Mahfud MD Soroti Kinerja MA Sebut Sering Kurangi Hukuman Jadi Sebab Melorotnya IPK Indonesia, Oh Ya?

Diketahui, IPK Indonesia mengalami kemerosotan sebesar tiga poin dari sebelumnya berada pada skor 40 pada 2019 menjadi 37 pada tahun 2020.

Editor: Frans Krowin
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019). 

Mahfud MD Soroti Kinerja MA Sebut Sering Kurangi Hukuman Jadi Sebab Melorotnya IPK Indonesia, Oh Ya? 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Menko Polhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan) Mahfud MD tiba-tiba menyoroti kinerja Mahkamah Agung (MA).

Mahfud MD menyebutkan, saat ini Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia cenderung melorot karena hal prinsipil berikut ini.

Disebutkannya, bahwa turunnya IPK Indonesia tahun 2020, karena MA kerap melakukan pengurangan hukuman pada tingkat putusan kasasi maupun peninjauan kembali (PK).

Terhadap kritikan Mahfud MD itu, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro angkat bicara.

Dia mengatakan, "Itu hanya persepsi atau asumsi saja. Sebab berbicara mengenai pemidanaan termasuk mengurangi hukuman terdakwa/terpidana korupsi melalui upaya hukum yang diatur dalam undang- undang adalah bagian dari penyelengaraan peradilan sebagai wujud mekanisme sebuah negara hukum. Dunia internasional tentu memahami masalah ini," ujar Andi Samsan Nganro dalam keterangannya, Sabtu (30/1/2021).

Indonesia pun turun ke peringkat 102 dari sebelumnya peringkat 85 dari 180 negara yang disurvei pada 2019.

Andi mengatakan, bila dilihat secara kuantitas, pengurangan hukuman itu tidak signifikan pengaruhnya terhadap turunnya skor IPK.

Sebab putusan PK MA yang mengabulkan permohonan PK terpidana korupsi dengan mengurangi hukuman hanya 8 persen, berarti sekitar 92 persen permohonan PK terpidana korupsi yang ditolak.

"Menurut data yang ada, hanya 8 persen yang memang dikabulkan, jadi masih ada 92 persen yang ditolak," katanya.

Andi Samsan Nganro memastikan, dalam memutuskan suatu perkara majelis hakim tidak dapat diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh ketua MA.

Oleh karenanya, maraknya pemotongan masa hukuman terpidana korupsi melalui putusan PK tak dapat disimpulkan sebagai pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Andi lantas mengatakan bahwa lembaganya mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi.

Bahkan, sebagai lembaga peradilan, tugas MA tidak sekadar menegakkan hukum dengan memberikan efek jera tetapi juga menegakkan keadilan, termasuk keadilan bagi terpidana kasus korupsi.

"Kami mempertimbangkan semua, kami sinergikan semua kemudian melahirkan sebuah putusan berdasarkan ya kami akan pertimbangkan juga, kami tidak gegabah begitu, kami juga pertimbangan pada hati nurani, apakah ini sudah adil, apakah ini sudah tepat," kata dia.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved