Pulsa Data Untuk Suamiku Tercinta

Noura Susantri Pello-Doek Berjuang Menyembuhkan Suaminya, Jacobus Pello, Pasien Penyintas Gagal Ginjal.

dok noura
Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak 

Dua ginjal Jack sudah tak berfungsi dan sejak dua tahun lalu Noura berencana akan memberikan satu ginjalnya untuk suaminya. Bulan Agustus 2019 Noura dan Jack sudah ke Denpasar Bali menjalani proses pengecekan untuk transplantasi ginjal.

“Ginjal saya dicek dan cocok untuk kak Jack. Tapi saat ada masalah sedikit di Kupang sehingga kami kembali ke Kupang bulan September. Mau kesana lagi taunya covid sehingga sampai sekarang belum bisa kesana,” kata Noura yang kini memilih Jakarta untuk menjalani operasi transplantasi ginjal untuk suaminya.

Noura ingin suaminya, Jack, bisa kembali pulih, bekerja dan menjalankan perannya sebagai ayah bagi anak-anaknya. Hampir setiap hari anak-anak terutama anak bungsu mereka, Juan, bertanya kapan Jack bisa sembuh.

Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak
Noura Susantry bersama suaminya, Jacobus Pello dan anak-anak (dok Noura)

Anak-anak ingin ayahnya bisa membawa mereka jalan-jalan setiap hari sabtu dan minggu seperti yang pernah mereka rasakan dulu.

Noura memastikan akan terus mendampingi suaminya dan tak akan meninggalkannya dala keadaan apapun. "Saya tidak bisa jalan kasih tinggal, itu dosa. Takut anak kena karma. Saya belum mau Tuhan panggil suami, tunggu mereka (anak) punya kebanggaan sendiri untuk papanya," kata Noura.

Dan Noura berharap anak-anaknya dapat tumbuh dengan baik dan memiliki masa depan yang baik. "Kami punk kehidupan seperti ini menjadi pelajaran bagi anak-anak, mereka melihat mamanya punya semangat tinggi dan papanya juga bisa bertahan dalam kondisi sakit, sehingga ada pelajaran baik bagi mereka nanti," kata Noura.

Peran Ganda Perempuan

Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH mengatakan situasi pandemic Covid-1 bawa dampak negative terhadap perempuan. Sebelum, selama dan setelah pandemi Covid-19 situasi yang dihadapi perempuan itu berbeda namun kekerasan terus dialami perempuan.

“Pasca pandemic Covid-19, kekerasan yang dialami perempuan berlipat ganda. Malah perempuan mendapat kekerasan baru, harus berperan ganda mengatasi persoalan ekonomi, pendidikan dan kesehatan rumah tangga,” kata Ansi kepada pos kupang, Rabu (25/11/2020).

Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH
Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Ansi mengatakan, pandemi Covid-19 mendatangkan masalah psikologis bagi perempuan selaku istri atau ibu dan juga bagi pria sebagai suami dan anak-anak. Hal ini menimbulkan kerentanan bagi setiap anggota keluarga karena lebih banyak waktu di rumah sehingga bisa terjadi gesekan-gesakan.

Apalagi jika suami kehilangan pekerjaan dan tidak bisa membagi peran untuk membantu pekerjaan istrinya. Suami kehilangan pekerjaan berkaitan dengan hilangnya penghasilan dan hal ini memicu keretanan perempuan mengalami tambahan kekerasan baik dari keluarga maupun masyarakat.

“Misalnya ada kewajiban membayar hutang sehingga perempuan mesti bekerja entah berjualan sayur ke pasar atau berjualan online. Dan luar biasanya semua beban itu ditanggung dengan sukarela oleh perempuan dengan tujuan untuk bisa membuat dapur rumah tetap mengepul dan agar kehidupan keluarga tetap berjalan baik,” kata Ansi.

Akhirnya perempuan harus menerima beban ganda untuk menangani isu ekonomi, kesehatan hingga pendidikan. Padahal tidak seharusnya perempuan menerima beban ganda itu.

Isu kesehatan misalnya, ketika suami atau anak dalam rumah mengalami sakit maka perempuan mesti menambah beban kerja untuk melakukan perawatan.

Perawatan ini dalam perspekti budaya selalu dilihat sebagai peran dan sebuah kewajiban dan tanggungjawab yang harus dilakukan oleh perempuan atau biasa disebut unpaid care work atau pekerjaan perawatan tak dibayar.

Hal ini tentu lebih banyak menyita waktu perempuan. Padahal mungkin waktu yang digunakan untuk merawat anggota keluarga itu bisa digunakan oleh perempuan untuk mengerjakan pekerjaan lainnya.

Di isu pendidikan, beban pekerjaan lain pun bertambah yakni mendampingi anak belajar online di rumah selama masa Covid-19.

Belum lagi mengambil tugas dari sekolah maka perempuan pun harus membagi waktunya untuk bekerja di rumah lalu pergi ke sekolah mengambil tugas itu.

“Bersyukur jika suami bisa berbagi peran. Tapi lagi-lagi budaya merasa bahwa tugas domestik dalam rumah termasuk mendampingi anak belajar adalah peran perempuan. Ini menjadi PR bagi semua pihak untuk bisa dibenahi.

Ansi berharap peran ganda perempuan ini mesti bisa dikurangi dengan cara bagaimana suami dan anak mau dan bisa berbagi peran dengan istri atau ibu di rumah.

Suami mau membantu istri mencuci pakaian, anak membantu ibu mencuci piring dan berbagi peran lain sehingga bisa mengurangi beban ganda perempuan di rumah.

Perempuan diharapkan bisa mendiskusikan pentingnya berbagi peran dalam rumah tangga sehingga setiap anggota keluarga dirumah terutama perempuan itu sendiri tak mengalami kekerasan.

“Bagilah peran domestik rumah tangga yang baik antara perempuan sebagai ibu dan istri dengan suami dan anak-anak agar pekerjaan rumah bisa diatasi bersama dan beban ganda perempuan bisa diatasi,” kata Ansi. (poskupang.com, novemy leo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved