Korea Utara
PANAS, Korea Utara Ancam Akan Lakukan Provokasi Militer Setelah Joe Biden Resmi Jabat Presiden AS
Kini, denuklirisasi Korea Utara menjadi salah satu agenda yang tidak bisa dilewatkan oleh Gedung Putih.
POS KUPANG, COM - Seperti mengulang sejarah, Korea Utara akan mulai lakukan provokasi militer setelah Joe Biden resmi menjabat Presiden AS.
Seperti diketahui, kurang dari 3 bulan setelah Presiden Barack Obama menjabat, Korea Utara mengisi ulang roket jarak jauhnya, dan enam bulan berikutnya mereka laksanakan tes nuklir.
Pada tahun 2017 lalu, Korea Utara mengirim rudal balistik jarah menengah tiga minggu setelah inagurasi Donald Trump saat ia berada di Mar-a-Lago dengan Perdana Menteri Shinzo Abe, dan bulan Maret setelahnya mereka lakukan tes rudal balistik hampir setiap minggu.
Kini, denuklirisasi Korea Utara menjadi salah satu agenda yang tidak bisa dilewatkan oleh Gedung Putih.
Melansir War on The Rocks, ada beberapa pilihan yang bisa diambil Joe Biden dan administrasinya atas masalah ini.
1. Denuklirisasi standar
Pendekatan ini dilakukan dengan cara mencari denuklirisasi melalui akumulasi "perjanjian kecil-kecilan" daripada perjanjian skala besar.
Negosiasi ini mirip dengan yang dilakukan oleh Presiden Bill Clinton di tahun 1994 dengan nama Kerangka Kerja Disepakati Bersama, dan Presiden George W. Bush pada 2005 sampai 2007 yang dinamakan Pembicaraan Enam Partai.
Denuklirisasi cara ini terdiri dari langkah-langkah terkalibrasi dari setiap sisi meliputi membekukan operasi nuklir di kompleks nuklir utama di Yongbyon, dengan kompensasi penghapusan beberapa sanksi.
Cara ini disebut oleh China model "membekukan untuk membekukan".
Keuntungan dari pendekatan ini adalah lebih mudah dinegosiasi dan dijual secara lokal, karena negosasi besar biasanya berhadapan dengan tentangan dari warga Korea Utara yang merasa dirugikan program nuklirnya tidak dipakai lagi.
Masalahnya dari kebijakan ini adalah pendekatan ini biasanya hanya fokus ke poin-poin tertentu saja dan tidak bisa maju ke masalah berikutnya.
2. Model Libya
Menilik sejarah ketika Muammar Gaddafi menyerahkan senjata penghancur massalnya di tahun 2003 lalu, model ini merupakan pendekatan yang menargetkan penahanan.
Fokusnya yaitu tekanan tingkat lebih tinggi dan koersi untuk mencapai denuklirisasi dalam diplomasi tunggal.