut Nelson, ada perdes yang mengatur perempuan hamil dan melahirkan tanpa suami maka administrasi tidak dilayani. "Tapi dilema. Jika diminta surat keterangan tidak mampu untuk berobat anak, kita tidak kasih, resikonya nyawa anak," kata Nelson.

Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak Desa Oelomin, Erna Irawati Gah menyoroti anak-anak tak mendapatkan haknya karena ayahnya pergi meninggalkan ibunya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved