Sahabat Alam NTT Helat Diskusi Virtual Tanggapi Permintaan Presiden Jokowi Dikritik dan UU ITE

seolah menunjukkan bahwa prinsip negara kuat adalah ketika masyarakay tidak boleh memberi kritik pada negara.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Suasana Diskusi virtual Sahabat Alam NTT, Jumat (19/2) lalu. 

Ketua umum, HMI cabang Kupang, Ibnu Hj. M. Kahrudin Tokan dalam paparan materinya menyoroti berbagai wacana-yang belum diselesaikan di tengah situasi kebangsaan saat ini, misalnya kasus HAM terkait pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat seperti yang menimpa Munir dan Marsinah. 

Ibnu menghubungkan Teori Lawrence M Friedmann dengan realitas keindonesiaan hari ini.  Penempatan struktur hukum di mana negara menghadirkan stigma yang membuat adanya kesenjangan berupa konflik horizontal maupun vertikal antar negara dengan masyarakat maupun stakeholder dengan masyarakat kalangan bawah.

"Contohnya yang terjadi pada kasus Besipae maupun ketidakjelasan status kewarganegaraan masyarakat pulau Kera" katanya. 

Substansi hukum secara legitimasi telah diatur namun dalam prakteknya masih banyak pelanggaran yang dilakukan aparat penegak hukum dengan intimidasi dari korporasi maupun pemerintah. Sehingga kebebasan berpendapat dan kepetingan itu terus dibenturkan. 

Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hak menyampaikan pendapat di muka umum membuat cipayung maupun aktivis kemanusiaan dalam mengadvokasi masalah harus sampai ke akar rumput demi membangun kesadaran kolektif untuk masyarakat maupun pemerintah dan penegak hukum. 

“Kedok pembungkaman demokrasi hari ini sudah naik tingkatan levelnya, tidak lagi berupa intimidasi lewat medsos, telepon, psikis dan fisik tapi berbasis isu pandemi seperti swab untuk membungkam pergerakan kemanusiaan sehingga ini harus terus menjadi wacana yang dibangun oleh cipayung maupun aktivis kemanusiaan lain untuk terus membuka pemahaman publik ” urai Ibnu Tokan. 

Sementara itu, LMND Eksekutif Kota Kupang, melalui ketua umumnya, Umbu Tamu Praing menanggapi proses demokrasi di Indonesia yang semakin mengalami degradasi dari bentuk aslinya.

Ia menilai,  pembungkaman ruang demokrasi yang terjadi di Indonesia merujuk dari indeks demokrasi sangat menurun dari tahun ke tahun. 

Demokrasi hari, menurutnya, berubah bentuk menjadi liberal dengan corak kapitalistik, di mana pasrtisipasi masyarakat hanya dilibatkan ketika pemilu. 

Wujud nyata demokrasi makin dipersempit, masyarakat hanya dilibatkan dalam demokrasi politik dalam hal ini pemilu yang dihelat lima tahun sekali, sedangkan masyarakat tidak dilibatkan dalam demokrasi ekonomi, lanjutnya.  

“Tidak ada lagi demokrasi di mana mementingkan musyawarah untuk mufakat, kepentingan bersama itu kemudian terpinggirkan karena kepentingan birokrat/elite utk mengakumulasi modalnya dalam sistem kapitalisme. Dengan begitu harapannya kita tetap melestarikan nilai demokrasi yang sesungguhnya dengan membangun pemahaman di masyarakat melalui konsolidasi” pungkas Umbu. 

Dari paparan berikut berasal dari  GMKI cabang Kupang, Eduard Nautu, yang turut  menyoalkan indeks demokrasi yang mengalami penurunan secara signifikan. 

Ia juga mengajak agar semua pihak untuk membangun sebuah kesadaran bersama bahwa kebebasan berpendapat di muka umum itu dijamin oleh konstitusi.

Upaya menciptakan UU ITE di masa kepemimpinan presiden presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sepuluh tahun setelah reformasi, seolah menunjukkan bahwa prinsip negara kuat adalah ketika masyarakay tidak boleh memberi kritik pada negara.

Ia mencontohkan, beberapa kasus yang terjadi seperti kasus Intan Jaya, Papua, penembakan terhadap anggota FPI dan penahanan terhadap para aktivis membuktikan bagiamana kemudian nyawa manusia tidak ada harganya apabila aktivitas masyarakat menganggu stabilitas umum dan keamanan negara.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved