Pengangkatan Staf Khusus Gubernur NTT Dinilai Tak Ada Dasar Hukum

pejabat ini masih dibiarkan menganggur. Bahkan, surat pemberhentian sebagai kepala dinas pun hingga kini belum diterima. 

Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM/AMBUGA LAMAWURAN
Pengamat Hukum asal Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Jhon Tuba Helan, sewaktu memberikan keterangan kepada wartawan POS-KUPANG.COM digedung DPRD NTT, Kamis (6/12/2018). 

Pengangkatan Staf Khusus Gubernur NTT Dinilai Tak Ada Dasar Hukum

POS-KUPANG.COM|KUPANG-- Nasib 15 Pejabat Tinggi Pratama (PTP) yang diangkat sebagai staf khusus gubernur NTT hingga kini masih terkatung-katung. Pasalnya, sejak diangkat pada 15 Februari 2019 lalu, ke-15 pejabat ini masih dibiarkan menganggur. Bahkan, surat pemberhentian sebagai kepala dinas pun hingga kini belum diterima. 

Menanggapi ini, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana Kupang, Jhon Tuba Helan mengatakan, status staf ahli berbeda dengan staf khusus. Staf ahli ada dalam struktur pemerintahan daerah sesuai UU nomor 23 tahun 2014. Sedangkan staf khusus, tidak berada dalam struktur.

Menurut dia, hal ini berkonsekuensi pada berfungsinya staf khusus, karena tidak ada dalam struktur maka, tidak ada pengaturan mengenai fungsi, tugas dan wewenang.

"Dari dulu saya kritik eksistensi staf khusus, karena fungsi pemerintahan daerah sudah terbagi habis pada dinas, badan, sekretariat daerah dan staf ahli. Lalu, hadir staf khusus, mau urus apa dan biaya dari mana? Sekarang terbukti jadi soal, eselon berapa mereka,apa kinerja mereka," ujarnya kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).

Ia mengatakan, jika itu disebut sebagai diskresi gubernur NTT, maka terjadi gagal paham tentang diskresi.

"Diskresi itu ada jika selain struktur pemerintahan daerah/organisasi perangkat daerah, gubernur dapat membentuk staf khusus. Maka disini lahir diskresi. Semuanya sudah lengkap baru bentuk lagi staf khusus itu bukan diskresi. DKI Jakarta itu otonomi khusus diatur dengan UU khusus DKI," katanya.

Ia meyakini jika pengangkatan staf khusus itu tidak ada dasar hukumnya. Staf khusus ASN, lanjut dia, hanya untuk menampung mereka yang nonjob pada saat mutasi, tapi tidak ada nomenklatur dalan UU Pemda maupun peraturan lain. Demikian juga staf khusus non ASN, tidak ada dasar hukumnya.

"Dia ada untuk apa dan biaya dari mana. Perlu diluruskan, staf khusus PNS itu non eselon dan tidak termasuk pejabat pimpinan tinggi pratama. Kecuali staf ahli PNS eselon II A sama dengan kepala dinas atau kepala badan tingkat provinsi," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton mengaku belum mencermati betul struktur yang dibuat Pemprov NTT berupa staf khusus ASN, non PNS dan staf ahli.

"Apakah sudah mengacu ke peraturan perundang-undangan atau tidak, kita belum mencermati. Sebab, hal ini berkonsekuensi ke pembayaran tunjangan, honorarium dan lainnya," katanya. 

Menurut dia, hingga saat ini Ombudsman NTT belum menerima laporan pengaduan dari ke-15 pejabat tinggi pratama itu. 

Sebelumnya, mantan Kadis PU NTT, Andre Kore yang dipercayai sebagai staf khusus bidang percepatan pembangunan infrastruktur mengaku jika hingga hari ini, ia bersama rekan-rekan lainnya sama sekali tidak diberi tugas atau akses untuk menjalankan tugasnya. Bahkan, surat pemberhentian sebagai pejabat eselon II tak pernah diterima. 

"Ini momen kami merefleksikan perjalanan kami. Jujur, kami sejak diangkat sampai sekarang, tidak ada aktivitas. Tetapi kami baik-baik saja. Kami bersyukur, meski tidak diberi tugas sesuai wewenang, tapi kami tetap hadir di sini," ujarnya. 

Ia menyayangkan jabatan sebagai staf khusus yang diberikan tetapi tidak dioptimalkan. Bahkan, ia tidak pernah dilibatkan dalam rapat apapun dengan gubernur dan wakil gubernur. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved