Terharu! Suami Istri di Belu Positif Rapid Antigen. Gugus Tugas Belum Manangani
Pasangan suami istri di Kota Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi NTT berinisial TKM dan DM terkonfirmasi Positif Rapid Antigen
Penulis: Teni Jenahas | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM| ATAMBUA - Pasangan suami istri di Kota Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi NTT berinisial TKM dan DM terkonfirmasi Positif Rapid Antigen. Mereka positif rapid antigen saat pemeriksaan rapid di Rumah Sakit Tentara Atambua, Selasa 11 Januari 2021.
Sejak dinyatakan positif rapid antigen, suami istri tersebut belum mendapat penanganan medis lebih lanjut dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Belu. Mereka hanya disuruh pulang rumah dan dijanjikan ada petugas medis yang datang kontrol. Namun sampai dengan saat ini, belum ada petugas dari gugus tugas yang datang mengontrol mereka.
Mereka menilai Gugus Tugas Kabupaten Belu terkesan melepas tangan dan membiarkan mereka berjuang sendiri menghadap Covid-19 tanpa ada pendampingan sedikit pun dari gugus tugas.
Baca juga: Kasus Perkosaan di Paga P21, Jaksa Tunggu Pelimpahan Tersangka dan BB
TKM saat dikonfirmasi Pos Kupang.Com melalui pesan WhatsApp, Kamis (14/1/2021) menuturkan, ia bersama suami bekerja di RRI Atambua. Dari instansi tersebut bekerja sama dengan RS Tentara untuk melakukan rapid antigen sebagai upaya pendeteksi dini dan pencegahan Covid-19 di lingkungan kerja LPP RRI Atambua. Dari semua pegawai yang rapid, ada beberapa orang terkonfirmasi positif rapid antigen termasuk mereka dua suami-istri.
Setelah mengetahui hasinya, petugas medis yang merupakan bagian dari gugus tugas penanganan Covid-19 di Kabupaten Belu meminta KTP yang bersangkutan lalu diizinkan pulang tanpa memberikan arahan tentang hal-hal yang harus mereka dilakukan saat berada di rumah. TKM bersama suaminya kesal karena sejak dinyatakan positif rapid antigen sampai dengan saat ini belum ada petugas medis yang datang mengontrol mereka.
Baca juga: Kejati NTT Siapkan Dua Mobil di Bandara El Tari Kupang Angkut Tersangka Kasus Tanah di Labuan Bajo
"Setelah tau hasil, KTP kami di minta. Saetelah itu disuruh pulang tanpa ada pesan apapun (semacam arahan atau apa begitu) hanya dijanjikan nanti ada petugas ke rumah tapi sampai jam ini belum ada yang muncul", kisah TKM.
TKM meminta perhatian dari gugus tugas terhadap mereka karena ia bersama suami yang menjadi penopang keluarga terkonfirmasi positif antigen. Mereka kebingungan bagimana mengurus anak-anak di rumah.
"Dalam satu keluarga dua orang yang positif. Yang sangat disayangkan hanya disuruh pulang. Yang kami harapkan dari awalnya dokter paling tidak sampaikan ke kami. Tidak serta merta hanya bilang kamu positif. Ini yang membuat kami terpukul", ungkap TKM bernada kesal.
TKM juga kesal karena penanganan dari Gugus Tugas terhadap orang yang terkonfirmasi positif kurang serius. Padahal, berkaca dari dari pengalaman awal-awal yang ia ketahui, ketika salah satu anggota keluarga terindikasi dan terkonfirmasi Covid-19, petugas medis dengan sigap melakukan penelusuran orang yang bersangkutan hingga anggota keluarga yang lainnya. Tak hanya itu, petugas juga melakukan tracing di warung-warung, pasar, tempat perbelanjaan. Bahkan orang yang lagi dalam perjalanan juga dikonfirmasi semua supaya ada penanganan lebih lanjut.
Namun, lanjut TKM, model penanganan yang baik seperti ini tidak mereka rasakan dari gugus tugas Kabupaten Belu. Dalam kondisi seperti ini, TKM merasa terpukul dan bingung harus berbuat apa karena suami istri terkonfirmasi positif rapid antigen. Mereka sudah pasrah pada kuasa Tuhan dan jika Tuhan berkehendak pasti lewat tangan-tangan petugas medis dari Gugus Tugas bisa menolong mereka.
Permintaan TKM adalah Gugus Tugas segera memberikan perhatian bagi keluarganya yang dalam kondisi sulit akibat terpapar Covid-19.
"Permintaan kita dari keluarga, kita butuh perhatian dari gugus tugas", pintanya
Dalam posisi sekarang TKM sampai mengaku pasrah pada kehendak Tuhan karena situasi dalam rumah tangga tertantang oleh Covid-19.
"Okelah kalau memang ini takdir kita, kita terima kenyataan kami positif. Tapi kena siapa pun pasti dia terpukul. Dia akan rasa ketakutan, dia tidak siap untuk terima. Gugus tugas mohon perhatikan kami", ujar TKM dengan nada rendah.
Menurut TKM, setelah dinyatakan positif rapid antigen, mereka tidak mendapat pengarahan sedikit pun dari dokter pasca pemeriksaan.
"Tidak ada pengarahan sedikit pun misalny kamu tenang, segera pulang ke rumah dan isolasi mandiri, tahapan-tahan yang harus dilakukan seperti apa. Ini semua sama sekali tidak disampaikan. Hanya disuruh pulang dan dijanjikam akan ada petugas yang datang kesana. Tapi sampai saat ini belum ada petugas yang datang", keluh TKM.
Meski tanpa penanganan dari Gugus Tugas, TKM bersama suami tetap taat melakukan isolasi mandiri. Namun hal yang membuat mereka kesulitan adalah pasokan makanan dan obat menipis bahkan habis. Sebab, sejak mereka dinyatakan positif rapid antigen tiga hari lalu, ia bersama suaminya langsung pulang rumah tanpa singgah-singgah. Bahkan niat untuk membeli makanan dan obat pun mereka batalkan karena mereka khawatir orang lain yang akan bertemu mereka bisa terjangkit Covid-19 dari mereka.
"Sejak kami disampaikan positif, hari itu dan saat itu kami dari rumah sakit langsung pulang rumah tidak singgah kemana-mana. Sampai kami mau berpikir beli kebutuhan makanan dan obat saja kami tidak singgah lagi karena kami tidak mau yang lain akhirnya terkena lagi gara-gara kami. Akhirnya kami bertahan. Tapi sampe hari ini tidak ada yang datang melihat kami", keluhnya lagi.
TKM mengungkapkan, ia bersama suami sungguh menderita di situasi seperti ini. Mereka terus bertahan dalam kondisi kelaparan di rumah akibat kehabisan stok makanan. Mereka mentaati protokol kesehatan yakni mengisolasi mandiri namun ada hal penting lain yang harus mereka butuhkan seperti makanan dan obat-obatan yang mungkin bisa menyembuhkan gejala Covid-19.
Niat untuk keluar rumah walaupun sebentar saja mereka tidak lakukan karena khawatir mereka dianggap sebagai penyebar virus bagi sesama. Tidak ada pilihan lain selain bertahan di rumah meski perut kosong.
"Kalau kami bisa nekad saja kami bisa keluar. Tapi apakah menjamin itu tidak menularkan kepada orang lain? Kami juga tidak tega buat begitu. Kami cukuplah, kalau ini adalah derita kami, jangan sampe ada sesama kita di luar sana yang terkena lagi. Jadi kami betahan sudah. Mau mati ini bisa-bisa saja mati karena kelaparan di dalam rumah karena ketiadaan makaan", pinta TKM.
TKM meminta gugus tugas kiranya bisa mengontrol mereka walaupun sekali saja. Kedatangan petugas gugas sangat penting bagi mereka supaya mereka mendapat arahan, termasuk menangani anggota keluarga mereka yang lain dalam rumah. Syukur-syukur bila petugas gugus bisa memberikan obat atau resep obat yang harus diminum. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Teni Jenahas)