Letak Dermaga Nangakeo Ende Sejak Awal Dipersoalkan, Ini Dampaknya Untuk Warga

revitalisasi dermaga tersebut, yang mana salah satu item pembangunannya mengubah posisi dermaga menjadi tegak lurus

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI
Dermaga Nangakeo Ende. 

Letak Dermaga Nangakeo Ende Sejak Awal Dipersoalkan, Ini Dampaknya Untuk Warga

POS-KUPANG.COM | ENDE -- Sejak awal pembangunan dermaga feri di Nangakeo Kabupaten Ende warga mempersoalkan posisi dermaga Nangakeo yang dibangun sejajar dengan garis pantai.

Warga menginginkan agar posisi dermaga dibangun tegak lurus degan garis pantai. Namun suara warga tidak didengarkan. Demikian disampaikan Pare Pua Salama saat diwawancarai POS-KUPANG.COM di kediamannya beberapa waktu lalu.

Saat ini Kementerian Perhubungan berencana revitalisasi dermaga tersebut, yang mana salah satu item pembangunannya mengubah posisi dermaga menjadi tegak lurus dengan garis pantai.

Pelabuhan Nangakeo Kabupaten Ende mubazir. Pelabuhan yang terletak di Desa Bhera Mari itu sudah tidak beroperasi lagi sejak 2010.

Para pua menuturkan, Pelabuhan Nangakeo berhenti beroperasi tidak hanya menyebabkan fasilitas pelabuhan rusak, berantakan dan beralih fungsi.

Dampak lain dirasakan pedagang asongan. Mereka dililit utang karena tidak bisa membayar cicilan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dipakai untuk modal usaha.

Tidak hanya itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama ini dibayar oleh Kades Bhera Mari, Pare Pua Salama, mengunakan uang pribadi.

"Yah mau bagaimana lagi setiap tahun saya harus bayar sendiri, tidak ada anggaran khusus dana dari desa untuk bayar pajak," ungkapnya.

Dia katakan, jika ia tidak membayar pajak maka dampaknya besar terhadap desa yang dipimpinnya itu, yakni mereka tidak mendapat rekomendasi untuk urusan apapun.

"Saya pikir masyarakat sekarang, kalau tidak bayar pajak, lalu bagaimana urusan lain. Aturannya kalau tidak bayar pajak, maka kita tidak bisa dapat rekomendasi untuk urusan apapun di desa. Kan kasihan masyarakat juga," katanya.

Dia menyebut, pelabuhan Nangakeo tersebut milik Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kan harusnya dinas yang bayar, tapi saya tidak mau sebut mereka tidak mau bayar tapi faktanya memang tidak bayar, jadi saya demi masyarakat saya bayar pakai uang pribadi," ungkapnya.

"Jadi problemnya begini, itu dermaga ada di desa kami, kalau tidak bayar pajak, seperti yang saya bilang tadi ada dampaknya. Walaupun seharusnya itu dibayar Dinas Perhubungan Provinsi NTT," tambahnya.

Lebih lanjut, dia jelaskan, pelabuhan tersebut dibangun pada 2003 dan selesai 2005. Namun pada tahun 2010 berhenti beroperasi, sempat beroperasi kembali beberapa bulan di tahun 2014, lalu berhenti lagi hingga saat ini.

Menurutnya sejak awal pembagunan pelabuhan tersebut terjadi pro dan kontra antara PT yang bertanggung jawab mengerjakan dengan warga setempat mengenai letak dermaga.

"Kalau yang sudah terbangun saat ini itu bukan kemauan warga tapi dari PTnya. Warga usulkan dermaganya harus agak menyerong sehingga tampak lurus dengan tanjung ia. Yang dibangun kan bukan seperti itu, malah lurus ke arah barat sehingga ketika ombak datang pukul kapal dan pasti guncangan besar antara kapal dengan dermaga," jelasnya.

Akibatnya, kata Kades, saat kapal berlabuh tidak bisa lama-lama karena terus dipukul ombak. Dampak ikutannya dagangan warga pedagang asongan tidak laku, karena kapal hanya berlabuh sebentar saja.

"Saya pernah omong dengan kapten kapal saat dermaga ini masih operasi, saya bilang pak kenapa tidak lama sedikit berlabuh kasihan kan pedangang dagangannya tidak laku. Kapten jawab kalau terlalu lama air makin banyak masuk ke dalam kapal dan itu berbahaya. Dia bilang begitu," ungkapnya.

Kades mengaku ingin agar ada solusi terkait problem yang mereka hadapi tersebut, terutama para pedagang asongan yang sampai saat ini masih terlilit utang juga biaya pajak yang seharusnya dibayar oleh Dinas Perhubungan Provinsi NTT.

Dia mengaku pelabuhan Nangakeo saat ini telah beralih fungsi menjadi tempat mabuk dan pacaran. Ia berharap oknum-oknum yang suka mabuk di pelabuhan agar berhenti.

Hal senada diungkap oleh Asomon Karim salah seorang warga setempat yang ditemui POS-KUPANG.COM di halaman belakang ruang tunggu pelabuhan Nangakeo.

Saat ditemui Asomon dan dua rekannya tengah menjempur biji kakao di halaman yang masih dalam area pelabuhan.

Menurutnya, mereka menjemur biji kakao di situ pasca pelabuhan Nangakeo tidak beroperasi. "Yah pelabuhan ini tidak dipakai lagi, sekitar tahun 2010," ungkapnya.

Dia mengatakan, sudah menjadi rahasia umum ruang tunggu pelabuhan Nangakeo menjadi tempat mabuk dan pacaran.

"Apakah hanya pacaran, yah saya tidak berani omong lebih jauh. Itu lihat gambar-gambar di dalam kalau sudah mabuk mereka mulai buat sembarangan," katanya.

Pantauan POS-KUPANG.COM, mulai dari pintu masuk, gapura menuju pelabuhan sudah berantakan, atap dan seng bergelantungan, di gapura ada pos jaga namun sudah ditutupi tumbuhan liar.

Sebelah kiri dari setelah masuk gapura ada dua bangunan rumah tembok, namun atap dan pelafonnya sudah roboh. Sementara jalan menuju ruang tunggu dari gapura sudah ditumbuhi rumput liar.

Ruang tunggu pelabuhan lebih parah lagi. Semua fasilitas dalam ruang tunggu seperti meja dan kursi sudah tidak ada lagi. Tidak hanya itu semua kaca pintu dan jendela susah pecah dan berjahamburan di lantai.

Dinding-dinding ruang tunggu dipenuhi gambar dan tulisan, paling banyak gambar dan tulisan tak senonoh.

Baca juga: Wajib Tahu Guys, 8 Efek Buruk Saat Anda Konsumsi Garam berlebihan

Baca juga: Gubernur  NTT Viktor Laiskodat Positif Covid-19

Baca juga: 5 Makanan untuk Menjaga Kesehatan Prostat, Anda Pilih yang Mana ?

Sementara itu kondisi dermaga juga amat memerhatikan, pos jaga, jembatan sudah rusak parah. Tampak beberapa warga sedang memancing dari atas dermaga. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved