Opini Pos Kupang
Sensus Penduduk 2020 Bisa Mengubah NTT
Tidak ada yang mengira untuk pertama kalinya dalam 75 tahun Indonesia merdeka, sejarah baru Satu Data Indonesia tercipta
Oleh: Angela Regina Maria Wea, Kepala BPS Kabupaten Manggarai Timur
POS-KUPANG.COM - Akhir pekan lalu, Hari Kamis, 21 Januari 2021, tampak sama seperti hari-hari sebelumnya, nyaris tanpa perbedaan. Tidak ada yang mengira untuk pertama kalinya dalam 75 tahun Indonesia merdeka, sejarah baru Satu Data Indonesia tercipta, diawali dengan satu data kependudukan.
Upaya dan kerja keras Tim BPS dan Kementerian Dalam Negeri telah mengukir prestasi ini. Satu Data Indonesia tercipta, diawali dengan Satu Data Kependudukan Hasil Sensus Penduduk 2020. Ya kita bisa. BPS bersama Kementerian Dalam Negeri telah merilis hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 secara bersama-sama untuk pertama kalinya dalam sejarah.
• 10 Pejabat Daerah Jadi Penerima Vaksin Covid-19 Pertama di Sumba Timur
Dari hasil rilis BPS menunjukkan dengan tepat tren demografis utama yang dikonfirmasi oleh sensus penduduk sepuluh tahun sekali ini. Tren ini termasuk stagnasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pertumbuhan populasi, penurunan rasio ketergantungan penduduk NTT, peningkatan pertama kali dalam sex ratio, disparitas antar wilayah yang besar, dan peningkatan keragaman antara Gen Z dan milenial, kelompok muda, yang kini menjadi mayoritas penduduk kita.
Stagnasi dalam Pertumbuhan Populasi
Pada sebagian besar masa lalu, NTT telah menjadi salah satu provinsi dengan tingkat kelahiran tertinggi. Hal ini terutama terjadi pada paruh terakhir abad ke-20 karena baby boom pasca-Perang Dunia II. Tetapi hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 menunjukkan tingkat pertumbuhan terkecil selama satu dekade dalam sejarah NTT.
Populasi penduduk NTT tahun 2020 sebesar 5,33 juta jiwa menunjukkan bahwa dari tanggal 15 Mei 2010 hingga tanggal 15 September 2020 penduduk NTT tumbuh hanya 1,25 persen dari sebesar 4,68 juta jiwa pada tahun 2010. Ini adalah tingkat pertumbuhan terendah sejak tahun 1961.
• DBD di Ngada Makan Korban, Awal Tahun 2021 Ada 19 Kasus, Satu di Antaranya Meninggal Dunia
Bagian dari penurunan tajam pada 2010-2020 ini dapat dikaitkan dengan pandemi COVID-19, yang membawa lebih banyak kematian dan pembatasan migrasi lebih lanjut.
Hal ini bertentangan dengan dekade sebelumnya yaitu tahun 2000-2010 dimana terjadi lebih banyak kelahiran, lebih banyak kematian, dan migrasi yang tidak merata.
Trend penurunan pertumbuhan penduduk NTT yang cukup konsisten sejak 1980 disebabkan oleh dicanangkannya Program Keluarga Berencana.
Pada akhir 2000, turun menjadi 1,64 persen dari 1,95 persen pada 1980. Namun pertumbuhan penduduk meningkat drastis menjadi 2,07 pada tahun 2010 setelah diberlakukan Otonomi Daerah, yang mencerminkan dampak langsung dari likuidasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana pada tingkat kabupaten/kota.
Hal ini terlihat dari stagnannya kesertaan ber-KB pada periode tersebut yang diikuti dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Sejak 2010 itu pertumbuhan jumlah penduduk NTT terus turun ke level terendah di 1,25 persen pada tahun 2020.
Mobilitas Geografis
Indikator lain dari stagnasi demografi adalah rendahnya tingkat mobilitas geografis. Pada tahun sebelum COVID-19 melanda, sebagian kecil (14,63 persen) penduduk NTT bertempat tinggal di Pulau Sumba yang mempunyai luas daerah sebesar 22,96 persen.
Sedangkan 40,85 persen penduduk berada di Pulau Flores dan Lembata dengan total luas sebesar 30 persen, serta 44,52 persen penduduk berada di Pulau Timor, Rote, Alor, dan Sabu yang memiliki total luas 47,04 persen.
Proporsi ini tidak bergeser jauh ketika BPS pertama kali mulai melakukan sensus penduduk pada tahun 1961. Ada kemungkinan bahwa tingkat mobilitas dapat meningkat kembali pada periode 2020 hingga 2021 karena migrasi terkait COVID-19 dari kota atau migrasi kembali.
Namun, pergerakan seperti itu mungkin hanya bersifat sementara, dan ada kemungkinan yang jelas bahwa stagnasi jangka panjang dalam mobilitas geografis selama dekade terakhir dapat muncul kembali saat pandemi mereda.
Analisis di atas menjelaskan bahwa kita berada di tengah-tengah stagnasi demografis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagian besar disebabkan oleh tingkat kesuburan yang lebih rendah dan peningkatan mortalitas yang terkait dengan populasi yang menua. Pandemi COVID-19 tentu menonjolkan pola ini. Migrasi penting untuk menghadapi stagnasi lebih lanjut.
Sensus penduduk tahun 2020 juga menyoroti perbedaan pertumbuhan yang tajam antara orang tua dan orang muda di NTT.
Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berusia di atas 56 tahun sebesar 12,55 persen, atau berada diatas 10 persen sehingga dapat dikategorikan sebagai aging population.
Penggerak terbesar adalah generasi Baby Boomer, yang melewati usia 56 tahun selama dekade terakhir, meningkatkan kelompok usia 56 hingga 74 tahun sebesar 10,56 persen sedangkan Pre Boomer (usia 75 tahun keatas) sebesar 1,99 persen.
Kita dapat mengharapkan sebagian besar kabupaten/kota menunjukkan peningkatan dalam populasi mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Bahkan di daerah yang secara demografis stagnan, "penuaan di tempat" dari generasi baby boomer di dalamnya akan menyebabkan pertumbuhan populasi manula.
Pertama Kali dalam Sejarah
Hasil SP 2020 berdasarkan kelompok umur usia muda yaitu 0-14 tahun mengalami penurunan tingkat kelahiran menjadi 24,64 persen dari 37,31 persen, sebaliknya kelompok umur usia produktif 15-64 tahun menunjukkan trend meningkat dari 57,73 persen menjadi 69,47 persen, begitu pula kelompok umur usia lanjut 65 tahun keatas sebesar 5,89 persen, meningkat dari 4,96 persen. Peningkatan kelompok usia lanjut disebabkan oleh adanya perbaikan kesehatan masyarakat, peningkatan gizi, serta perbaikan pola hidup.
Dengan menggunakan pengelompokan umur ini maka dapat diketahui rasio ketergantungan yaitu perbandingan antara kelompok usia produktif (15-64 tahun) terhadap kelompok usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) untuk melihat terbukanya peluang bonus demografi.
Dari hasil proyeksi penduduk tahun 2015-2045 diketahui bahwa peluang bonus demografi di Indonesia terbuka sejak tahun 2012 dan tertutup pada 2036, dengan puncaknya pada tahun 2021.
Dengan menggunakan pengelompokan umur tersebut diperoleh rasio ketergantungan NTT sebesar 42,59 persen, setiap 100 orang yang berusia produktif (15-64 tahun) menanggung sebanyak 43 orang usia non produktif (umur 0-14 tahun dan 65 tahun keatas).
Ini merupakan titik terendah dalam sejarah demografi NTT atau dapat dikatakan ini menjadi bonus demografi yaitu keuntungan ekonomis yang diperoleh akibat struktur penduduk usia produktif lebih besar dua kali lipat dibanding usia non produktif. Ini merupakan peluang emas karena tidak akan terulang kembali.
Pada tahun-tahun selanjutnya akan ada peningkatan usia lansia atau aging yang merupakan usia non produktif. Puncak bonus demografi diperkirakan pada tahun 2021, dan NTT mendahuluinya pada tahun 2020.
Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015-2045, bonus demografi akan tertutup untuk bangsa Indonesia pada tahun 2036.
Antara Milenial dan Gen Z
Populasi penduduk NTT yang dirilis minggu lalu mengungkapkan bahwa lebih dari separuh total populasi penduduk sekarang adalah anggota Generasi Z dan Generasi milenial atau Generasi Y.
Hal ini menyebabkan perbedaan generasi yang mencolok dalam keanekaragaman. Sekitar 34,72 persen Generasi Z; sedangkan Milenial 25,17 persen sehingga total kedua generasi tersebut sebesar 59,89 persen atau tiga per lima dari populasi.
Di antara generasi yang lebih muda, Generasi Z mendominasi populasi sebesar 34,72 persen yaitu mereka yang berusia 8 hingga 23 tahun, meskipun generasi yang lebih besar setelah mereka yaitu Generasi Milenial atau Generasi Y berusia 24 hingga 39 tahun berada di urutan kedua sebesar 25,17 persen.
Perbedaan generasi ini penting untuk perencanaan sektor publik dan swasta, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan populasi muda yang semakin beragam. Kesenjangan generasi dalam keberagaman juga mendorong apa yang saya sebut sebagai "kesenjangan generasi budaya", yang telah memengaruhi politik.
Penting untuk dipahami bahwa seiring bertambahnya usia generasi yang lebih muda dan beragam ini, selera, nilai, dan orientasi politik mereka akan menjadi "arus utama" bangsa. Memasuki tahun 2021, generasi milennial pertama sudah menginjak usia 40 tahun.
Pada dekade terakhir, Generasi Z terus diteliti sebab di dunia ini, belum pernah ada generasi yang sejak lahir sudah akrab dengan teknologi seperti mereka. Generasi Z adalah masa depan. Karena itu penting bagi para pelaku industri untuk memahami perilaku dan kebiasaan mereka.
Di tengah situasi yang memprihatinkan akhir-akhir ini, menjaga mereka untuk tetap produktif memerlukan upaya ekstra tersendiri. Rasa jengkel, marah, bosan yang bercampur aduk atau dikenal dengan istilah Cabin Fever atau Demam Kabin, seperti berada di dalam kabin pesawat terbang.
Harga internet paket diturunkan dapat menjadi salah satu solusi agar meskipun terkurung dalam rumah mereka tetap bisa bersosialisasi dengan keluarga, kolega dan lainnya atau menonton YouTube sehingga tetap bisa melakukan kegiatan dari dalam rumah.
Bisa Mengubah NTT
Akademisi bisa mengubah dunia, kalau mereka berhenti berbicara diantara mereka sendiri. (Wijayanto, Ph. D.). SP 2020 bisa mengubah NTT dengan gerakan sosial.
Tanpa gerakan sosial ilmu pengetahuan tidak bergerak ke mana-mana, bukan berarti tidak berguna. Gerakan sosial, tidak lain dari kegiatan memobilisasi masyarakat ke arah suatu tujuan.
Bagaimana dengan hasil SP 2020? Dari Hasil SP 2020 diharapkan kita mendapatkan ilmu pengetahuan sebagai arah utama pembangunan untuk meningkatkan tingkat hidup masyarakat dan dengan itu tercapai dua hal: pertama, pembangunan kita pada umumnya tidak semata-mata menganjurkan peningkatan ilmu pengetahuan akan tetapi menaikkan taraf hidup ekonomi dengan memanfaatkan potensi Bonus Demografi yang ada.
Kedua, dengan kenaikan taraf hidup dalam arti ekonomi diharapkan terjadi peningkatan kehidupan ilmu pengetahuan terutama bagi Generasi Z yang merupakan bagian terbesar populasi. Karena itu SP 2020, bukan sekedar pekerjaan ilmu pengetahuan rutin 10 tahunan akan tetapi suatu gerakan, menanam kesadaran bahwa tingkat hidup yang tinggi adalah bagian dari ilmu pengetahuan.
Dari hasil SP 2020 yang telah dirilis akhir pekan lalu, kita mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang populasi. Dari gambaran yang lebih luas kita optimis kita dapat mengubah NTT. (*)