Bertengkar Hebat Amerika Libas China di WHO Sampai Mati Kutu Ternyata Gegera Ini, Ini Kronologinya
Bertengkar Hebat Amerika Libas China di WHO Sampai Mati Kutu Ternyata Gegera Ini, Ini Kronologinya
POS-KUPANG.COM - Bertengkar Hebat Amerika Libas China di WHO Sampai Mati Kutu Ternyata Gegera Ini, Ini Kronologinya
Hubungan Amerika Serikat dengan China memanas pada Senin (18/1/2021) di rapat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Reuters memberitakan, AS meminta
China untuk mengizinkan tim ahli dari WHO untuk mewawancarai tenaga perawatan, mantan pasien dan pekerja laboratorium di pusat kota Wuhan. Hal ini membuat Beijing marah.
Baca juga: Nindy Ayunda Gugat Cerai Askara Parasady Harsono, Sang Suami Ditangkap Polisi Karena Narkoba
Baca juga: KPP Pratama Kupang Utamakan Layanan Online Konsultasi SPT Tahunan
Baca juga: Ingin Bunuh Diri Minum Obat Nyamuk, Hotman Paris Bikin Publik Kaget, Alasannya Bikin Merinding, Apa?
Seperti yang diketahui, tim ahli independen yang dipimpin WHO mencoba untuk menentukan asal-usul virus corona baru tiba pada 14 Januari di Wuhan di mana mereka mengadakan telekonferensi dengan rekan-rekan China selama karantina dua minggu sebelum mulai bekerja di lapangan.
Amerika Serikat, yang menuduh China menyembunyikan penyebaran awal, telah menyerukan penyelidikan yang dipimpin WHO agar "transparan" dan mengkritik persyaratan kunjungan, di mana para ahli China telah melakukan penelitian tahap pertama.
Garrett Grigsby dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, yang memimpin delegasi AS, mengatakan China harus membagikan semua studi ilmiah tentang sampel hewan, manusia, dan lingkungan yang diambil dari pasar di Wuhan, di mana virus SARS-CoV-2 diyakini muncul pada akhir 2019.
Mengutip Reuters, Grigsby mengatakan kepada Dewan Eksekutif WHO, analisis komparatif dari data genetik semacam itu akan membantu untuk "mencari sumber yang tumpang tindih dan potensial" dari wabah yang memicu pandemi Covid-19.
“Kami memiliki tugas serius untuk memastikan bahwa penyelidikan kritis ini kredibel dan dilakukan secara objektif dan transparan,” kata Grigsby, yang juga merujuk pada varian virus yang ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.
Baca juga: Putra NTT Pimpin Rapat Fit and Proper Test Calon Tunggal Kapolri, Ini Pesannya
Baca juga: IPMASTIM Kupang Kawal Proses Hukum Kasus Pemukulan Natalia Manek
Sun Yang, direktur jenderal kantor tanggap darurat kesehatan dari Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan kepada dewan: "Studi asal virus bersifat ilmiah. Perlu koordinasi, kerja sama. Kita harus menghentikan tekanan politik apa pun."
Delegasi Australia juga meminta tim WHO untuk memiliki akses ke data, informasi, dan lokasi utama yang relevan.
"Tidak ada jaminan jawaban," kata kepala darurat WHO Mike Ryan kepada wartawan Jumat lalu. “Ini adalah tugas yang sulit untuk menentukan asal-usul sepenuhnya dan terkadang perlu dua atau tiga atau empat kali percobaan untuk dapat melakukannya dalam pengaturan yang berbeda.”
Selanjutnya: Tim WHO yang selidiki asal muasal virus Covid-19 di China harus karantina 2 minggu.
Baca juga berita lainnya:
China dituding menyabotase Amerika Serikat yang sedang berusaha membuat vaksin virus corona.
Hal ini disampaikan Senator AS dari Partai Republik Rick Scott, Minggu (7/6/2020).
Amerika Serikat (AS) mengklaim memiliki bukti China sedang mencoba memperlambat atau menyabotase pengembangan vaksin corona (Covid-19) oleh negara-negara Barat.
Baca juga: Nindy Ayunda Gugat Cerai Askara Parasady Harsono, Sang Suami Ditangkap Polisi Karena Narkoba
Baca juga: Ingin Bunuh Diri Minum Obat Nyamuk, Hotman Paris Bikin Publik Kaget, Alasannya Bikin Merinding, Apa?
Baca juga: Surat Pengangkatan Honorer Tanpa Tes yang Viral di Dibantah Kemenpan RB, PNS Harus Seleksi Ketat
"Kami harus menyelesaikan vaksin ini. Sayangnya kami memiliki bukti bahwa komunis China berusaha menyabotase kami atau memperlambatnya," katanya dalam wawancara di BBC TV yang dikutip Channel News Asia.
"China tidak ingin kami melakukannya terlebih dahulu. Mereka telah memutuskan untuk menjadi musuh bagi Amerika dan saya pikir untuk demokrasi di seluruh dunia," imbuhnya.
Ditanya bukti apa yang dimiliki AS, Scott menolak memberikan perincian. Tetapi ia mengatakan, informasi itu datang melalui komunitas intelijen.
"Vaksin ini sangat penting bagi kita semua agar perekonomian kita kembali berjalan. Apa yang saya benar-benar percaya adalah apakah Inggris yang pertama melakukannya atau kita yang pertama, kita akan berbagi. Komunis China, mereka tidak akan berbagi," kata Scott.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berharap, vaksin virus corona akan tersedia akhir tahun ini.
Trump membentuk tim khusus untuk mempercepat pengembangan vaksin corona.
Trump menunjuk seorang mantan eksekutif farmasi untuk menjadi ujung tombak upaya tersebut.
"Kami ingin mendapatkannya pada akhir tahun, jika kami bisa, mungkin sebelumnya," kata Trump saat ia menyampaikan pembaruan tentang perlombaan untuk mendapatkan vaksin virus corona, Jumat (15/5).
"Kami pikir, kami akan memiliki beberapa hasil yang sangat baik keluar dengan sangat cepat," ujarnya.
Trump menambahkan, ketika vaksin virus corona siap, militer akan ia perintahkan untuk mendistribusikannya, dan membangkitkan semangat kerjasama global.
"Kami bekerjasama dengan banyak negara yang berbeda, dan sekali lagi, kami tidak memiliki ego," tegas Trump.
"Siapa pun yang mendapatkannya, kami pikir itu hebat, kami akan bekerja dengan mereka dan mereka akan bekerja dengan kami. Jika kami mendapatkannya, kami akan bekerja dengan mereka," imbuhnya.
Baca juga: Nindy Ayunda Gugat Cerai Askara Parasady Harsono, Sang Suami Ditangkap Polisi Karena Narkoba
Baca juga: KPP Pratama Kupang Utamakan Layanan Online Konsultasi SPT Tahunan
Baca juga: Putra NTT Pimpin Rapat Fit and Proper Test Calon Tunggal Kapolri, Ini Pesannya
Baca juga: Berpotensi Menularkan Covid-19 Pasca Gempa Sulbar,Ini yang Dilakukan Kemenkes pada Para Korban Gempa
China Bisa Dikucilkan Dunia Pasca Pandemi Corona, Terbaru Berusaha Curi Penelitian Vaksin Covid-19
Pandemi virus corona belum berakhir, hanya China yang sudah nol penambahan kasus.
Namun kekhawatiran kini muncul negeri tirai bambu tersebut akan dikucilkan pasca pandemi selesai.
China bisa menghadapi isolasi dari tatanan ekonomi global pasca pandemi virus corona.
Hal ini disampaikan mantan kepala perunding perdagangan Beijing Long Yongtu.
Dilansir dari South China Morning Post, potensi isolasi geopolitik ini berasal dari kejatuhan ekonomi global pasca wabah corona.
Dimana semakin banyak negara diramal akan mengikuti Amerika Serikat dalam mengkritik China karena penanganan virus tersebut.
Keraguan pun tumbuh mengenai apakah Washington dan sekutunya akan mencoba untuk mengecualikan Beijing dari tatanan ekonomi internasional baru, sebuah teori yang dilabeli oleh beberapa ahli Cina sebagai de-Sinicisation.
Proses semacam itu akan menimbulkan tantangan ekonomi dan diplomatik yang berlarut-larut ke China di tahun-tahun mendatang.
"China juga merupakan peserta penting dalam globalisasi, jadi ketika seseorang mulai berbicara tentang deglobalisasi, ada juga suara-suara tentang de-sinicisation. Tentu saja, kita perlu sangat waspada akan hal itu," kata Long yang juga mantan wakil menteri perdagangan luar negeri China.
“Setelah pandemi, akan ada perubahan signifikan dalam perdagangan internasional, investasi dan rantai industri. Epidemi ini telah menyebabkan kerusakan besar pada globalisasi,” kata Long.
Baca juga: Nindy Ayunda Gugat Cerai Askara Parasady Harsono, Sang Suami Ditangkap Polisi Karena Narkoba
Baca juga: KPP Pratama Kupang Utamakan Layanan Online Konsultasi SPT Tahunan
Baca juga: Putra NTT Pimpin Rapat Fit and Proper Test Calon Tunggal Kapolri, Ini Pesannya
Penyebaran Covid-19 secara signifikan telah mengganggu rantai pasokan global, mengekspos ketergantungan negara-negara lain pada China untuk produk-produk vital dan memicu kekhawatiran tentang eksodus yang lebih cepat dari perusahaan-perusahaan asing.
"Kami memiliki setiap alasan untuk mengatakan bahwa aliansi internasional sedang dibentuk akan mengucilkan China dan yuan," kata Li Yang, direktur Akademi Nasional Lembaga Ilmu Sosial untuk Keuangan dan Pembangunan.
“Kami tidak punya pilihan lain selain membuat yuan lebih kuat dan menjadikan yuan sebagai mata uang internasional. Tentu saja, atas dasar yang sama, juga penting untuk membuat Cina lebih kuat," ujarnya.
Sementara itu AS, Uni Eropa, Australia, dan negara-negara lain telah meningkatkan ketegangan geopolitik terhadap China dengan menyerukan penyelidikan independen untuk menentukan asal virus.
Peretas China Incar Penelitian Vaksin Corona
Biro Penyelidikan Federal Amerika Serikat (FBI) dan ahli keamanan siber percaya, para peretas China berusaha mencuri penelitian tentang pengembangan vaksin terhadap virus corona baru.
Wall Street Journal dan New York Times melaporkan seperti Channelnews.com lansir, FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS berencana untuk mengeluarkan peringatan tentang peretasan China tersebut.
Para peretas juga menargetkan informasi dan kekayaan intelektual tentang perawatan dan pengujian untuk virus corona. Kedua media itu menyebutkan, para pejabat AS menuduh para peretas itu terkait dengan Pemerintah China.
Peringatan resmi dari FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS akan keluar dalam beberapa hari, ketika pemerintah dan perusahaan swasta berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin virus corona.
Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian menolak tuduhan tersebut. Dia mengatakan, Tiongkok dengan tegas menentang semua serangan dunia maya.
"Kami memimpin dunia dalam pengobatan Covid-19 dan penelitian vaksin. Adalah tidak bermoral menargetkan China dengan rumor dan fitnah tanpa adan bukti," tegas Zhao seperti dikutip Channelnews.com.
Peringatan itu akan menambah serangkaian laporan yang menuduh para peretas yang mendapat dukungan Pemerintah di Iran, Korea Utara, Rusia, dan China melakukan kegiatan jahat terkait pandemi, dari memompa berita palsu hingga menargetkan pekerja dan ilmuwan.
The New York Times mengatakan, itu bisa menjadi awal serangan balik yang disetujui secara resmi oleh agen-agen AS yang terlibat dalam perang siber, termasuk Komando Siber Pentagon dan Badan Keamanan Nasional.
Baca juga: Nindy Ayunda Gugat Cerai Askara Parasady Harsono, Sang Suami Ditangkap Polisi Karena Narkoba
Baca juga: KPP Pratama Kupang Utamakan Layanan Online Konsultasi SPT Tahunan
Baca juga: Putra NTT Pimpin Rapat Fit and Proper Test Calon Tunggal Kapolri, Ini Pesannya
Baca juga: Surat Pengangkatan Honorer Tanpa Tes yang Viral di Dibantah Kemenpan RB, PNS Harus Seleksi Ketat
Pekan lalu dalam pesan bersama, Inggris dan AS memperingatkan peningkatan serangan dunia maya terhadap para profesional kesehatan yang terlibat dalam tanggap darurat virus corona oleh penjahat terorganisir "yang sering dikaitkan dengan aktor negara lain".
Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris dan Badan Keamanan Infrastruktur Siber AS menyatakan, mereka telah mendeteksi taktik "penyemprotan kata sandi" berskala besar-peretas yang mencoba mengakses akun melalui kata sandi yang biasa digunakan-yang ditujukan untuk badan kesehatan dan organisasi penelitian medis.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul China terancam dikucilkan usai pandemi corona mereda
Ilmuan akhirnya mengungkap alasan pengembangan vaksin untuk virus corona sangat lambat, WHO: perlu waktu 18 bulan. ((YouTube WGBH News))
https://internasional.kontan.co.id/news/as-dan-china-bentrok-di-who-apa-yang-terjadi