Eddy Hiariej jadi Wakil Menteri Hukum

Presiden Joko Widodo alias Jokowi menunjuk Guru Besar Hukum Pidana, Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej

Editor: Kanis Jehola
Istimewa
Edward Omar Sharif Hiariej 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi menunjuk Guru Besar Hukum Pidana, Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej atau kerap disapa Eddy OS Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM ( WamenkuHAM).

Sejauh ini, Eddy dikenal sebagai sosok akademisi yang kerap dimintai pendapat terkait isu-isu di bidang hukum.

Pria kelahiran Ambon, 10 April 1973, itu meraih gelar profesor pada usia yang terbilang muda, 37 tahun.

Baca juga: Chelsea Islan: Pesan Menyentuh

Eddy juga tercatat beberapa kali menjadi ahli dalam persidangan. Satu di antaranya, Eddy dihadirkan sebagai ahli dalam sidang kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2017.

Akan tetapi, kehadiran Eddy pada saat itu sempat menimbulkan persoalan yang membuat jaksa penuntut umum menolak kesaksian Eddy.

Pasalnya, kata jaksa Ali Mukartono, Eddy sempat menghubungi jaksa dan menyatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi ahli oleh penasihat hukum jika jaksa tak menghadirkannya sebagai ahli.

Baca juga: Warga Sumba Timur Lewat Jalur Larangan

Jaksa sendiri sudah berniat akan mengajukan Eddy sebagai saksi ahli hukum pidana.

"Asumsi saya terjadi hubungan antara penasihat hukum dengan yang bersangkutan. Padahal, yang bersangkutan tahu bahwa dia menjadi ahli, itu yang mengajukan penyidik, bukan penasihat hukum," kata Ali kala itu.

Selain itu, nama Eddy juga sempat menjadi perbincangan ketika ia menjadi ahli dalam sidang perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi.

Saat itu, Eddy dihadirkan sebagai ahli oleh pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Dalam sidang tersebut, kredibilitas Eddy sempat dipertanyakan Bambang Widjojanto yang saat itu menjadi Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ketika itu, Bambang menanyakan berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis Eddy terkait persoalan pemilu.

Eddy lalu menjawab, dan mengakui dirinya memang belum pernah menulis buku yang spesifik membahas soal pemilu.

Namun, ia menekankan, seorang profesor atau guru besar bidang hukum harus menguasai asas dan teori untuk menjawab segala persoalan hukum.

"Saya selalu mengatakan, yang namanya seorang guru besar, seorang profesor hukum, yang pertama harus dikuasai itu bukan bidang ilmunya," ujar Eddy dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 2019 lalu.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved