Opini Pos Kupang

(Re)desain Bansos

Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap pejabat di Kementerian Sosial RI terkait Bansos

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto (Re)desain Bansos
Dok POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh Habde Adrianus Dami, Mantan Sekda Kota Kupang, Tenaga Ahli DPRD Kota Kupang

POS-KUPANG.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap pejabat di Kementerian Sosial RI terkait Bansos.

Terlepas dari persoalan hukum yang sedang bekerja, kiranya mudah dimengerti jika pengadaan paket sembako bermasalah karena ia tidak berada di ruang hampa dan konteks sosial yang sempurna, bahkan bisa menjadi ruang "pasar" tarik-menarik kepentingan. Tampaknya simbiosis yang saling menguntungkan pun terjadi di sini.

Barangkali penalaran semacam inilah yang menimbulkan tudingan bahwa yang kini terjadi pragmatisme dan oportunisme semacam diataslah yang tampak telah menjadi ciri utama dari kebijakan bansos.

Baca juga: Antara Tugas dan Kasih Sayang

Bahkan, pragmatisme dan opurtunisme telah tereduksi menjadi prevalensi individu (kapitalisasi bansos), ketimbang sebuah kebijakan sosial. Menilik berbagai fakta itu, seyogianya juga sudah harus dipertimbangkan saat kebijakan bantuan paket sembako mulai ditempuh.

Sekalipun, kekeliruan pemerintah adalah melakukan public choice (Kemensos sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri) dalam tatakelola bansos. Bagi penulis, tren ini adalah kenyataan yang harus diterima (what is), tetapi bukan sesuatu yang harus ada (what ought), agar pemerintah konsisten dalam mewujudkan tujuan mulia bansos.

Koherensi Ekonomi dan Sosial

Kritik terhadap paradigma bansos tidak lagi berkutat pada persoalan program dan strategi, namun lebih menekankan pada tindakan yang benar, yakni sebuah kebijakan publik yang terutama menekankan pada dampak ekonomi dan transformasi sosial.

Baca juga: Wilayah Manggarai Berpotensi Diguyur Hujan Dengan Itensitas Ringan Hari Ini

Dalam konteks ini, silang sengkarut tatakelola bansos terakhir sebenarnya banyak didasari oleh persoalan absennya koherensi antara lini ekonomi di satu pihak dengan tujuan reformasi sosial di pihak lain.

Diskoneksi terjadi pada rancangan ekonomi yang konservatif dan kontraktif, dengan target-target reformasi sosial. Sebab, tekanan dari sisi permintaan dan penawaran pada saat wabah pandemi menyebabkan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berakibat pada penurunan pendapatan dan terkoyaknya jaring sosial masyarakat.

Dari sisi ekonomi, penurunan pendapatan akan berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat yang pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi mengingat sebagian besar (sekitar 50 persen) pertumbuhan ekonomi Indonesia dihela oleh komponen konsumsi rumah tangga.

Untuk mengatasi penurunan daya beli tersebut, maka pemerintah Indonesia menggelontorkan stimulus ekonomi yang sangat besar yaitu senilai Rp 695.20 triliun.

Dari sejumlah dana stimulus ekonomi tersebut, sebesar Rp 203.90 triliun dialokasikan untuk program perlindungan sosial yang harus disalurkan untuk bantuan sembako, Bansos Jabodetabek, Bansos Non-Jabodetabek, Pra Kerja, Diskon Listrik, Logistik/pangan/sembako dan BLT Dana Desa. Dana yang dijadikan bancakan tersebut adalah dari bantuan paket sembako.

Dengan asumsi tidak terdapat kebocoran (baca: tidak terjadi penyelewengan), hasil analisis yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Ekonomi IPB dengan menggunakan model keseimbangan umum menunjukkan bahwa penyaluran dana stimulus ekonomi mampu mengurangi dampak negatif wabah Covid 19 terhadap penurunan pendapatan riil rumah tangga.

Secara total, penyaluran dana stimulus ekonomi mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 8.74 persen. (Sahara, 2020).

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved