Opini Pos Kupang
Perempuan Pilar Ketahanan Pangan Keluarga (Refleksi Memperingati HPS Ke-40)
Rawan pangan tingkat global maupun nasional menjadi isu penting dalam program pangan sedunia (World Food Programme/WFP) pada tahun 2020
Jedah waktu saat mereka tidak berada di kebun sayur dan aktifitas kuliner malam hari, mereka kembali ke rumah untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyiapkan makanan untuk anggota keluarga, mencuci dan kebutuhan domestik lainnya. (2) Berbagai pasar-pasar tradisional di seantero Flobamora, seperti pasar buah di kota SoE (Timor Tengah Selatan), pasar sayur di Nduaria (Ende), pasar buah dan sayur di Elopada (Sumba Barat) kita dapat menemukan kaum perempuan juga memegang kendali, termasuk ketika kita melintasi jalan Timor Raya (Kupang menuju Atambua) di sepanjang Oesao, Naibonat, Takari, dan seterusnya selalu ada kelompok perempuan yang terlibat dalam giat ekonomi juga dalam usaha tani, baik pada lahan basah (sawah) maupun lahan kering (ladang dan pekarangan). Kondisi ini menggambarkan bahwa betapa beratnya tugas seorang perempuan dalam rumah tangga, apalagi harus berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah atau membantu mencari nafkah keluarga.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam produksi pangan cukup bervariasi. Di wilayah Pasifik (38-71 persen). Pada tingkat ASEAN, Thailand menduduki posisi tertinggi menurut jumlah perempuan yang bekerja di bidang produksi pangan (60 persen).
Posisi berikutnya, berturut-turut ditempati oleh Indonesia (54 persen), Filipina (47 persen), dan Malaysia (35 persen).
Dari sepenggal cerita diatas menunjukkan bahwa perempuan sangat dibutuhkan dalam proses produksi pangan atau dalam mewujudkan ketahanan pangan, baik itu ketahanan pangan secara luas maupun ketahanan pangan dalam rumah tangga. Apakah perempuan masih dikatakan insan yang lemah.
Coba simak, selama ini perempuan memegang peranan penting atau posisi kunci dalam berbagai aktifitas termasuk dalam urusan pertanian dan produksi pangan. Perempuan berperan hampir pada semua tahapan baik pada proses budidaya, termasuk memilih benih sampai pada mengolahnya menjadi makanan siap santap yang tentu terjamin kecukupan gizi bagi bayi, balita dan anggota keluarga.
Demikanlah perempuan 24 jam dalam hidupnya dirasakan kurang untuk tugas pelayanan. Segala cara dilakukan perempuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk melakukan usaha alternatif antara lain berusaha menjaga budaya pertanian dan selalu mengupayakan transfer pengetahuan kepada anak-anak mereka, terutama anak perempuan.
Perempuan nyata telah berkarya sebelum matahari terbit sampai pada kembalinya sang surya pada peraduannya bahkan sampai semua anggota keluarga terlelap.
Pengakuan tentang kesetaraan keadilan gender perlahan dan pasti bergeser dalam rangka mengurangi subordinasi dalam mengakses pangan. Kita semua harus menyadari bahwa perempuan bukanlah obyek, melainkan subyek dari pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Berilah perhatian pada perempuan yang tidak terjangkau dan tidak terlayani. Memberi perhatian pada perempuan ibarat memberi peran yang sama pada kaki kiri dan kaki kanan untuk bersama melangkah secara cepat dan tepat menuju pantai idaman: yakni masyarakat sejahtera adil dan makmur (kecukupan pangan dalam lumbung), pemanfaatan pekarangan untuk ketersediaan pangan lokal, tanaman obat keluarga, bank pupuk organik melalui pengolahan sampah rumah tangga. Gerakan ini sejalan dengan program Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur: NTT Bangkit, NTT Sejahtera!!! *