Pulsa Data Untuk Suamiku Tercinta
Noura Susantri Pello-Doek Berjuang Menyembuhkan Suaminya, Jacobus Pello, Pasien Penyintas Gagal Ginjal.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM - Noura Susantri Pello-Doek Berjuang Menyembuhkan Suaminya, Jacobus Pello, Pasien Penyintas Gagal Ginjal.
SETIAP harinya, perempuan ini selalu bangun pukul 05.00 pagi dan memulai harinya dengan doa. Dalam doanya dia hanya minta dua hal pada Tuhan.
Kekuatan untuk dirinya menjalani kehidupan dan kesembuhan bagi suaminya. Entah kapan doanya terkabul, tapi dia sangat yakin Tuhan akan mengabulkan pada waktu yang tepat.
Karenanya apapun tantangan yang dilalui, dia menjalaninya dengan sukacita. Perempuan itu bernama Noura Susantry Pello-Doek atau biasa disapa Noura, tamatan Poltekes Kemenkes Kupang Jurusan Gizi. Suaminya, Jacobus Pello atau Jack adalah menjadi pasien penyintas gagal ginjal sejak tiga tahun lalu.
Saat itu mengetahui suaminya gagal ginjal, Noura sedang mengandung anak ketiga mereka. Alhasil sejak saat itu Noura mesti mengambil alih peran ayah dan ibu dalam keluarga.
Dari mulai merawat suaminya, mendampingi anak-anak belajar hingga bekerja serabutan untuk membantu menopang ekonomi keluarga.
Setiap hari Senin, Rabu dan Jumat, ibu beranak tiga ini memulai perjuangannya sebagai seorang istri dan ibu. Itu adalah jadwalnya mengantar Jack ke Rumah Sakit Siloam Kupang untuk menjalani proses cuci darah.
Usai mengawali harinya dengan doa, perempuan kelahiran di Kupang, 29 April 1984 mulai mandi dan bersiap diri. Kemudian menyiapkan pakaian suaminya dan barang-barang kebutuhan lainnya seperti selimut dan obat-obatan. Semuanya dimasukkan ke dalam tas.
Lalu Noura mencharge handphone (HP) miliknya dan Jack agar bisa digunakan secara maksimal sepanjang hari.
Noura membangunkan Jack jam enam pagi lalu membantu suaminya mandi dan bersiap diri. “Kak Jack mandi sendiri, Saya hanya bantu menggosok tubuh bagian belakangnya. Habis mandi, kak Jack berpakaian sendiri,” kata Noura kepada Pos Kupang, awal November 2020 lalu.
Setelah itu, mereka berdua sarapan dan sebelum keluar rumah, Noura mengecek ketiga anaknya. “Kalau mereka masih tidur, saya tidak membangunkan. Kalau mereka sudah bangun, saya minta bantuan mama (mama mertua) melihat mereka selama kami di rumah sakit,” kata Noura.
Mereka berangkat ke rumah sakit sekitar jam setengah tujuh pagi dengan menumpang grab mobil. Noura mesti memapah suaminya berjalan karena kondisi kaki suaminya tak lagi sekuat dulu pasca operasi tahun 2016 lalu.
Tiba di rumah sakit, Jack diantar masuk ke ruang Hemodialisa atau HD lalu Noura ke bagian administrasi mendaftarkan nama dan mengambil nomor antrian. “Kalau beruntung bisa jadi pasien pertama, kalau terlambat kami tunggu giliran,” kata Noura.

Lalu Noura kembali masuk ke ruang HD dan berdoa bersama suaminya sebelum proses cuci darah dilaksanakan.
Karena proses cuci darahnya sekitar 4 jam, Noura menggunakan waktu untuk pergi membeli makanan kesukaan Jack, antara lain nasi kuning, bubur ayam atau hamburger. Noura memenuhi apa permintaan sang suami.
“Dia suka bubur ayam dan nasi kuning di belakang Pittoby Kuanino. Jadi beta (saya) mesti menumpang angkot lampu 27. Bisa sampai satu jam, karena bemo (angkot) putar sampai Bundara PU. Kalau kak Jack mau hamburger, beta beli di KCF dekat bundaran PU. Dia mau makan apa saja beta akan pi (pergi) beli kasih,” kata perempuan yang menikah di Bali itu.
Setelah itu Noura singgah ke Alfa Mart depan Rumah Sakit Siloam membelikan gula-gula dan biskuit untuk seuaminya dan langsung ke ruang HD untuk menyuapi sarapan kepada suaminya.
“Beberapa saat setelah habis makan biasanya dia makan permen atau biskuit sambil main game atau nonton youtobe di HP,” kata perempuan berambut lurus ini.
Sesekali jika Jack bosan main HP, Noura menemaninya bercerita dan sesekali melakukan foto welfie lalu mengupload ke medsos.
Jika Jack mengantuk dan ingin tidur, Noura menyelimutinya lalu dia keluar ruangan dan memanfaatkan waktu untuk bisa berbaring di kursi rumah sakit.
“Kadang malam hari beta tidur sampai lat (telat). Anak-anak bisa bermain dan baru tidur jam 11 malam. Setelah mereka tidur, beta baru bisa menyimpan rumah karena barang-barang berantakan dan beta tidur sekitar jam 2 pagi. Makanya kalau di rumah sakit, beta selonjor kaki di kursi tidur sambil menunggu Jack,” kata Noura.
Sejak pandemi Covid-19, Noura tak bisa tidur terlalu lama di rumah sakit karena harus membantu anaknya Hein dan Julio belajar online di rumah.
“Nanti kalau kak Jack sudah selesai, dia telepon baru beta jemput ke rumah sakit dan bawa pulang ke rumah, itu biasanya sudah jam duabelas atau satu siang,” katanya.
Biasanya pulang dari rumah sakit Noura langsung membereskan barang bawaannya dan makan siang lalu melanjutkan mendampingi anaknya belajar sebelum tidur siang.
“Kalau pulang rumah anak-anak tidak ada, beta harus cari dong (mereka) keliling kompleks. Kadang mereka bakalai (berkelahi) satu pukul satu beta harus atasi. Beta setengah mati (repot) mau marah anak nanti ribut ganggu kak Jack tidur. Dan beta mulai akal su (sudah) bawa dong naik bemo keliling atau bawa ke rumah mama di rumah Pasir Panjang. Tapi Corona begini sonde bisa jalan lagi,” kata Noura yang telah tinggal bersama di rumah mertuanya setelah Jack sakit.
Sore harinya, Noura memandikan anak, membantu pekerjaan rumah tangga bersama mertuanya menyiapkan makan malam. Usai makan malam, mereka nonton tivi lalu anak-anak bermain bersama Jack di kamar hingga larut malam.
Dan Noura tetap mengerjakan pekerjaan lain seperti melipat pakaian bersih. Setelah anaknya tidur barulah Noura bisa merebahkan badan di samping suaminya. Namun sesekali Noura terbangun karena panggilan Jack yang mengeluh sakit atau minta diurut bagian belakang punggung.
Alhasil, setiap harinya durasi tidur Noura kurang dari 6 jam. Noura menjalani hal itu dengan tetap ceria.
Disela-sela tugas pengabdiannya sebagai istri dan juga ibu, Noura juga menjalankan tugasnya sebagai Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Cabang Provinsi NTT atau KPCDI NTT.
Karenanya Noura mesti bisa membagi waktunya agar bisa mendampingan atau meneria konsultasi dari pasien cuci darah lainnya. Serta melakukan kegiatan KPCDI lainnya.
Noura berharap ada rumah singgah yang dibangun Pemerintah untuk pasien penyintas gagal ginjal yang berasal dari luar kota.
"Kasihan kalau mereka datang ke Kupang, harus membayar kos. Kalau ada rumah singgah, pasti tinggalnya gratis dan saya akan latih mereka buat kerajinan tangan sehingga bisa tetap semangat menjalani kehidupan," kata Noura
Bahkan sejak awal tahun 2020, Noura mengumpulkan sampah-sampah plastik dan sampah gardus di rumahnya untuk dijual.

Hasil penjualannya sampah bekas itu dimanfaatkan untuk membantu membayar BPJS mandiri bagi pasien penyintas gagal ginjal yang tidak mampu.
Sumbangan untuk KPCDI NTT juga bisa dikirimkan langsung ke KPCDI Cabang Kupang, Norek 01602.02.015202-4 Bank NTT Cabang Khusus Kupang.
“Beta biasa ambil botol dan gelas aqua bekas di Taman Nostalgia Kupang atau di rumah orang, juga kerjasama dengan bank sampah. Orang yang mau menyumbang sampah gardus dan plastik biasanya menghubungi saya di nomor 082266441025,” kata Noura yang mengaku sering didukung oleh dokter Nina PF Keraf dan beberapa orang lainnya yang peduli.
Selain itu, Noura juga berjualan Makroni ngehek yang dibuat sendiri serta menjual baju online dari temannya di Pulau Jawa. Keuntunganya yang tidak seberapa itu digunakan untuk membantu menopang kehidupan rumah tangganya.
“Beta beli obat, vitamin dan pulsa data untuk suami tercinta juga beberapa kebutuhan beta. Beta malu minta ke orangtua kandung apalagi minta mertua karena selama ini mertua sudah banyak bantu kami,” aku Noura.
Kehidupanya di masa Pandemi ini lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Tidak banyak orang yang membeli dagangan onlinenya. “Untung ada teman di Jawa sangat baik, kalau beta butuh obat dan vitamin untuk kak Jack, beta pesan dan dia langsung kirim. Bayarnya beta cicil dari keuntungan jualan online,” kata Noura.
Noura pun bersyukur karena di tengah kesulitannya, banyak orang yang mengulurkan tangan kepadanya, teristimewa mertua dan kakak iparnya.
“Puji Tuhan selalu ada rejeki, orang bayar beta punk (punya) uang bemo, bayar beta punk makan dan kasih beta uang. Saat mau bayar ini itu, tiba-tiba saja ada berkat,” kata Noura yang bersyukur BPJS menanggung biaya cuci darah meski tak mengcover biaya transportasi.

Setiap kali cuci darah, mertuanya memberi uang transportasi Rp 75.000 dan itu sangat membantu mereka. Bahkan kebutuhan sehari-hari di rumah seperti makan minum ditanggung oleh mertuanya, Fransikus Pello dan Magdalena Ully .
Dulunya Noura bekerja namun memutuskan berhenti bekerja karena harus mengurus suaminya. “Dulu beta pegang uang sendiri, mau beli apa langsung beli, sekraag sonde ada gaji lagi jadi mesti belajar terima keadaan. Uang mesti dipakai sesuai prioritas. Sekarang biaya sekolah anak-anak diambil alih kakak ipar Mario dan Helen. Beta punk kakak nona juga sering bantu beta dan beta sangat bersyukur dan berterimakasih,” kata Noura.
Noura tak tahu sampai kapan menjalani kehidupannya seperti ini namun Noura yakin suatu saat nanti Tuhan akan mengubah hidup mereka.
“Sebenarnya beta sonde mau hidup seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi. Beta hanya mau semoga Corona ini stop sudah supaya beta bisa bawa suami ke Jakarta untuk transpalansi ginjal,” kata Noura.
Dua ginjal Jack sudah tak berfungsi dan sejak dua tahun lalu Noura berencana akan memberikan satu ginjalnya untuk suaminya. Bulan Agustus 2019 Noura dan Jack sudah ke Denpasar Bali menjalani proses pengecekan untuk transplantasi ginjal.
“Ginjal saya dicek dan cocok untuk kak Jack. Tapi saat ada masalah sedikit di Kupang sehingga kami kembali ke Kupang bulan September. Mau kesana lagi taunya covid sehingga sampai sekarang belum bisa kesana,” kata Noura yang kini memilih Jakarta untuk menjalani operasi transplantasi ginjal untuk suaminya.
Noura ingin suaminya, Jack, bisa kembali pulih, bekerja dan menjalankan perannya sebagai ayah bagi anak-anaknya. Hampir setiap hari anak-anak terutama anak bungsu mereka, Juan, bertanya kapan Jack bisa sembuh.

Anak-anak ingin ayahnya bisa membawa mereka jalan-jalan setiap hari sabtu dan minggu seperti yang pernah mereka rasakan dulu.
Noura memastikan akan terus mendampingi suaminya dan tak akan meninggalkannya dala keadaan apapun. "Saya tidak bisa jalan kasih tinggal, itu dosa. Takut anak kena karma. Saya belum mau Tuhan panggil suami, tunggu mereka (anak) punya kebanggaan sendiri untuk papanya," kata Noura.
Dan Noura berharap anak-anaknya dapat tumbuh dengan baik dan memiliki masa depan yang baik. "Kami punk kehidupan seperti ini menjadi pelajaran bagi anak-anak, mereka melihat mamanya punya semangat tinggi dan papanya juga bisa bertahan dalam kondisi sakit, sehingga ada pelajaran baik bagi mereka nanti," kata Noura.
Peran Ganda Perempuan
Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH mengatakan situasi pandemic Covid-1 bawa dampak negative terhadap perempuan. Sebelum, selama dan setelah pandemi Covid-19 situasi yang dihadapi perempuan itu berbeda namun kekerasan terus dialami perempuan.
“Pasca pandemic Covid-19, kekerasan yang dialami perempuan berlipat ganda. Malah perempuan mendapat kekerasan baru, harus berperan ganda mengatasi persoalan ekonomi, pendidikan dan kesehatan rumah tangga,” kata Ansi kepada pos kupang, Rabu (25/11/2020).

Ansi mengatakan, pandemi Covid-19 mendatangkan masalah psikologis bagi perempuan selaku istri atau ibu dan juga bagi pria sebagai suami dan anak-anak. Hal ini menimbulkan kerentanan bagi setiap anggota keluarga karena lebih banyak waktu di rumah sehingga bisa terjadi gesekan-gesakan.
Apalagi jika suami kehilangan pekerjaan dan tidak bisa membagi peran untuk membantu pekerjaan istrinya. Suami kehilangan pekerjaan berkaitan dengan hilangnya penghasilan dan hal ini memicu keretanan perempuan mengalami tambahan kekerasan baik dari keluarga maupun masyarakat.
“Misalnya ada kewajiban membayar hutang sehingga perempuan mesti bekerja entah berjualan sayur ke pasar atau berjualan online. Dan luar biasanya semua beban itu ditanggung dengan sukarela oleh perempuan dengan tujuan untuk bisa membuat dapur rumah tetap mengepul dan agar kehidupan keluarga tetap berjalan baik,” kata Ansi.
Akhirnya perempuan harus menerima beban ganda untuk menangani isu ekonomi, kesehatan hingga pendidikan. Padahal tidak seharusnya perempuan menerima beban ganda itu.
Isu kesehatan misalnya, ketika suami atau anak dalam rumah mengalami sakit maka perempuan mesti menambah beban kerja untuk melakukan perawatan.
Perawatan ini dalam perspekti budaya selalu dilihat sebagai peran dan sebuah kewajiban dan tanggungjawab yang harus dilakukan oleh perempuan atau biasa disebut unpaid care work atau pekerjaan perawatan tak dibayar.
Hal ini tentu lebih banyak menyita waktu perempuan. Padahal mungkin waktu yang digunakan untuk merawat anggota keluarga itu bisa digunakan oleh perempuan untuk mengerjakan pekerjaan lainnya.
Di isu pendidikan, beban pekerjaan lain pun bertambah yakni mendampingi anak belajar online di rumah selama masa Covid-19.
Belum lagi mengambil tugas dari sekolah maka perempuan pun harus membagi waktunya untuk bekerja di rumah lalu pergi ke sekolah mengambil tugas itu.
“Bersyukur jika suami bisa berbagi peran. Tapi lagi-lagi budaya merasa bahwa tugas domestik dalam rumah termasuk mendampingi anak belajar adalah peran perempuan. Ini menjadi PR bagi semua pihak untuk bisa dibenahi.
Ansi berharap peran ganda perempuan ini mesti bisa dikurangi dengan cara bagaimana suami dan anak mau dan bisa berbagi peran dengan istri atau ibu di rumah.
Suami mau membantu istri mencuci pakaian, anak membantu ibu mencuci piring dan berbagi peran lain sehingga bisa mengurangi beban ganda perempuan di rumah.
Perempuan diharapkan bisa mendiskusikan pentingnya berbagi peran dalam rumah tangga sehingga setiap anggota keluarga dirumah terutama perempuan itu sendiri tak mengalami kekerasan.
“Bagilah peran domestik rumah tangga yang baik antara perempuan sebagai ibu dan istri dengan suami dan anak-anak agar pekerjaan rumah bisa diatasi bersama dan beban ganda perempuan bisa diatasi,” kata Ansi. (poskupang.com, novemy leo)