Siviardus Marjaya : NTT Masuk Urutan Ketiga Daerah Termiskin di Indonesia Karena Banyak Indikator
Kata Siviardus Marjaya : NTT masuk urutan ketiga daerah termiskin di Indonesia karena banyak indikator
Penulis: Ray Rebon | Editor: Kanis Jehola

Kata Siviardus Marjaya : NTT masuk urutan ketiga daerah termiskin di Indonesia karena banyak indikator
POS-KUPANG.COM | KUPANG--Sampai saat ini NTT masih menduduki peringkat 3 propinsi termiskin di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat. Ada beberapa indikator yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di NTT. Salah satunya adalah tingginya tingkat pendidikan.
"Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan, cara berpikir, keterampilan maupun cara bertindak seseorang. Orang yang masih tinggal di pedesaan adalah orang-orang yang kurang memiliki akses terhadap teknologi dan dunia luar," kata Dr. Ir. Siviardus Marjaya MMA kepada POS-KUPANG.COM, Jumat (18/2/2021).
• Calista, Bocah Penderita Tumor Asal Wudi Manggarai Kini Telah Dioperasi, Maria: Terima Kasih
"Anak-anak pedesaan yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung untuk tinggal dan mencari pekerjaan di kota ketimbang balik ke kampung untuk membangun desa. Akhirnya orang desa akan tetap saja hidup miskin karena masih dibangun oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dan pendidikan yang rendah, sementara tuntutan dunia kerja untuk merubah kehidupan lebih baik membutuhkan orang yang memiliki pendidikan dan pengetahuan yang cukup," kata Siviardus
Kata Siviardus bahwa, selain tingkat pendidikan di NTT yang masih tinggi, ada juga lapangan pekerjaan yang masih minim bagi masyarakat.
• Pembunuhan di Sumba Timur - Polres Sumba Timur Masih Selidiki Motif
Ia menjelaskan bahwa, keterbatasan lapangan pekerjaan akan membawa dampak terhadap kemiskinan pada masyarakat di NTT.
Lapangan pekerjaaan di NTT sangat terbatas sementara kelompok usia kerja hampir 30% dari total penduduk yang ada.
Keberadaan industri-industri di NTT juga merupakan penyebab orang menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan. Industri yang paling banyak menyerap lapangan kerja satu-satunya adalah industri pertanian.
Ia berharap agar Masyarakat keluar dari zona kemiskinan dan dapat menciptakan lapangan kerja baru pada industri pertanian namun kemunkinannya akan sangat kecil karena masyarakat pedesaan dan miskin mempunyai keterbatasan keterampilan maupun modal.
Ia juga menegaskan agar masyarakat harus diberi motivasi terkait dengan lapangan pekerjaan.
"Penyebab kemiskinan lain adalah motivasi bekerja. Hal yang paling sering membuat seseorang tak ingin maju karena tidak memiliki motivasi untuk bekerja, dan tidak mau keluar dari zona aman. Mereka merasa nyaman dengan hidupnya yang sekarang dan beranggapan bahwa kemiskinan itu adalah takdir yang tidak dapat dihilangkan, mungkin itulah cara hidup mereka (way of life), orang malas dan tetap tidak memiliki motifasi akan tetap malas, mungkin itulah kemiskinan terstruktur," ungkapnya
Namun, kata Siviardus, jumlah tanggungan keluarga merupakan hal yang cukup signifikan yang mempengaruhi kemiskinan.
Dikatakannya, ketika sesorang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak maka beban hidupnya tentu saja akan bertambah pula.
"Budaya masyarakat NTT yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi terkadang menampung anak-anak keluarga untuk tinggal dalam satu keluarga menyebabkan tanggungan keluarga dan biaya hidup bertambah. Dengan begitu seseorang diharuskan untuk meningkatkan pendapatannya sesuai dengan berapa jumlah anggota yang harus tanggungnya," terangnya
Salah satu indikator masyarakat miskin adalah karena keterbatasan sumber daya alam ataupun sumber modal. Propinsi NTT merupakan salah satu propinsi dengan kondisi agroklimat yang kering yang merupakan daerah semi ringkai/semi arid dengan kondisi Sumberdaya Alam (SDA) yang terbatas, (tanah tidak subur, air kurang, curah hujan rendah dan lain-lain).
"Masyarakat yang hidup pada lingkungan SDA terbatas akan sulit berkembang. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan teknologi yang dapat merubah lingkungan untuk lebih baik, tentu membutuhkan modal yang besar, sementara masyarakat kita tidak memiliki modal," ungkapnya
Berkaitan dengan persoalan-persoalan ini, Siviardus ingin memberikan masukan sekaligus saran yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi persoalan kemiskinan di NTT ini seperti, para sarjana masuk desa.
"Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk Program membangun desa," tegasnya
Ia menyampaikan bahwa, selama ini pembangunan diperioritaskan dari hulu ke hilir, atau dari pusat ke daerah. Saat ini perioritas pembangunan harus dibalik dari hilir ke hulu, sehingga dengan demikian diharapkan dapat mempercepat pengentasan kemiskinan di desa.
Para sarjana yang baru tamat dari perguruan tinggi diharapkan menjadi pioner dalam pembangunan pedesaan.
"Mereka harus disebarkan ke pedesaan untuk melatih dan mengubah pola hidup lama masyarakat yang pasrah dengan keadaan menuju pada kebiasaan baru (new normal) menjadi masyarakat petani dengan usaha agribisnis yang dapat dikembangkan guna menambah pendapatan masyarakat," jelasnya
Selain itu, pemerintah juga berperan harus membuka lapangan pekerjaaan baru bagi masyarakat. Pemerintah perluh campurtangan dalam pembangunan pedesaan dengan cara membantu menyediakan menediakan kredit usaha kecil (KUK), menyediakan benih atau bibit kepada petani agar petani dapat berusaha dengan baik. Serta perluh juga dibuka toko-toko pertanian di desa yang dapat menyediakan saprodi untuk pertanian.
Pemerintah juga harus membangun jembatan dan membuka jalan bagi masyarakat yang terhambat roda perputaran perekonomian di pedesaan yang tertinggal.
"Pembangunan jalan dan jembatan sampai ke pelosok desa merupakan salah satu cara pemerintah untuk membuka isolasi masyarakat dari keterbelakangan baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, teknologi, dan lain-lain," tuturnya
"Membangun manusia seutuhnya adalah amanah UUD 45 yakni untuk mencapai masyarakat adil makmur dan merata," tegasnya
Kemajemukan adat istiadat, budaya, bahasa, dan agama di NTT merupakan cerminan dari Indonesia mini. "Hidup rukun, toleransi, serta saling menghargai antara sesama merupakan budaya yang sangat kental dengan keakraban. Terkadang budaya yang masih syarat dengan aturan fanatis, membuat masyarakat sulit untuk merubahnya, misalnya budaya pesta yang cenderung menghabiskan anggaran membuat pemicu orang menjadi miskin. Pesta kelahiran, ulang tahun, belis, perkawinan, kematian, kenduri, syukuran, serta lainnya membutuhkan biaya yang sangat mahal. Untuk itu perlu intervensi pemerintah dengan mebuat regulasi untuk mengurangi pesta-pesta ini, agar masyarakat bisa keluar dari kemiskinan," tambahnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon)