Sahabat Alam NTT Helat Diskusi Virtual Tanggapi Permintaan Presiden Jokowi Dikritik dan UU ITE
seolah menunjukkan bahwa prinsip negara kuat adalah ketika masyarakay tidak boleh memberi kritik pada negara.
Sahabat Alam NTT Helat Diskusi Virtual Tanggapi Permintaan Presiden Jokowi Untuk Dikritik dan Revisi UU ITE
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Komunitas Sahabat Alam - WALHI NTT, kembali menghelat diskusi virtual via Zoom Cloud Meeting dengan Tema “Pembungkaman Suara Rakyat di Ruang Demokrasi", Jumat (19/2) lalu.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima POS-KUPANG.COM, Senin (22/2), diiskusi ini dilakukan dengan menghadirkan enam (6) orang narasumber diantaranya, Divisi SDA WALHI NTT, Yuvensius S. Nonga, SH.MH, ketua bidang Kaderisasi GMNI Cabang Waingapu, Ferdy Lukas, Formatur/ Ketua Umum HMI Cabang Kupang, Ibnu Hj. M. Kahrudin Tokan, Ketua LMND Eksekutif Kota Kupang, Umbu Tamu Praing. Ketua GMKI cabang Kupang, Eduard Nautu, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI cabang Kupang , Rino Sola.
Kegiatan ini berlangsung selama tiga jam yang dipandu oleh Sekretaris Sahabat Alam NTT, Vivin da Silva.
Yuvensius S. Nonga dari WALHI NTT dalam penyampaian materinya, mengatakan bahwa sistem penegakan hukum tidak terlepas dari tiga unsur penting sebagai subsistem yaitu Budaya Hukum, struktur hukum yang terkait dengan aparat penegak hukumnya, Substansi hukum dalam hal ini perundang-undangan.
Sehingga menurut Yuven, meskipun presiden mendorong revisi UU ITE, bagi Yuven sebaik-baiknya substansi hukum maka tetap menjadi buruk jika dijalankan oleh struktur hukum yang buruk.
Untuk itu, wacana ini harus terus dikawal agar adanya tindakan nyata yang menjadi pertimbangan serius bagi pemerintah supaya masyarakat lebih aktif memberikan kritik.
Di NTT, Yuven mengatakan masih terjadi pembungkaman kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hal ini melalui riset WALHI NTT dalam Tuak Lontar tahun 2020 terdapat 18 orang masyarakat dan aktivis yang dikriminalisasi serta lobby-lobby investor untuk mendapatkan tanah masyarakat.
“Ini menjadi pertimbangan yang serius bagi pemerintah untuk lebih jeli melihat persoalan yang terjadi dan sebagai masyarakat, aktivis maupun mahasiswa mari bersama melakukan pendidikan atau pemahaman publik untuk lebih waspada terhadap pembungkaman secara halus berupa pembodohan masyarakat di ruang publik”, tambah Yuvens.
Jefri Lukas, dari GMNI cabang Waingapu, menyampaikan bahwa hal menarik yang perlu didiskusikan adalah bagaimana NTT khususnya Sumba menjadi daerah dengan banyak bentuk pembungkaman publik.
Hal ini kata Jefri, disebabkan pulau Sumba mempunyai sabana, pariwisata dan kekayaan alam lainnya yang menjadi incaran banyak investor.
"Melalui negosiasi yang dilakukan dengan masyarakat dalam bentuk lobby pemerintah kemudian mengizinkan aktivitas investor di daerah Sumba"
Lebih jauh, Jefri menjelaskan, kehadiran investor sangat merugikan masyarakat, di mana masyarakat mulai kehilangan ruang hidupnya.
"Pantai yang diprivatisasi maupun tanah suku masyarakat adat tempat dihelatnya ritual-ritual adat yang digusur.Namun setelah masyarakat angkat bicara untuk menyampaikan pendapat terkadang konflik ini hilang begitu saja. Bahkan ada aktivis yang dikriminalisasi dan dipenjarakan dengan pasal dalam UU ITE. Karena cuitan-cuitan protes di Facebook" sambungnya.
Sejauh GMNI cabang Waingapu telah melakukan berbagai advokasi bersama masyarakat memperjuangkan hak-nya untuk mendapatkan kembali ruang hidupnya, salah satunya privatisasi pantai yang beberapa waktu lalu pernah dibatalkan, ungkap Jefri.