Khasanah Islam

Tata Cara Sholat Magrib dan Bacaan Niat serta Sunnah-Sunnah Jelang Maghrib

Tata Cara Sholat Magrib, Lengkap Bacaan Niat dan Sunnah-Sunnah Nabi Muhammad SAW Jelang Maghrib Tiba

Penulis: Bebet I Hidayat | Editor: Bebet I Hidayat
Tribun Manado
Ilustrasi Sholat Magrib 

“Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk menutup pintu-pintu rumah pada waktu malam hari, dan hal ini merupakan suatu sunnah yang diperintahkan sebagai bentuk kebaikan bagi manusia dalam melawan setan dari jenis jin dan manusia. Adapun sabda beliau, ‘Karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan mengurai ikatan tali’ merupakan sebuah pemberitahuan dan pemberitaan dari beliau akan nikmat Allah ‘azza wa jalla untuk hamba-hambaNya dari golongan manusia dengan tidak diberikannya bangsa jin kemampuan membuka pintu, mengurai ikatan, dan menyingkap tutup bejana, hal-hal ini telah diharamkan bagi mereka. Di sisi lain, bangsa jin diberi kemampuan lebih dibanding manusia berupa kemampuan tidak terlihat oleh manusia dan kemampuan untuk merasuki manusia, sedangkan manusia tidak dapat merasuki.” (Al-Istidzkar, 8/363).

Al-Khatib Asy-Syarbaini Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika malam telah datang, disunnahkan menutup bejana walau dengan meletakkan batang kayu di atasnya. Mengikat kantong air, menutup pintu sambil menyebut nama Allah, memasukkan anak-anak dan memasukkan hewan ternak pada awal malam, serta mematikan lampu ketika hendak tidur.” (Mughnil Muhtaj, 1/31).

Menahan anak-anak supaya tidak keluar rumah dan menutup pintu di awal waktu maghrib merupakan perkara mustahab. (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/317).

Baca juga: Amalan Doa dan Dzikir Setelah Sholat Isya Dalam Bahasa Arab dan Artinya Dzikir Sholat Fardhu 5 Waktu

Ketiga: Shalat dua rakaat sebelum shalat Maghrib

Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau mengatakan: “Shalatlah sebelum shalat Maghrib” tiga kali dan pada yang ketiga, beliau katakan, “bagi yang mau” karena tidak suka kalau umatnya menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.

Juga berdasarkan hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku melihat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senior saling berlomba mengejar tiang-tiang (untuk dijadikan tempat shalat) ketika masuk waktu maghrib.” (HR. Al-Bukhari no. 503).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan

«كُنَّا بِالْمَدِينَةِ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ لِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ ابْتَدَرُوا السَّوَارِيَ، فَيَرْكَعُونَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ الْغَرِيبَ لَيَدْخُلُ الْمَسْجِدَ فَيَحْسِبُ أَنَّ الصَّلاَةَ قَدْ صُلِّيَتْ، مِنْ كَثْرَةِ مَنْ يُصَلِّيهِمَا»

“Kami pernah tinggal di Madinah. Saat muadzin beradzan untuk shalat Maghrib, mereka (para sahabat senior) saling berlomba mencari tiang-tiang lalu mereka shalat dua rakaat dua rakaat sampai ada orang asing yang masuk masjid untuk shalat mengira bahwa shalat Maghrib sudah ditunaikan karena saking banyaknya yang melaksanakan shalat sunnah sebelum Maghrib.” (HR. Muslim no. 837).

Maksud kata يبتدرون adalah يسارعون, yaitu saling berlomba menuju tiang untuk menjadikannya sebagai pembatas shalat, dalam hal ini terdapat penjelasan akan kegigihan para sahabat untuk mencari sutrah shalat.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di dalam Shahihain terdapat hadits dari Abdullah Al-Muzani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengatakan, ‘Shalatlah sebelum Maghrib! Shalatlah sebelum Maghrib!’ dan beliau katakan di ketiga kalinya, ‘Bagi yang mau’ karena tidak ingin dijadikan kebiasaan oleh umatnya. Inilah yang benar, yakni bahwasannya shalat ini hanya shalat sunnah biasa, bukan termasuk shalat sunnah rawatib seperti shalat sunnah rawatib yang lain.” (Zadul Ma’ad, 1/312).

Juga memang disunnahkan shalat dua rakaat di antara setiap azan dan iqamah, baik shalat dua rakaat ini merupakan shalat rawatib seperti Subuh dan Dzhuhur sehingga dengan mengerjakan dua rakaat rawatib ini telah teranggap melaksanakan sunnah melaksanakan shalat dua rakaat antara azan dan iqamah, atau pun seperti ada orang yang sedang duduk di masjid lalu muadzin mengumandangkan adzan Ashar atau Isya maka sunnah bagi dirinya untuk bangkit berdiri dan shalat dua rakaat.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah –pent.) ada shalat.” Beliau katakan tiga kali dan pada kali ketiga, beliau mengatakan, “Bagi yang mau.” (HR. Al-Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838).

Syaikh ibn Baz rahimahullah menjelaskan,

“Disyariatkan untuk setiap muslim agar melaksanakan shalat dua rakaat antara dua adzan, baik itu dua rakaat shalat rawatib maupun bukan rawatib, sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Di antara setiap dua adzan terdapat shalat, di antara setiap dua adzan terdapat shalat’ Dan pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi yang mau’, shahih haditsnya disepakati Bukhari dan Muslim. Ini mencakup semua shalat dan maksud dua adzan adalah adzan dan iqamah. Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa shalat sunnah dua rakaat di antara dua adzan itu memang dituntunkan oleh syariat. Dan jika memang dua rakaat tersebut merupakan rawatib seperti shalat sunnah sebelum Subuh dan Dzuhur maka telah mencukupi.” (Majmu’ Fatawa Syaikh ibn Baz, 11/383).

Tidak syak lagi bahwa dua rakaat sebelum Maghrib atau dua rakaat di antara setiap dua adzan bukanlah sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan sebagaimana ditekankannya melaksanakan shalat sunnah rawatib, akan tetapi terkadang boleh ditinggalkan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan pada sabda beliau yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau” karena tidak suka kalau dianggap umatnya sebagai sunnah yang dikuatkan.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved