Warga Mengeluh BPJS Naik Berlaku 1 Januari 2021 Ini Tanggapan Tanggapan BPJS Kesehatan
Warga Mengeluh BPJS Naik Berlaku 1 Januari 2021 Ini Tanggapan Tanggapan BPJS Kesehatan
Warga Mengeluh BPJS Naik Berlaku 1 Januari 2021 Ini Tanggapan Tanggapan BPJS Kesehatan
POS-KUPANG.COM | KUPANG -Pemerintah memutuskan melakukan penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2021. Tarif penyesuaian jaminan kesehatan publik ini mulai berlaku per 1 Januari.
Kenaikan iuran berlaku bagi kepesertaan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan, dimana Rp 35 ribu dibayarkan oleh peserta dan Rp 7 ribu oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Iuran kelas I dan kelas II sebesar Rp 150 ribu dan Rp100 ribu, tidak mengalami kenaikan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Baca juga: Proyek Bronjong Pengaman Sungai Wekonon, Rampung
Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Sejumlah peserta BPJS Kesehatan kelas I dan II tidak terlalu mengeluhkan kenaikan iuran.
Putra Rudolf (29) mengaku kenaikan iuran tidak berpengaruh karena dibayarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. "Tidak ada pengaruhnya, biasa saja," kata Putra di Kupang, Senin (28/12/2020).
Hal yang sama disampaikan Mariana Jacoba (28). Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya berlaku bagi peserta kelas III, sementara dirinya merupakan peserta kelas I.
Baca juga: Darius Beda Daton: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Diimbangi Pelayanan
"Kalau naik kayaknya sudah naik dari pertengahan 2020 itu. Awalnya tidak terima naik jadi Rp 150 ribu, tapi toh dibayar perusahaan. Sekarang sudah terbiasa (iuran) naik. Kan nanti Januari hanya untuk kelas III," ujar Mariana.
"Saya tidak terlalu tahu juga informasi iuran naik. Saya kelas II, sudah naik dari lalu. Anak saya kelas I. Jadi, tidak ada masalah. Kalau kelas III naik, saya tidak tahu infonya," tambah Monica Viedelia (29).
Pekerja swasta peserta BPJS Kesehatan, Ave Besi mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang kenaikan iuran. Selain itu, disosialisasi kepada masyarakat.
Menurut Ave, bagi orang yang iuran BPJSnya ditanggung oleh perusahaan tidak terlalu berdampak. Namun masyarakat yang melalui jalur mandiri, pasti sulit apabila dalam satu keluarga terdapat lima orang.
"Apabila jalur mandiri yang di dalam rumah terdapat 4 atau 5 anggota saja, dengan pendapatan yang tidak tetap, pasti sangat membebankan," ujar Ave.
"Saya rasa program ini sangat memberatkan karena, apalagi di masa pandemi Covid-19 dengan penghasilan yang cukup untuk kebutuhan keluarga. Ditambah lagi dengan kehidupan yang bersosial, pasti memberatkan," tambahnya.
Peserta BPJS Kesehatan lainnya, Dismas Fernando mengaku mendapat manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Tidak bisa dipungkiri bahwa program JKN ini banyak sekali membantu masyarakat baik dari level Atas untuk berkategori Kelas I hingga level paling bawah yang di kategorikan sebagai pasien kelas III," kata Dismas Fernando, Senin (28/12).
Namun, lanjut Dimas, tidak sedikit juga pengguna Layanan JKN ini yang mengeluh akibat pelayanan yang tidak memuaskan baik dari aspek penyedia layanan kesehatan hingga penyedia jaminan kesehatan.
Menurutnya, pasien BPJS Kesehatan merupakan pasien kasta kedua. "Kenaikan iuran sudah dilakukan beberapa kali dan dianggap sebagai terobosan paling pamungkas untuk mencegah kerugian negara.
Namun upaya ini rupanya tidak memecahkan masalah, sebaliknya persoalan yang sama pun masih terdengar hingga saat ini yakni BPJS tetap merugi," katanya.
Dismas mengetahui bahwa kenaikan iuran mulai berlaku 1 Januari 2021 untuk pasien dengan kategori kelas III.
"Mereka adalah masyarakat dengan pendapatan pas-pasan. Bersykur kalau keluarga tersebut hanya membiayai 1 orang saja. Bagaimana kalau tiga sampai lima orang? Artinya kemungkinan besar hampir sebagian dari pendapatannya hanya digunakan untuk membayar iuran BPJS," terangnya
Ia menegaskan, kenaikan iuran BPJS bukan merupakan solusi utama untuk menyelesaikan masalah tersebut, melainkan FASKES dalam hal ini puskesmas harus menurunkan tingkat rujukan ke Faskes lanjutan dengan menaikan Kualitas layanan kesehatan di Puskesmas.
Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemerintah Provinsi NTT mengaku belum mengetahui informasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
ASN pada Dinas Komunikasi dan Informatikan NTT, Marlis berharap agar BPJS Kesehatan mensosialisasi kepada masyarakat, termasuk ASN.
"Saya sendiri baru tahu soal kenaikan ini, untuk masalah ini harus disosialisasikan oleh BPJS Kesehatan," kata Marlis.
Hal senada disampaikan Alan dan Lukas, bukan nama sebenarnya. Alan bertugas di Biro Humas dan Protokol Setda NTT, sedangkan Lukas merupakan pegawai Sekretariat DPRD Provinsi NTT. Keduanya mengaku belum mengetahui tentang kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Meski demikian, keduanya mendukung kebijakan pemerintah karena melalui pertimbangan dan kajian yang matang.
Tanggapan BPJS Kesehatan
Terpisah, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kupang Fauzi Lukman Nurdiansyah menyebut, kenaikan iuran berlaku dari sisi segmen PBPU kelas III sebesar Rp 42 ribu, dimana Rp 35 ribu dibayarkan oleh peserta dan Rp 7 ribu diberikan oleh pemerintah daerah dan pusat.
Menurut Fauzi, pihaknya telah melakukan berbagai persiapan, di antaranya memastikan kenaikan iuran telah terakomodir dalam tagihan iuran di sistem/kanal pembayaran yang dibayarkan peserta di periode Januari 2021.
Kesiapan dari sisi eksternal, lanjut Fauzi, memastikan kanal informasi terkait banner dan spanduk mengenai informasi kenaikan telah disiapkan dan koordinasi ke pemerintah daerah terkait penganggaran kontribusi atas iuran kelas III di tahun 2021.
Ia menyebut jumlah peserta JKN-KIS Kantor Cabang Kupang hingga November 2020 kurang lebih 1.071.666 jiwa. Menurutnya, adanya kenaikan iuran akan mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah peserta.
"Kemungkinan tentu ada, melihat kondisi pendemi dan ketidakmampuan peserta dalam membayar kenaikan khususnya yang segmen PBPU kelas III," kata Fauzi melalui pesan WhatsApp, Senin (28/12).
Fauzi mengungkapkan, pendapatan iuran di wilayah kerja Kantor Cabang Kupang hingga November 2020 sekitar Rp 232 miliar. Untuk serapan pembiayaan masih didominasi oleh penyakit kronis, persalinan dan dianosa lainnya.
Pada 2021 nanti, lanjut Fauzi, tantangan BPJS Kesehatan lebih kepada bagaimana media informasi terkait pentingnya pembayaran iuran secara tepat waktu oleh peserta dan penagihan kepada peserta khususnya segmen PBPU yang merupakan segmen penyumbang tunggakan terbesar. "Selama ini penagihan yang dilakukan melalui sarana edukasi kesadaran melalui media cetak, sarana sms blast, telecollecting dan kader JKN," ujarnya.
Kepala Kantor BPJS Kesehatan Wilayah Atambua, Munaqib mengatakan, iuran BPJS tidak naik tetapi pemerintah mengurangi subsidi untuk kelas III yang awalnya membayar iuran Rp 25.500 menjadi Rp 35 ribu per bulan.
Pemerintah hanya membayar subsidi sebesar Rp 7.000. Sedangkan besar tarif iuran untuk kelas III tetap Rp 42 ribu.
"Tidak ada kenaikan. Tapi ada pengurangan subsidi dari pemerintah pusat untuk kelas III Mandiri, yang awalnya membayar Rp 25.500 menjadi membayar Rp 35.000. Tarif kelas III tetap Rp 42 ribu, subsidi Rp 7 ribu dibayar pemerintah," kata Munaqib, Senin kemarin.
Menurutnya, pengurangan subsidi dari pemerintah ini membuat iuran yang dibebankan kepada peserta mengalami kenaikan. "Bukan kenaikan tarif, sebab tarif BPJS untuk kelas III masih Rp 42 ribu per bulan," tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 per orang setiap bulan pada 2020 sehingga peserta hanya membayar iuran Rp 25.500. Setelah pemerintah mengurangi subsidi maka iuran yang wajib dibayar peserta terhitung 1 Januari 2021 sebesar Rp 35.000 per bulan.
Ia menyebut jumlah penduduk Kabupaten Belu yang sudah mendapat jaminan kesehatan yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan sebanyak 198.125 jiwa atau 87,39 persen dari totol penduduk 226.713 jiwa.
Sesuai data BPJS, jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD/Jamkesda di Kabupaten Belu sejak 2018 hingga saat ini sebanyak 29.693 jiwa, Penerima Bantuan Iuran APBN 99.197 jiwa, Pekerja Penerima Upah (PPU) 39.028 jiwa, Pekerja Buka Penerima Upah (PBPU) 22. 622 jiwa dan Bukan Pekerja sebanyak 7.585 jiwa.
"Di masa pandemi ini, masih ada masyarakat yang mendaftarkan di kantor-kantor pelayanan BPJS Cabang Atambua yang mencakupi empat kabupaten yakni, Belu, Malaka, TTU dan TTS," ujar Munaqib.
Sementara itu Kepala BPJS Kabupaten Ngada Karno Lero mengatakan, masyarakat Kabupaten Ngada antusias menjadi peserta BPJS. Per November 2020, jumlah peserta BPJS yaitu 116.044 jiwa.
"Antusias masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan dilihat dari jumlah kunjungan tatap muka perhari rata-rata 20-25 kunjungan, sedangkan sebelum Covid jumlah kunjungan rata-rata perhari 30-40 kunjungan," ujar Karno.
Menurut Karno, kunjungan tersebut dengan tujuan beragam diantaranya, pendaftaran baru untuk segmen kepeserta secara mandiri atau dari Badan Usaha, perubahan data, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), alamat atau tempat tinggal dan perubahan segmen kepesertaan contoh dari segmen Penerima bantuan iuran (PBI) ke segmen mandiri atau Badan Usaha.
Ia juga menerangkan pelayanan informasi dan pengaduan peserta
selain layanan tatap muka BPJS Kesehatan juga menyiapkan layanan non tatap muka atau tidak perlu datang ke kantor BPJS Kesehatan.
Mereka bisa menghubungi atau melalui Care Center 1500400, Mobile JKN, Edabu Badan Usaha, (Pelayanan Administrasi Melalui WhatsApp) dengan nomor 081246124822 dan chanel pendaftran lainnya.
Ia juga menegaskan pihaknya terus melaksanakan pemberian informasi hak dan kewajiban kepada peserta secara terus menerus.
"BPJS Kesehatan melakukan edukasi atau sosialisasi kepada masyarakat terkait hak dan kewajiban sebagai peserta BPJS Kesehatan sedangkan antusias masyarakat untuk mengikuti sosialisasi masih rendah," ujarnya. (cr1/cr6/hh/jen/gg)