Opini Pos Kupang
Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi? (1)
Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi? (1)
Semua polemik ini menjadi tantangan dan motivasi tersendiri bagi Pemerintah pada waktu itu. Di satu sisi adanya kebutuhan akan konektivitas tapi disisi lain keterbatasan anggaran menjadi kendala utama. Kondisi dilematis ini membutuhkan inovasi dan kreativitas, serta keberanian mengambil langkah terobosan untuk bisa menemukan solusi ideal agar jembatan dibangun dan manfaat didapat secara optimal.
Maka kehadiran investor menjadi alternatif solusi, walau persoalannya tetap klasik, investor dapat apa jika membangun jembatan ini ? Tidak mungkin investor mau menginvestasikan uangnya begitu saja tanpa tahu keuntungan apa yang akan mereka dapatkan, dan berapa lama rentang waktu untuk bisa meraih laba.
Disinilah proses inovasi dan kreativitas dilakukan, yaitu menemukan dan mengkondisikan potensi dan menjualnya menjadi revenue bagi investor.
Karena jika revenue yang didapat hanya dari traffic kendaraan yang melintasi jembatan dengan pungutan biaya, maka membutuhkan waktu -/+ 50 tahun baru mendapatkan break even point (BEP).
Tentunya ini waktu yang panjang bagi sebuah investasi besar, dan belum tentu ada investor yang tertarik dengan waktu BEP yang demikian lama, apalagi tidak mudah membuat publik menerima beban biaya semacam toll saat melewati jembatan tersebut.
Maka perlu dicarikan sumber pendapatan lain yang menarik investor agar mau membiayai jembatan ini, dengan memberi kemudahan maupun keuntungan yang menggiurkan.
Ada banyak potensi yang teridentifikasi dan cukup menjanjikan untuk dijual kepada investor antara lain : perikanan dan kelautan (hasil laut sangat melimpah), pertanian dan perkebunan, pariwisata (Samana Santa, Meko, Ile boleng ), perindustrian (galangan kapal, air mineral) dan energi (arus laut yang kencang berpeluang diolah menjadi energi listrik).
Semua potensi ini memberi nilai tambah bagi siapapun yang akan mengeluarkan uangnya untuk mengeksploitasi potensi menjadi keuntungan, namun potensi arus laut yang deras dan konstan sepanjang waktu dengan kecepatan arus rata-rata antara 3,4 mtr -4.3 mtr /detik, adalah potensi paling menarik yang menggiurkan.
Menarik karena arus laut yang kencang ini bisa diubah menjadi energi. Menggiurkan karena energi yang dihasilkan adalah energi baru terbarukan (renewable energi) dengan potensi produksi besar, dimana energi ini sangat "sexy" untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga arus laut sebagai pengganti energi fosil (minyak bumi, batu bara, dll) yang jumlahnya makin menipis dari waktu ke waktu.
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan di Jakarta pada tahun 2017 bahwa energi fosil dunia hanya bertahan hingga 18 tahun ke depan. Oleh karena itu energi baru terbarukan perlu dikembangkan sedini mungkin. Apalagi penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia menurut Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementrian ESDM, Harris, baru mencapai 19,5 persen dari target 23 persen saat virtual coference GNSSA 2.0 di Jakarta (Rabu,16/9/2020).
Sementara menurut Peppres No. 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), penggunaan energi baru terbarukan harus mencapai 23 persen pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050.
Tentunya potensi arus laut yang ada di Selat Sempit Larantuka -Adonara ini memang perlu dikembangkan agar bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat dan Pemerintah. Persoalannya adalah, adakah investor yang mau mengembangkan potensi ini dengan biaya besar ?
Pemda NTT pada waktu itu berusaha mencari investor agar mau mengeksploitasi potensi yang ada di Flores Timur dan sekitarnya. Pilihan pertama jatuh di JICA (Japan Internasional Corporate Agency) sebuah badan kerja sama internasional yang berkedudukan di Tokyo-Jepang, karena keberadaan TPI Amagarapaty -Larantuka dibiayai oleh lembaga tersebut.
Namun JICA tidak begitu berminat untuk membiayai pembangunan jembatan tersebut walau mereka tahu ada banyak potensi di perairan ini.
Namun demikian, informasi tentang rencana pembangunan jembatan ini ramai diberitakan media, sehingga dibaca oleh beberapa orang Indonesia yang ada di Belanda, salah satunya adalah Pak Latief Gau, putera Makasar yang sudah lebih dari 25 tahun menetap di Einhooven -Belanda. Pak Latief dan mitranya di Belanda sedang mencari sumber energi baru terbarukan di seluruh dunia, baik itu dari rumput laut maupun dari arus laut. Info inilah yang membawa Pak Latief cs bersama perusahaan jasa konstruksi multi nasional yang ada di Belanda, STRUCTON bekerja sama dengan Tidal BV (mitra STRUCTON), tiba di Kupang untuk mendapatkan informasi lebih detail.