Raja Belanda Kunjungan ke Indonesia, Minta Maaf atas 'Kekerasan Berlebihan' di Masa Lalu

Sejarawan Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso mengatakan permintaan maaf itu menunjukkan pengakuan Belanda bahwa mereka melakukan kesalahan.

Editor: Agustinus Sape
antara foto
Pada tahun-tahun segera setelah Proklamasi, pemisahan yang menyakitkan terjadi, yang menelan banyak korban jiwa, kata Raja Belanda. 

'Minta maaf dan penuhi tuntutan kami'

Sebelumnya, sepekan sebelum kedatangan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Abdul Halik sudah terbang dari Bulukumba, Sulawesi Selatan, ke Jakarta.

Pria berusia 82 tahun itu adalah putra Becce Beta, warga Bulukumba yang dieksekusi pasukan tentara pimpinan Raymond Westerling karena dianggap prokemerdekaan tahun 1947.

Tujuan Halik hanya satu: ia hendak bertemu duta besar Belanda untuk menyampaikan penolakannya.

Abdul Halik meminta audiensi dengan Dubes Belanda untuk menyatakan penolakan terhadap kedatangan Raja-Ratu Belanda.
Abdul Halik meminta audiensi dengan Dubes Belanda untuk menyatakan penolakan terhadap kedatangan Raja-Ratu Belanda. (BBC INDONESIA/CALLISTASIA WIJAYA)

Apalagi, Raja dan Ratu Belanda, berencana untuk mengunjungi Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata di hari pertama kunjungannya.

"Pemerintah Belanda harusnya tahu diri, memikirkan apa yang pernah dilakukan oleh tentara itu atas perintah neneknya (Raja Willem-Alexander). Itu harus disadari," ujar Halik (03/03).

"Kami sebenarnya tidak setuju (mereka datang) sebelum Raja Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, melakukan permohonan maaf secara umum, dan menyelesaikan tuntutan kami."

Halik melihat tujuh orang ditembak di kampungnya di Bialo, Bulukumba pada tahun 1947.
Halik melihat tujuh orang ditembak di kampungnya di Bialo, Bulukumba pada tahun 1947. (ADEK BERRY/AFP VIA GETTY IMAGES)

Bersama Halik, datang pula keluarga korban pembantaian Westerling lain, yakni Ismail Rahim dan Andi Kafrala, yang didampingi aktivis organisasi masyarakat Lidik Pro juga pengacara Irwan Lubis.

Sebelumnya, mereka sudah mengirimkan surat ke Kedubes Belanda untuk menyatakan penolakan mereka terhadap kunjungan itu (31/01).

Petikan surat yang dikirim keluarga korban pembantaian Westerling ke Kedubes Belanda di Jakarta. (HISTORI BERSAMA)

Surat itu dibalas Duta Besar Belanda Lambert C. Grijns (12/02) kepada Irwan Lubis.

Dalam balasan itu, tertulis bahwa surat yang telah dikirimkan keluarga korban sudah diteruskan ke Kementerian Luar Negeri di Belanda dan isinya dipelajari dengan saksama untuk jadi bahan pertimbangan.

"Kedutaan Belanda sedang menjajaki kemungkinan untuk bertemu dengan Pak Irwan, namun periode ini merupakan periode yang sangat padat bagi kami sehubungan dengan persiapan Kunjungan Kenegaraan," isi surat itu, yang telah dikonfirmasi Kedutaan Besar Belanda kepada BBC News Indonesia.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved