Kepala UTD PMI NTT: Perempuan Pernah Hamil Tak Boleh Donor Plasma Darah
Kepala UTD PMI NTT Samson Ehe Teron: Perempuan Pernah Hamil tak boleh donor plasma darah
Kepala UTD PMI NTT Samson Ehe Teron: Perempuan Pernah Hamil tak boleh donor plasma darah
POS-KUPANG.COM - PASIEN Covid-19 yang telah sembuh tidak serta merta menjadi pendonor plasma darah (convalescent). Namun ada syaratnya. Kepala Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Provinsi NTT ( UTD PMI NTT), dr Samson Teron, SpPK menyebut ada beberapa persyaratan, di antaranya harus sembuh paling cepat 14 hari, berusia antara 17 hingga 65 tahun dan bebas dari penyakit HIV, Sifilis, Hepatitis B dan C.
• Bangun Penahan Banjir di Wae Reca
"Perempuan yang pernah hamil tidak boleh donor," tandas Samson ketika diwawancara Reportet Pos Kupang, Intan Nuka, Kamis (28/1/2021). Berikut ini petikan wawancara lanjutannya:
Apa saja syarat bagi penyintas Covid-19 yang mau mendonor plasma darah?
Jadi, ada syarat tertentu. Mereka sudah harus sembuh paling cepat 14 hari. Penyintas Covid-19 baik laki-laki maupun perempuan berumur antara 17 hingga 65 tahun, tekanan darah systole 180 mmHg. Tekanan darah diastole paling tinggi 100 mmHg, kadar hemoglobin cukup dan tidak boleh terlalu tinggi (tidak lebih dari 18 g/dL), serta harus diperiksa bebas dari penyakit yang dikeluarkan melalui darah seperti HIV, Sifilis, Hepatitis B dan C. Tapi, pada perempuan yang pernah hamil tidak boleh donor.
Mengapa perempuan yang pernah hamil tidak boleh menjadi pendonor?
Pada perempuan yang pernah hamil dan melahirkan itu, dalam plasma ibu itu terbentuk antibodi terhadap sel darah putih. Dalam dunia kedokteran namanya HLA (Human Leukocyte Antigen).
Ibu akan membuat antibodi itu kepada anaknya. Pada waktu ibu mendonorkan plasmanya dan diberikan ke pasien, nanti HLA ibu akan mengikat HLA pasien yang menerima plasma sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi, terutama neutrofil yang akan berikatan.
• Lawan Covid-19 dengan Kesetiakawanan
Anti neutrofil dan neutrofil dari pasien akan berikatan dan menimbulkan kerusakan pada membran alveolus paru. Hal itu akan mengakibatkan pengeluaran cairan yang kita sebut paru-paru terendam air dan pasien sesak bahkan bisa meninggal.
Bagaimana cara agar penyintas mau mendonor plasma?
Nah, persoalannya sekarang kan apakah kita punya ketersediaan plasma ketika dibutuhkan? Kita harus punya orang-orang yang secara sukarela mendonorkan plasma darahnya. Mereka (penyintas) juga belum tentu mau. Ada yang sudah mau donor, tapi keluarganya bilang jangan.
Banyak hal yang pengaruhi orang untuk mendonor. Saya sudah minta mereka untuk datang donor. Tadi ada satu mau datang tapi harus bicara dengan keluarga dulu. Mudah-mudahan penyintas Covid-19 ini punya hati untuk mau memberi.
Bagaimana alur mendonor plasma?
Alurnya itu seperti donor biasa. Orang datang, isi formulir khusus penyintas, lalu diperiksa. Apabila persyaratannya memenuhi, kami lihat lagi berat badan. Kalau berat badan antara 45-55 kg, saya suruh donor konvensional, pakai biasa. Kalau di atas 55 kg baru ambilnya pakai mesin, karena ambil banyak.
Lalu, kita ambil darahnya untuk diperiksa darah lengkapnya dan jumlah antibodi. Antibodi yang diperiksa itu bisa kualitatif dan kuantitatif.