Solusi Taman Daun Pasca Tanggap Darurat: Tenun Selendang Serentak dan Lelang
Solusi Komunitas Taman Daun Lembata pasca Tanggap darurat: Tenun Selendang Serentak dan Lelang
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Solusi Komunitas Taman Daun Lembata pasca Tanggap darurat: Tenun Selendang Serentak dan Lelang
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Sudah dua minggu para pengungsi bencana erupsi Gunung Ile Lewotolok masih bertahan di tempat pengungsian.
Sebanyak 8.683 jiwa harus rela meninggalkan kampung, rumah, kebun dan ternak mereka untuk menjauh sejenak dari Ile Lewotolok yang baru saja memuntahkan lahar panas 29 November 2020 lalu.
Empati akan keselamatan manusia pun datang dari berbagai kalangan untuk duka yang dialami warga dua kecamatan di Kabupaten Lembata ini, yakni Ile Ape dan Ile Ape Timur.
Baca juga: Pesawat Citilink Resmi Beroperasi Kupang-Bajawa, Ini Jadwalnya!
Dibalik itu, ternyata ada kisah memilukan datang dari lereng gunung Ile Lewotolok. Menurut kesaksian relawan Komunitas Taman Daun, tidak sedikit ternak seperti babi dan kambing yang mati lantaran ditinggal pergi pemilik untuk mengungsi.
"Saya bersama teman-teman komunitas setiap hari sejak tanggal 1 Desember hingga kini secara sukarela memberi makan ternak warga terdampak erupsi. Kami temukan sangat banyak hewan yang mati akibat kelaparan," kata Jhon Batafor, Koordinator Relawan Komunitas Taman Daun di Lewoleba, Kamis (17/12/2020).
Baca juga: Pangdam Serahkan Bantuan 100 Juta Buat Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Timur
Dengan swadaya sendiri, banyak ternak milik warga dua kecamatan ini berhasil mereka selamatkan. Setiap hari mereka berkeliling ke desa-desa di lereng gunung Ile Lewotolok untuk memberi makan ternak yang mereka temukan.
Namun tidak sampai di sini, John mengatakan, kesulitan masih akan dihadapi para pengungsi jika nanti mereka akan kembali, setelah Pemda Lembata mencabut status tanggap darurat bencana.
"Hal yang menjadi sangat penting juga adalah bagaimana nasib mereka setelah kembali ke desa masing-masing," imbuhnya.
"Kita terus berpikir keras bagaimana nasib pembangunan ekonomi Lembata khususnya warga yang mendiami dua kecamatan terdampak tersebut ketika mereka kembali ke tempat mereka masing-masing," lanjutnya.
Saat ini warga dua kecamatan ini harus sudah menyiapkan lahan untuk musim tanam. Namun karena musibah ini, mereka pun harus berhadapan dengan kenyataan tidak bisa menanam.
Apalagi 90% kehidupan warga dua kecamatan ini ditopang oleh sektor peternakan dan pertanian lahan kering. Kondisi ini akan menjadi masalah baru jika Pemda Lembata tidak cepat memikirkan langkah antisipatif.
John mengatakan, Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur bersama jajarannya harus memiliki kreativitas untuk mensejahterakan rakyat, khususnya bagaimana mengatasi persoalan ekonomi pasca pemulangan para pengungsi ke kampung mereka.
"Karena masyarakat juga menjadi aset dalam pembangunan," imbuhnya.
Warga Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape timur yang telah memiliki modal ternak dan pertanian, menurutnya harus menjadi kekuatan ekonomi yang turut memajukan Kabupaten Lembata.
"Ini momentum bagi pemerintah untuk mulai menguatkan sektor pertanian dan peternakan, jangan sampai hilang dan bertambah parah," ujarnya.
Agar para pengungsi bisa mendapatkan uang saat kembali ke rumah mereka, John Batafor juga menawarkan solusi memberdayakan ibu-ibu baik di posko-posko pengungsian maupun yang mengungsi di rumah-rumah warga agar memanfaatkan waktu luang untuk menenun selendang.
Selendang-selendang ini nantinya akan dilelang untuk tambahan penghasilan bagi para pengungsi. Di samping itu, menenun juga bisa jadi aktivitas yang menyenangkan bagi para pengungsi untuk memulihkan kondisi psikologi mereka di tengah kejenuhan saat mengungsi.
Menurutnya, banyak kaum perempuan dari wilayah Ile Ape yang punya keahlian menenun.
"Salah satu solusi yang saya dan teman-teman di Taman Daun telah pikirkan adalah segera libatkan para penenun, karena sangat banyak warga yang punya keahlian menenun," kata John.
"Para pengungsi akan kita ajak untuk mulai menenun selendang. Karena dilihat dari lama waktu untuk memiliki satu lembar selendang hanya memakan waktu kurang lebih 1 minggu," ujarnya
Para penenun ini akan mulai menenun bersamaan sehingga berakhir di waktu yang sama. Hasil tenun selendang ini akan dilelang di seluruh Indonesia juga di luar negeri.
"Lalu uangnya akan diberikan ke para pengungsi dan penenun sebagai bekal mereka saat kembali ke daerah asal sebagai salah satu bentuk antisipasi terjadinya bencana ekonomi warga," kata John.
Dia berharap semoga Pemda Lembata mau bergandeng tangan bersama semua komunitas di Lembata untuk melakukan aksi ini demi kemajuan Lembata.
"Perlu diingat bahwa Lembata sebelumnya telah ditetapkan sebagai salah satu daerah tertinggal di Indonesia, jangan sampai semakin tertinggal," pungkasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)